All Chapters of Jungle Love: Chapter 181 - Chapter 190
227 Chapters
Tatapan Cinta
ATISAYA dan Haji Sobirin masuk selepas mengucap salam. Agaknya mereka tadi juga keluar untuk membeli minuman dan makanan, sebab di tangan Atisaya tertenteng beberapa plastik besar.Abdi palingkan kepala ke arah calon mertua dan calon istrinya. Dipaksakannya tersenyum sebagai sambutan bagi kedua orang tersebut. Haji Sobirin langsung mendekat ke bibir ranjang. Sedangkan Atisaya meletakkan bawaannya ke atas lemari besi di samping ranjang pasien, baru bergabung dengan ayahnya kemudian."Kejadiannya di mana, Kang?" tanya Atisaya dengan wajah cemas. Yang ditanya menggeleng lemah. "Nggak ingat. Cuma ingat tadi habis makan siang terus pamitan sama Emak mau ke tempat Andi," sahut Abdi lemah."Padahal belum lama kita ngobrol-ngobrol di mesjid sehabis salat Dzuhur. Eh, tahu-tahu kejadian begini," timpal Haji Sobirin yang juga terlihat cemas, meski tak sekentara Atisaya maupun ibu Abdi."Tapi Akang nggak kenapa-kenapa, kan?" Kembali Atisaya bertanya.
Read more
Beruntung
ENTAH berapa lama Abdi terdiam melongo begitu. Ia baru tersadar pada kekinian setelah Atisaya menjawil tangannya. Seulas senyum buru-buru dikembangkannya untuk menutupi rona kekagetan."Akang ditanyain malah ngelamun, ih!" ujar Atisaya sembari cemberut."Eh, iya, maaf, Neng," sahut Abdi, senyumnya yang lebar menunjukkan deretan gigi rapi."Ini, mau pilih yang mana tadi? Akang mau teh apa susu minumnya?" ulang Atisaya seraya menunjukkan minuman kemasan kotak di kedua tangannya berganti-ganti.Abdi tampak pandangi dua benda di tangan Atisaya berganti-ganti. "Susu saja deh, biar kenyang sekalin," sahutnya kemudian."Oke." Atisaya meletakkan teh kotak ke dalam lemari, lalu tangannya berganti mengambil sebatang sedotan. Dicobloskannya sedotan itu ke bagian atas kotak. Baru kemudian disodorkannya minuman tersebut pada Abdi.Sebelah tangan Abdi terulur hendak menyambut minuman kemasan tersebut. Namun kemudian pemuda itu malah menjerit kesakitan, se
Read more
Suapan Sate
KEBERUNTUNGAN Abdi bertambah ketika Atisaya kembali membawa kabar bagus. Ruang perawatan yang mereka inginkan tersedia. Kebetulan sekali pasien yang tadinya berada di sana sudah pulang.Ukuran ruangannya memang lebih kecil, karena hanya diperuntukkan bagi satu pasien. Namun di sebelah kanan ranjang, tepat di bawah jendela kaca lebar, terdapat sofa panjang bersanding meja rendah. Sedangkan di sisi lain terletak lemari dengan ukuran lebih besar dari ruang rawat inap sebelumnya.Di sudut ada pintu berbahan PVC yang biasa digunakan sebagai pintu kamar mandi. Di balik pintu itu memang terdapat kamar kecil, lengkap dengan bak air ukuran sedang dan kloset jongkok. Sementara di dinding yang berhadapan dengan pasien tertempel televisi layar datar.Dua perawat membawa Abdi pindah ruangan saat itu juga. Atisaya mengikuti dari belakang sembari menenteng plastik-plastik berisi buah, makanan, juga minuman. Letak ruang rawat inap yang baru lebih dekat dengan pintu masuk. Udara
Read more
Permintaan Papa
GELAP malam sudah membayang saat mobil MPV putih milik Pak Wardoyo yang dikendarai Tiara memasuki halaman rumah. Tak seperti biasa, pintu pagar terbuka lebar. Mang Udin duduk-duduk tak jauh dari gerbang bersama seorang tetangga."Kok dibuka, Mang?" tanya Tiara pada tukang kebun keluarganya.Mang Udin buru-buru berdiri lalu mendekat ke mobil. "Kan nanti mau ada tamu, Mbak. Ibu bilang pagarnya dibuka saja, saya disuruh nunggu di sini," jawab Mang Udin."Oh." Hanya itu jawaban Tiara. Tamu yang dimaksud tentulah Budi Wijaya dan istrinya. Ibunya tadi mengatakan acara makan malam antara kedua keluarga bakal diadakan selepas waktu isya.Gadis itu lantas mengucapkan terima kasih pada Mang Udin, mengangguk pada tetangga yang menemani tukang kebunnya itu, selanjutnya memasukkan mobil ke dalam garasi.Baru saja menginjakkan kaki di ruang tamu, Tiara berpapasan dengan ayahnya. Lelaki paruh baya itu sepertinya hendak keluar. Pak Wardoyo langsung hentikan l
Read more
Kecurigaan Mama
