All Chapters of Jungle Love: Chapter 101 - Chapter 110
227 Chapters
Kembali
PAGI masih bertabur embun. Namun mesin minibus berlogo huruf T di bempernya itu sudah dipanaskan oleh Pardi. Pintu bagasi di bagian belakang kendaraan terbuka lebar. Menampakkan tumpukan barang-barang.Di teras, Mbak Minah tengah menyiapkan berbagai hidangan ringan untuk sarapan. Jejeran gelas-gelas berisi teh panas bersanding dengan sebuah ceret kaca besar. Lalu ada pula piring-piring dengan aneka jajanan pasar di atasnya."Sarapan dulu, Pak, Bu," ujar Mbak Minah mempersilakan.Pak Wardoyo dan isterinya yang diajak bicara tak menyahut. Mereka sibuk sendiri mondar-mandir keluar-masuk rumah. Tiara yang kemudian menanggapi, mengucapkan terima kasih pada Mbak Minah.Gadis itu lantas menyeret lengan Abdi, mengajaknya duduk di meja teras. Sigap tangan Tiara memindahkan satu gelas teh panas ke hadapan pemuda tersebut."Eh, nggak usah repot-repot," cegah Abdi dengan perasaan tidak enak.Tangan pemuda tersebut spontan terulur, menahan tangan Tiara y
Read more
Rindu Tiara
SESUAI keinginan Pak Wardoyo, minibus mewah yang dikemudikan Pardi sudah memasuki tol dalam kota Jakarta sebelum tengah hari. Dengan sigap Pardi mengambil jalan menuju ke arah utara. Tujuan mereka sebuah perumahan elite di kawasan Ancol. "Nggak lupa jalannya kan, Di?" tanya Pak Wardoyo. Sejak dari Indramayu, lelaki paruh baya itu pindah tempat duduk di sebelah sopir. Ditanyai begitu Pardi tertawa lebar. "Kalau belum pindah sih nggak lupa saya, Pak," jawabnya ringan, tahu kalau Pak Wardoyo hanya bercanda. Setelah menyusuri jalanan ibukota selama sekitar setengah jam, mereka pun tiba di tujuan. Sebuah rumah besar nan megah di tepi laut Teluk Jakarta menyambut dengan ramah. Begitu Pardi menghentikan mobil di halaman, Tiara tak memedulikan apa-apa lagi. Gadis itu langsung turun dan masuk ke dalam. Terus ke kamar dan merebahkan tubuhnya yang tiba-tiba saja terasa sangat lesu ke atas kasur empuk. Entahlah, Tiara merasakan pikirannya kosong.
Read more
Kabar Mengharukan
ASYIK melamunkan Abdi lama-lama membuat Tiara mengantuk. Sempat ditahan-tahannya rasa kantuk, karena teringat belum mandi sedari tiba tadi. Namun gadis itu rupanya tak kuasa melawan. Terbuai ke alam impian.Nyenyak sekali tidur gadis itu. Belum pernah ia tidak selelap ini sebelumnya. Mungkin karena ada perasaan nyaman di dalam hati kecilnya. Sebab ini kali pertama Tiara berada di kamarnya sendiri.Bu Wardoyo sempat masuk untuk mengajak Tiara makan malam. Namun niat tersebut diurungkan ketika melihat sang puteri begitu lelap. Wanita paruh baya itu hanya mematikan lampu besar, lalu menghidupkan lampu tidur dan keluar lagi. Tiara baru terjaga pada pagi-pagi buta keesokan harinya. Agak kaget, untuk beberapa saat gadis itu berulang kali mengerjapkan kelopak mata yang masih terasa lengket."Ooh, jam berapa ini?" tanya Tiara pada diri sendiri.Masih digelayuti rasa kantuk, gadis itu bangkit dari tidurnya. Duduk di tepian kasur sembari memandangi sei
Read more
Ke Indramayu
