Semua Bab Istri Keempat: Bab 61 - Bab 70
100 Bab
61. Hasrat Mendadak
Napas Airin berangsur ringan dan tenang, seperti hujan di luar sana yang juga mereda dan hanya menyisakan rintik-rintik ringan air.Sakha masih memeluknya erat dan kini telah membawanya ke ranjang di mana di sana dia berbaring setelah bersandar di dada suaminya.Sedari tadi, Sakha tidak mengatakan apa pun atau menjawab pertanyaan apa pun yang Airin lontarkan. Dia takut apa yang akan dikatakannya malah justru semakin menyakiti gadis ini. Jadi diam, bagi Sakha, adalah pilihan terbaik.Mendengar tangisan Airin sudah cukup membuatnya berantakan di dalam.Tubuh Airin sendiri terasa lemas setelah luapan emosi itu. Menangis memang selalu membuatnya kelelahan dan pusing. Dia bahkan tidak punya cukup tenaga untuk menyingkirkan tubuh Sakha sehingga dia bisa berdiri di atas kakinya sendiri.Rasanya Airin ingin pergi ke suatu tempat di mana dia bisa melupakan semua ini sejenak. Tempat di mana dia bisa menjadi dirinya sendiri sepenuhnya dan melepas semua persoa
Baca selengkapnya
62. Di Kamar Airin
Sesaat setelah itu, Airin merasa seperti sebuah gurun yang diguyur hujan dalam semalam, atau seseorang yang sudah lama tidak meresakan tetesan air. Dia kehausan, panas, dingin, semuanya menjadi satu. Dan yang mampu mengobati semua itu hanyalah Sakha, suaminya, dengan ciuman dan sentuhan-sentuhan menggoda yang pria itu demonstrasikan ke tubuhnya yang telah sangat mendamba.Sakha menggeram, lalu memosisikan dirinya di atas Airin. Saat dirasanya itu tidak cukup, dia merapatkan tubuh mereka sehingga tidak ada lagi jarak. Sakha menggigit bibir istrinya, mengulumnya keras, dan menyeruakkan lidahnya ke dalam, berkelindan mesra dengan lidah Airin.Suara basah dari ciuman yang panas itu terdengar menguasai indera pendengaran mereka. Dan tidak ada hal lain lagi yang lebih penting dari diri mereka berdua dan apa yang tengah mereka lakukan.Sakha menurunkan kecupannya ke bawah, menyusuri dagu Airin, turun ke bawah sampai ke denyut cepat nadi Airin di lehernya , Sakha suka b
Baca selengkapnya
63. Ketidakmungkinan Yang Menjadi Mungkin
“Jadi, Mas menginap di rumah orang tua Airin.” Galih, yang tengah berdiri kaku di hadapan majikan perempuannya itu menganggukkan kepala. “Ya, Nyonya,” jawabnyaa. Nia duduk sembari menyilangkan kaki di sofa. Baju tidur berupa kimono satin yang ia kenakan tersingkap sehingga paha putihnya yang mulus terpampang jelas. Galih semakin mengalihkan pandangnya dan menahan diri untuk tidak menoleh. Bagaimana pun, dia adalah lelaki normal, berada berdua di bawah pendar lampu kuning yang semakin memancarkan kilauan halus kulit perempuan di hadapannya, bukanlah sesuatu yang biasa bagi Galih. Terlebih karena ini adalah Nyonya Nia. “Kenapa? Ibunya sakit? Atau apa bapaknya yang tukang hutang itu sedang sekarat?” tanya Nia dengan suara kesal yang amat kental. Galih tidak tahu harus menjawab apa. Sakha juga tidak menjelaskan apa pun. Dia hanya bisa menebak bahwa hubungan sang tuan dengan istri mudanya sedang tidak baik. “Tidak. Tuan cum
Baca selengkapnya
64. Keputusan Egois
“Kamu butuh apa lagi?” suara Sakha mengalun penuh perhatian setelah melepaskan cangkir teh ke meja di hadapan Airin.Airin menggeleng, menggumamkan terima kasih pada Sakha.Mereka kembali berada di kamar. Rumah masih sepi pada pagi menjelang siang itu, keluarga Airin belum kembali dari kota. Airin sudah mengganti bajunya dan membersihkan diri, begitupun juga dengan Sakha.Mengenai kekacauan yang Airin buat di luar sana, Airin bahkan tidak berani memikirkannya.“Kamu yakin?” tanya Sakha sekali lagi.“Ya,” jawab Airin sebelum menyeruput isi cangkirnya pelan.Tatapan Sakha yang masih berbalut rasa cemas tidak sedikit pun berpaling dari wajah Airin. Dia kemudian duduk di sampingnya, mengulurkan tangan untuk menyentuh anak rambut Airin dan menyisipkannya ke belakang telinga.“Apa tidak sebaiknya kita ke Dokter?”Airin menggeleng cepat-cepat. “Tidak perlu!” tolaknya tegas.
