Semua Bab The Undying Tales of AGORA BEAK: Bab 51 - Bab 60
84 Bab
Grup 2
Rapat grup dilakukan di salah satu ruang latihan. Tidak hanya perlengkapan berlatih, secara kebutuhan, perlengkapan untuk rapat juga disediakan. Ruang latihan berwarna putih dan kosong itu sekejap berubah menjadi ruang rapat dengan empat buah meja panjang yang dilingkari 12 kursi. Suhu ruangan juga dapat diatur sedemikian rupa sehingga nyaman digunakan.Herna Mischa tidak membuang waktu untuk mengenal seluruh anggotanya. Ia meminta seluruh berdiri memperkenalkan diri sekaligus unjuk gigi terkait kemapuan turunan shrapnel miliknya. Menurut Mischa, hanya Danti yang tidak dapat hadir karena posisinya yang juga kapten dan urusannya menumpuk banyak, hal tersebut dibenarkan oleh anggotanya, Prinza Jodi.Saat presentasi, seluruh anggota saling berdeacak kagum melihat kemampuan anggota baru, begitu juga dengan anak baru yang melihat kefasihan senior mereka memeragakan kemampuan. Semua kecuali Prinza yang mengaku tidak memiliki kemampuan turunan meski menggunakan shrapnel.
Baca selengkapnya
Chanme
Kida dan Jimi berpamitan kepada Indri. Toko kelontong yang besar kehilangan lagi kehidupannya dan perlahan menuju senja, namun wajah tegar indri yang pernah meluluhkan Ayu tidak patah semangat. Ia bersoloroh akan mencari pekerja pria yang kuat dan tampan untuk membantunya kerja di toko ini. Semangat Indri menyadarkan Kida bahwa tidak harusnya sedari awal ia berusaha menggantikan Ayu. Sebelum melepas mereka, Indri mengusap pelan kepada Kida, berterima kasih sudah menjadi teman Ayu yang baik. Mereka akhirnya pamit pulang. Jimi bersikeras mengantar Kida pulang dengan berjalan kaki. "Hei, bocah. Terima kasih," ucap Kida tiba-tiba tanpa memandang Jimi. Jengkel, Jimi menggodanya. "Hah? mau tahu isi? kok repot?" goda Jimi. "Terima kasih! Telingamu ketinggalan di sekolah ya!?" hardik Kida. Jimi tertawa saja mendapat respon itu. "Rumah lo dimana sih? Jauh banget!?" Jimi mula mengeluh. "Salah sendiri bersikap pamrih," balas Kida. "Hah? p
Baca selengkapnya
Tes Penyerataan [1]
Ujian mid-semester berlangsung selama 4 jam tanpa henti. Mata pelajaran yang diujikan adalah mata pelajaran yang primer digunakan sebagai dasar kenaikan kelas nantinya. Seluruh siswa mencurahkan konsentrasi pada ujian semu pertama ini, motifnya satu, mengukur kapasitas otak mereka.Hal itu pula yang mendorong Bram dan Kani melakukan praktik ilegal di kelas, uang atau mineral yang mereka cukup untuk menyenangkan hobi mereka nanti. Namun setelah 30 menit ujian berjalan. 4 orang anggota Agora menyadari sesuatu yang aneh."Soalnya gampang banget!?" batin Jimi, Afif, Soca dan Kani. Mereka berempat terpana mengetahui bisa mengerjakan seluruh rangakaian ujian Mid-semester. meski jenis ujian berjenis pilihan ganda, namun mereka dapat mengerjakan rangkaian ujian tersebut meski hanya melihat soal ujian tersebut sepintas."Tahu gini, engga bakal gue ambil contekannya Kani," sungut Jimi yang benar-benar yakin dengan jawabannya."Tahu gini, gue aja yang jadi makelarny