BUKAN Tiara namanya kalau tidak ngotot meraih apa yang ia inginkan. Demikian pula keinginannya untuk segera bertemu kembali dengan Abdi.Pesan yang dikirimkan Abdi tadi memunculkan satu gagasan di benak Tiara. Ibu pemuda itu tengah sakit, dirawat di rumah sakit. Ini kesempatan, atau sebut saja alasan, bagus baginya untuk datang ke Indramayu.Setelah puas menguras air mata, Tiara bergegas mandi. Suasana sudah terang ketika gadis itu keluar dari kamar. Di dapur Bu Wardoyo sudah sibuk bersama Mbak Yem."Eh, akhirnya bangun juga kamu," sambut Bu Wardoyo, lalu mencium pipi anak gadisnya kiri-kanan."Selamat pagi, Mbak. Nyenyak banget ya tidurnya," timpal Mbak Yem dengan senyum khasnya.Tiara hanya menanggapi semua itu dengan senyum kecil. Tangan rampingnya menarik sebuah kursi di meja makan yang berada di area dapur. Lalu pantatnya dihempaskan perlahan."Ma, Pardi belum balik ke Jawa kan?" tanya Tiara, sembari mengambil garpu untuk menusuk potong
Read more
Keterangan Mengagetkan
BEGITU mobil yang ditumpanginya meninggalkan halaman rumah, cepat Tiara mengambil ponselnya. Gadis itu harus segera menghubungi Sinta. Ada beberapa perubahan rencana yang harus ia sampaikan pada sekretarisnya itu. Sebenarnya waktu itu masih belum jam kerja. Tapi Tiara sudah sangat biasa merepotkan Sinta kapan pun, di mana pun. Benar-benar tak kenal waktu dan tempat. Sewaktu-waktu butuh, maka saat itu pula ia kan menelepon Sinta. "Iya, Bu?" ujar Sinta dari ujung sambungan telepon. "Saya nggak jadi masuk kantor hari ini. Dan sepertinya bakal nggak ke kantor dulu sampai seminggu ke depan," ujar Tiara tanpa basa-basi. "Oh, iya, Bu," sahut Sinta cepat. "Nanti saya sampaikan ke Pak Seno dan Pak Ryan." Kening Tiara berkerut dalam mendengar nama tunangan brengseknya disebutkan. "Kenapa harus Ryan?" tanyanya penasaran. Selama ini Ryan memang lebih senang mengurusi bisnisnya yang lain. Alasannya selalu sama, tidak paham dunia perparkiran
Read more
Kejutan
APA yang disampaikan Pardi membuat mood Tiara berantakan. Perasaannya seketika menjadi kacau balau. Setelah pertanyaan terakhir yang ia ajukan tadi, gadis itu langsung diam seribu bahasa.Untuk menyembunyikan perubahan sikapnya dari Pardi, Tiara sandarkan punggung ke sandaran jok. Direndahkannya sedikit sandaran tersebut, lalu menerawang ke luar melalui kaca jendela.Sempat terpikir untuk mengajak Pardi balik arah, membatalkan rencana ke Indramayu. Tiara merasa tidak sanggup bertemu Abdi. Tidak setelah ia tahu jika pemuda itu sudah bertunangan.Akan tetapi setelah dipikir-pikir lagi, gadis itu memutuskan untuk tetap datang ke sana. Setidaknya ia harus menunaikan janji pada Abdi. Meski entah nanti bagaimana ia harus berhadapan dengan pemuda tersebut."Berarti ini sebabnya dia bersikap dingin selama di hutan. Sekalipun aku sudah memberinya sinyal untuk lebih dekat lewat sentuhan, pelukan. Juga sikap anehnya setelah kami keluar dari hutan," desah Tiara di da
Read more
Tangis Tiara
ABDI gelagapan dipeluk begitu rupa. Antara kaget dan juga merasa tidak, sebab ada Pardi di sana. Tapi pemuda itu tidak bisa apa-apa. Tubuhnya terdorong ke jok mobil akibat tubrukan Tiara.Pardi yang sejak awal berangkat sudah memahami gelagat Tiara, menjauh dari mobil. Lelaki berusia paruh tiga puluhan tahun tersebut menutup pintu mobil bagian depan, lalu pergi entah ke mana.Tinggallah Tiara dan Abdi berdua saja di dalam mobil, masih berpelukan. Tiara seolah tidak ingin melepaskan pemuda di dalam rangkulan tangannya. Didekapnya si pemuda erat-erat. Tangisnya pecah."Lho, kenapa menangis?" tanya Abdi kebingungan.Tangan si pemuda mulanya hanya diam, tak membalas pelukan Tiara. Tapi begitu mendengar gadis itu terisak, buru-buru dilingkarkannya kedua tangan ke tubuh si gadis.Tiara tak menjawab pertanyaan Abdi. Justru isaknya yang semakin menjadi. Gadis itu juga bingung, mengapa dirinya menangis. Sedih mendengar kabar Abdi sudah bertunangan?A