Baca selengkapnya
65. Rahasia Menyedihkan
Paginya, Airin dijemput oleh Galih. Karena pikiran Airin terlalu berkecamuk, dia tidak sempat mengucapkan selamat pada Mawar atau mengobrol dengan orang tuanya setelah sekian lama tidak bertemu. Dan mereka tampaknya cukup mengerti bahwa ada sesuatu yang menganggu pikiran Airin sehingga mereka tidak banyak bertanya.Bahkan saat berada di dalam mobil bersama Galih, Airin tidak membuka suara sedikit pun. Galih menatapnya heran sekaligus cemas. Apa kejadian dua hari lalu masih berlanjut sampai sekarang? pikirnya.Sesampai di rumah, Airin tidak mengucapkan apa pun pada Galih, dia langsung berjalan lurus menuju paviliun. Hari sudah cukup siang dan Sakha pasti sudah pergi dengan urusan-urusannya yang tidak mau Airin tahu.Saat bangunan paviliunnya tampak di mata, Airin merasakan kesuraman melingkupi tempat itu, persis seperti hatinya sekarang.Tempat ini, sekalipun dihuni oleh banyak orang, tapi tetap terasa sepi dan sunyi. Atau itu hanya perasaan Airin
Baca selengkapnya
66. Rencana
Tidak kah ini terlalu berlebihan? Airin melamun saat sedang menumpahkan air minum ke dalam gelas untuk Gani yang saat ini menunggunya di sofa, alhasil air yang sedang Airin tumpah mengalir ke luar gelas. Airin tersadar dan buru-buru mengelapnya.Saat Airin berjalan membawa gelas air minum itu ke arah ruang tamu, dia memikirkan Sakha, dan bagaimana kehidupan rumah tangga ini yang begitu kacau.Airin meletakkan gelas itu ke hadapan Gani yang langsung diminumnya sampai habis. Gani tampak sangat resah seperti seseorang yang baru saja melakukan kesalahan.Dan memang ya, baginya dia sudah melakukan kesalahan karena membeberkan hal ini pada Airin. Kalau Sakha sampai tahu, maka akan semakin runyam urusannya. Ria juga akan marah dan mungkin berbalik memusuhinya. Gani cemas.Airin sebaliknya.“Ceritakan padaku sampai mana hubunganmu dengan Kak Ria,” ujar Airin.Gani menggeleng. “Kamu berjanji tidak akan memberit
Baca selengkapnya
67. Kamar Sakha
[Nia pulang ke kota karena suatu urusan, tapi aku yakin dia hendak menemui selingkuhannya. Aku juga akan pergi untuk mengurus hal itu. Sakha malam ini sendiri. Datang dan bicara padanya! Awas saja kalau kamu sampai gagal membujuknya.] – (+628xxxxxxxxxx)Itu adalah isi pesan yang Airin dapatkan dari Gani. Mereka sudah bertukar kontak beberapa saat lalu dengan Airin yang pertama kali menghubungi nomor yang tertera dalam kartu nama yang Gani berikan. Airin pikir, mereka akan berkomukasi lebih sering mulai hari ini.Airin baru saja keluar dari kamar mandi saat mendapat pesan itu, dia lantas mulai bersiap-siap untuk pergi ke rumah utama menemui Sakha, niatnya untuk tidur malam ini terpaksa dia batalkan.Dan mungkin … dia tidak akan sempat tidur.Airin pikir gairahnya pada Sakha akan memudar setelah malam itu dan setelah dia mengetahui dirinya dalam keadaan hamil.Tapi tadi, ketika Airin tengah mandi, dia tidak sengaja teringat pada
Baca selengkapnya
68. Siapa Airin