Baca selengkapnya
Tes Penyerataan [2]
Maya baru saja menyelesaikan tesnya dan berjalan ke arah Afif dan Evan. Afif cukup menyesal karena tidak menyaksikan kebolehan Maya dalam menyerang sandsack. Evan kikuk, namun ia memutuskan untuk tetap tinggal bersama Afif. Maya datang dengan bola mata yang besar dan senyum penuh rasa bangga."Hai Afif! Stevan?.. kalian satu grup ya?" tanya Maya ramah dan nadanya yang tegas."Ha, halo Maya," balas Evan separuh gugup."Iya mba! kami berdua satu grup dan Bang Evan mangata kelas C!" sahut Afif terpancing ikut menjawab penuh semangat."Oh iya!? Menarik! Gue bangga kalau kawan gue berhasil mencapai tingkat yang baru! Selamat Evan!" ujar Maya sambil menjulurkan tangannya kearah Evan. Seakan kehilangan kata-kata, Evan hanya menjabat tangan Maya dan mengucapkan terima kasih."Lo masih ingin menjadi guru, Maya?" tanya Evan."Selalu, hingga hari hari ini!," jawab Maya dengan wajah jumawa."ahahaha.. dan gue masih mencari jati diri," uc
Baca selengkapnya
Every Rose Has It's Thorn
"Kyaa!" Nora masih berteriak sambil mengejamkan mata karena dirinya ditarik ke balik pintu tiba-tiba. "Nora! Nora! Gue Afif!" ujar Afif yang rupanya berhasil menarik Nora. Ia kemudian memeluk Nora sambil menenangkannya. Merasa dekapan yang hangat memenuhi tubuhnya, Nora kemudian diam sambil perlahan membuka kedua matanya. "Hah!? Hah!? Lo siapa? Kenapa peluk-peluk gue!?" kaget Nora yang mendapati sudah ada di dekapan seseorang. "Eng.. Gue Afif. Lo engga apa-apa kan?" Afif kemudian memunculkan wajahnya. Nora terkejut kemudian memeluk Afif. "Peluk aku saja, FIf," ucap Nora kegirangan berhasil menemukan Afif. Namun, Afif justru berusaha melepaskan pelukan Nora. Affi memegang kedua lengan Nora namun wajahnya ia buang tidak menatap mata Nora. "Kamu kenapa?". "Engga.. gue engga apa-apa," jawab Afif terbata. Nora mulai risau, namun ada rasa jengkel di hatinya. "Aku tahu kamu engga terlalu senang saat aku mendekatimu.. Menghindar, Marah
Baca selengkapnya
Don't Hate Me Yet, Please
Afif menjadi setengah sempoyongan. Kepalanya mendadak migrain dan saat mengedipkan matanya, sesekali ia melihat bayangan perempuan kecil. Bayangan yang seakan ia begitu kenal, namun kutukan itu menarik paksa ingatan Afif. Tidak kuat, afif jatuh berlutut, bertumpu di salah satu kakinya. Nora berusaha menghampiri, namun dengan cepat Afif menahan Nora mendekatinya. "Siapa lo sebenarnya Nora?" tanya Afif bertanya retoris. Nora memilih diam karena apapun yang keluar dari mulutnya bukanlah jawaban yang Afif inginkan. Wajahnya memelas, sebenarnya ingin memohon pada Afif untuk menahan diri agar tidak berfikir terlalu keras. "Sejak gue kehilangan kedua orangtua, Jenar selalu menyemangati. Wajah cantiknya tidak sangat jauh berbeda dengan tangannya yang kuat dan bisa diandalkan. Hingga kami tinggal bersama tetangga yang memiliki usaha pembuatan mie." Afif mulai bercerita. Menurut hematnya, jika ia menceritakan semuanya dari awal, ada yang benar-benar bisa Nora lakukan baginya.