Read more
Konflik Pertama
UNTUK beberapa saat Abdi tidak menjawab pertanyaan Tiara. Tapi kemudian pemuda itu berpikir lagi. Memangnya gadis itu butuh jawaban? Lagi pula, ucapannya tadi tidak memberi ruang pada jawaban tidak."Selain Ibu, yang tinggal di rumah siapa saja?" tanya Tiara lagi, mengagetkan Abdi."Mmm ..." Abdi bingung sesaat, tapi segera menjawab, "Sekarang ya sama saya. Kalau pas saya kerja di Jakarta seperti kemarin, Ibu tinggal sendiri. Hanya sesekali kakak datang menemani di akhir pekan."Tiara manggut-manggut. Ada rasa iba di dalam hati si gadis mengetahui hal tersebut. Tinggal sendirian di usia senja tentunya bukan keadaan yang diinginkan siapa pun. Tapi agaknya ibu Abdi tidak punya pilihan."Oya, tadi katanya mau cari buah?"Pertanyaan Abdi menyadarkan Tiara dari lamunan. Gadis itu buru-buru mengangguk. Entah berapa lama mereka berhenti di tempat itu gara-gara pertanyaan boleh menginap atau tidak."Ayo, di mana toko buahnya?" kata Tiara kemudian.
Read more
Perkenalan
INSIDEN kecil di toko buah rupanya membuat posisi Tiara menjadi sulit. Perempuan yang dipanggil Eneng oleh Abdi tadi ternyata benar tunangan pemuda itu.Nama asli perempuan tersebut Atisaya. Sebuah kata dalam bahasa Sunda Kuna yang berarti 'sosok yang sangat cantik'. Ia biasa dipanggil Ati. Namun khusus Abdi dan kedua orang tuanya memanggil Eneng."Kamu nggak kejar dia sih? Dia marah tuh," kata Tiara setelah Abdi menceritakan dengan singkat.Meski terdengar sebagai ucapan penuh kepedulian, namun Tiara menyampaikannya dengan nada tidak enak. Diam-diam memang ada rasa kesal dalam dada si gadis mengingat sikap Ati tadi."Tidak usah, tidak apa-apa," jawab Abdi. Boleh saja ia terlihat tenang. Tapi pemuda itu tak dapat menyembunyikan raut cemas di wajahnya."Lagi pula kalau saya kejar dia, nanti Ibu sama siapa? Kan nggak tahu musti ke mana," lanjut Abdi, yang kontan disambut dengan pelototan mata Tiara."Ibu lagi, ibu lagi," sahut si gadis sembari
Read more
Jawaban Mengejutkan
TEPAT pada saat itulah Abdi kembali. Langkah si pemuda sontak terhenti di ambang pintu kamar melihat ibunya disuapi Tiara. Sebentuk rasa aneh seketika berdesir di hatinya.Tiara menyambut kedatangan Abdi dengan senyum manis. Melihat wajah kuyu si pemuda, gadis itu tahu Ati kembali berulah. Sungguh tidak tahu tempat dan waktu, batin Tiara.Abdi berdiri serba salah untuk beberapa saat. Antara merasa tidak enak hati melihat Tiara, atasannya, menyuapi ibunya. Di sisi lain, ia khawatir dianggap tidak sopan jika menghentikan apa yang dilakukan gadis itu."Gimana si Eneng tadi? Kok nggak ikut balik?" Tanpa diduga-duga Tiara bertanya begitu.Mulut Abdi sudah membuka hendak menjawab. Namun suara ibunya sudah mendahului."Sudah atuh, Neng. Soal si Ati mah tidak usah diambil hati," kata ibu Abdi.Tiara hanya manggut-manggut sebagai tanggapan. Ucapan ibu Abdi tadi terdengar sebagai basa-basi biasa saja. Namun Tiara menangkap sesuatu di sana. Seketika se
Read more
PREV
1
...
910111213
...
23
DMCA.com Protection Status