Sakha tersenyum, lalu masuk ke kamar mandi tanpa mengatakan apa pun lagi.Airin duduk di kursi dekat jendela sembari memikirkan rangkaian kata yang harus dia ucapkan pada suaminya ini nanti.Itu artinya, dia juga harus jujur bahwa tadi Gani mengunjungi paviliunnya. Rasanya tidak benar. Airin takut Sakha marah.“Kenapa tidak kamu beri tahu Sakha mengenai kehamilanmu? Dengan begitu dia akan langsung dengan mudah menceraikan istrinya yang lain.”Ucapan Gani tadi kembali terngiang di benaknya.Itu benar, seharusnya dia memang memberi tahu Sakha. Tapi di satu sisi Airin takut harapannya akan dihancurkan oleh pria itu. Lagipula, Airin tidak ingin istri-istri terdahulu diceraikan karena dirinya yang tengah mengandung.Rasanya juga tidak benar.Bagaimana pun Airin tidak menyukai mereka, Airin masih memiliki hati untuk memikirkan dan mempertimbangkan perasaan mereka. Mustahil Ria, Tia, dan Nia, tidak memiliki perasaan apa
Baca selengkapnya
69. Keadaan Yang Berubah
Airin pernah diberi tahu oleh kakak-kakak di panti asuhan tempatnya dirawat dulu, bahwa dia adalah anak orang kaya yang sedang dititip. Bahkan ibu panti selalu memperlakukannya lebih istimewa dari anak panti yang lain. Sehingga hal itu membuat banyak anak panti tidak menyukai Airin dan membuatnya juga lebih menjadi pribadi yang menyendiri.Ibu panti selalu berkata padanya bahwa nanti orang tuanya akan datang menjemputnya.Airin selalu berandai-andai, dipenuhi harapan polos mengenai orang tua yang tidak pernah dia ketahui keberadaannya. Hingga di usianya yang hampir menginjak angka lima tahun, sepasang suami istri datang dengan niat untuk mengadopsinya.Airin pikir mereka adalah orang tua yang selama ini ditunggunya, tapi dengan cepat dia mengetahui kebenaran bahwa mereka bukan orang yang selama ini dia tunggu.Kemudian, dengan raut wajah sedih, ibu panti mengatakan pada Airin bahwa dia harus tinggal sementara bersama sepasang suami istri itu, sampai orang
Baca selengkapnya
70. Malam Teredam
Bab 70 – Malam TeredamTidur, memang rencana awal. Tapi entah sejak kapan pakaian yang mereka kenakan tadi kini berserakan di lantai. Lalu di atas ranjang yang luas itu, ditutup oleh bayang-bayang cahaya bulan, terdengar napas memburu saling bersahutan, diikuti suara desahan-desahan yang ditahan.Airin mengerang di bawah Sakha, mendapatkan pelepasannya yang entah sudah keberapa.Sementara Sakha, menatap wajah memerah Airin yang diliputi ekspresi kenikmatan, sembari menahan pelepasannya sendiri. Dia terus bergerak, tapi memelan ketika napas Airin juga berangsur ringan.Sakha berbisik seduktif di telinga gadis itu, “Lagi?”Airin menggeleng, tapi tidak memprotes ketika Sakha membalik tubuhnya—tanpa melepas penyatuan mereka. Lalu membuat Airin berbaring menyamping dan bersandar di dadanya, sementara dia mulai kembali bergerak.Posisi tersebut disambut Airin dengan erangan panjang, sehingga tanpa sadar per
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
5678910
DMCA.com Protection Status