Baca selengkapnya
Preparing The Analemma
Listu segera menggunakan kemampuannya untuk mengintimidasi Afif dan Nora sehingga mereka tidak berlari kabur.  Nora yang baru pertama kali merasakan sensasi ini jelas ingin memberontak namun sia-sia, alhasil wajah Nora sewot dengan kegeramannya. "Oke, sekarang sudah bisa diam. Saatnya kalian bayar tiket masuk," ucap Listu santai tapi gesturnya memaksa. "Be, berapa mba?" Afif mencoba pasrah, namun tidak dengan Nora. "Lepasin Mba! Memalak siswa adalah kegiatan ilegal di sekolah! Apalagi kalau kamu yang melakukannya!" seru Nora. Listu hanya tersenyum simpul dengan mengacuhkan ancaman Nora. "Masing-masing 1 buah ambrosia," jawab Listu. Afif terkejut mendengar tarif yang luar biasa mahal itu, mulutnya terbuka dan matanya terbelalak. Melihat ekspresi tersebut Nora ikut bereaksi keras. "Afif! jangan berikan ke nenek sihir itu! Kita masuk rumah hantu engga jelas ini karena tidak sengaja," seru Nora berusaha mengelak dan membujuk Afif. Bukan berge
Baca selengkapnya
Arranging The Tutulemma
"Oke hanya kita berlima. Selamat datang di misi paling gila di tahun 2004! Gue menyebut ini sebagai operasi Bulan Sabit." Teja segera membuka percakapan di antara kelima orang tersebut. Umbu menatap yang lain dengan mata separuh terbuka karena sudah tahu akan mendengar celotehan sok gaul Teja. "Mba Gina, lepasin lengan saya dong, berat," keluh Soca pada Gina yang masih mengganduli setengah memeluk lengannya. "Jimi menolak gue pegangi. Lagian kalau lepas, lo bakal kabur kan? Iya kan!? Huuee.. Lo kan satu grup sama gue, Soca. Pikirkan keselamatan senior lo ini," ratap Gina. "Tapi harusnya senior yang melindungi juniornya mba," balas Soca. "... buat misi ini pengecualian." "Engga bisa diandalkan.." "Iya! Engga apa Soca! Kekurangan adalah kekuatan yang terpendam!" "Kamu engga harusnya bangga mba, aduh," tutup Soca yang masih berusaha menahan sakit karena pegangan Gina menjadi lebih erat. "Kalian berdua akan jalan bareng Tej
Baca selengkapnya
Beyond the Queen's Speech
"Di balik duka ada cerita, namun cerita Agora Beak tidak hanya berhenti pada perginya dua cincinnya. Yongki dan Ayu adalah dua buah cincin yang mengikat Agora tetap menjadi erat dan kuat. Namun layaknya pohon, semakin tinggi, semakin kencang anginnya. Angin telah menghempaskan dua cincinnya, namun tidak dengan akar yang terus tumbuh dan melahirkan cincin baru," tutur Listu. Pemaparan Listu yang halus namun nadanya dalam, membuai pendengarnya pada lantunan hikayat menjelang perang. Tidak terkecuali bagi mereka yang duduk di tingkat 4 dan sudah mengetahui kapasitas kemampuan Listu. Bagi anak tingkat 1, mendengar Listu berbicara merupakan pengalaman baru. Di luar sana tidak begitu mudah menemukan penderita sindrom ludens yang berkumpul bersama dan menunjukkan kemampuan yang beragam. "Ada beberapa pengumuman yang ingin gue sampaikan kepada kalian, para mangata Agora Beak," Listu melanjutkan pidatonya. Dari pintu masuk rumah hantu keluar beberapa orang yang mengen
Baca selengkapnya
Opstijgen
"Maksud lo apa bilang begitu Fif?" tanya Jimi setengah menggeram. "Sampai lo bisa berhenti egois dan tidak mementingkan diri lo sendiri, gue hanya bisa menunggu," balas Afif. "Oh, jadi sekarang karena lo sudah punya cewe yang cantik, lo buang semua rasa percaya lo dari gue? bangsat, harusnya gue sudah tahu kalau lo memang menikmati setiap detik hidupnya dengan perempuan-perempuan cantik itu dan sekarang Nora!?" "Hilmi, lo sudah kelewatan!" "Bedanya apa? lo juga akan menikmati tubuh gue yang datang dalam peti kan!?" "Grr! Setiap detik! Setiap waktu! bareng dua kakak lo!" geram Afif. Jimi akhirnya tidak terima dengan hinaan dan melancarkan uppercut ke arah perut Afif. Tidak tinggal diam Afif memundurkan kepalanya dan menghantamkan dahinya ke hidung Jimi. "Buk! Krak!" Mereka berdua jatuh bersamaan, Afif terbatuk sambil mengantur nafasnya yang tersendat karena pukulan Jimi. Sementara Jimi yang berusaha duduk memegangi wajahnya yang
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
456789
DMCA.com Protection Status