TIARA kaget bukan main sewaktu mendapati mamanya berdiri di depan pintu. Gadis itu baru saja hendak keluar kamar untuk menuju ke ruang makan. Kalau lalu lintas bersahabat, Budi Wijaya dan Wieke istrinya bakal tiba dalam kurang-lebih sepuluh menit lagi. "Aduh, Mama ngagetin aja, ih!" pekik Tiara seraya terlangkah mundur beberapa tindak. Dadanya seketika berdegup tidak karuan. Kagetnya bukan alang kepalang. "Mama juga kaget, Tiara," balas Bu Wardoyo tak mau kalah. Tapi kemudian wanita paruh baya itu mendorong puterinya agar kembali masuk ke dalam kamar. Pintu ditutupnya rapat. "Ada apa sih, Ma? Bukannya Om Budi sebentar lagi sampai?" tanya Tiara keheranan. "Mama cuma mau tanya satu hal. Sebentar saja," jawab Bu Wardoyo sembari memastikan pintu sudah tertutup. "Soal apa?" Tiara sebetulnya sudah dapat menebak, namun ia butuh kepastian. "Soal hubungan kamu sama Ryan," jawab Bu Wardoyo, yang disambut helaan napas Tiara.  "Papa barusan k
Read more
Ada yang Aneh
"Eh, Ryan sedang sibuk, ya? Saya baru sadar kalau dia tidak ikut malam ini," tanya Bu Wardoyo, yang segera membuatnya mendapat tatapan tajam dari suaminya.Yang ditanyai tampak saling pandang sesaat. Dari tempatnya duduk Tiara dapat menangkap ada sesuatu yang berusaha disembunyikan pasangan Budi dan Wieke Wijaya. Namun gadis itu hanya memperhatikan dengan perasaan geli.Di dalam hatinya Tiara jadi membatin, jangan-jangan Ryan sendiri sudah menceritakan putusnya hubungan mereka kepada orang tuanya? Kalau memang iya, tentu itu lebih baik."Iya, Bu. Katanya sedang mengurus pembukaan usaha baru, dan rencana makan malam kita ini berbenturan dengan agenda dia. Makanya, dengan sangat menyesal sekali Ryan izin tidak bisa ikut," jawab Wieke Wijaya kemudian, tampak sekali wanita itu berusaha menutupi perasaan tidak enak yang seketika menyembul."Oh, ya sudah, tidak apa-apa kalau begitu. Anak laki-laki memang harus rajin bekerja," timpal Pak Wardoyo dengan nada meng
Read more
Kabar Buruk
BEGITU panggilan tersambung, Tiara kaget sekaligus malu karena yang menjawab bukan Abdi. Yang terdengar suara perempuan, tapi gadis itu yakin betul bukan ibu Abdi. Tiara tak pernah mendengar suara itu sebelumnya.Seketika rasa penasaran bercampur cemburu menggerayangi Tiara. Siapa perempuan yang memegang handphone Abdi itu? Mungkinkah Atisaya? Tapi Tiara masih ingat betul suara tunangan Abdi tersebut, dan ia yakin ini bukan Atisaya.“Halo? Mau bicara sama Abdi, ya?” pertanyaan perempuan di seberang panggilan membuyarkan monolog di dalam kepala Tiara.“I-iya, Mbak. Abdi di mana, ya?” sahut Tiara dengan kegugupan yang tak mampu ia redam.“Abdi sedang dirawat di rumah sakit. Kemarin dia mengalami kecelakaan....”Tiara tak dapat menangkap apa kelanjutan ucapan dari bibir perempuan di seberang telepon. Ia merasakan kepalanya tiba-tiba saja puyeng, keseimbangannya seolah lepas sehingga tubuhnya nyaris jatuh terduduk.
Read more
Kunjungan Pardi
SESUAI yang ia janjikan pada Tiara, pagi-pagi sekali Pardi sudah membawa mobilnya keluar rumah. Sebelum berangkat, pada Minah istrinya lelaki tersebut menceritakan apa yang diceritakan padany oleh Tiara kemarin.Seperti halnya sang suami, Minah juga sampai pada kesimpulan jika Tiara tengah jatuh cinta pada Abdi. Sebagai sesama perempuan, Minah tentu dapat membaca gerak-gerik dan sikap Tiara pada Abdi selama mereka berdua berada di rumah Batang."Kalau Mbak Tiara beneran seneng sama Abdi, kira-kira sama Bapak dan Ibu dikasih izin nggak ya, Mas?" tanya Minah pada suaminya saat mereka sarapan tadi."Ya nggak tahu, kok malah tanya aku?" sahut Pardi asal, menirukan jawaban seorang tokoh politik terkenal yang sering dijadikan meme. "Tapi yang jelas Abdi itu sudah punya tunangan. Kalau nggak salah segera menikah dalam waktu dekat.""Waduh!" seru Minah tanpa bisa ditahan-tahan. Kekagetannya demikian nyata."Kenapa memangnya? Kok malah kamu yang kaget mende
Read more
Kegelisahan Abdi
ATISAYA keluar dari dalam kamar mandi dengan ekspresi kaget. Gadis itu tak menyangka ada orang lain di dalam ruang rawat inap selain Abdi. Namun dengan cepat ia tutupi kekagetan tersebut dengan satu senyum ramah. Abdi cepat tanggap, memperkenalkan Pardi pada tunangannya yang tengah melangkah ke tepi ranjang pasien. Meski untuk itu ia harus sangat hati-hati memilih kata-kata agar Atisaya tidak menduga yang bukan-bukan. "Ini Mas Pardi, kenalan Akang...." "Teman di Jakarta," sambar Pardi, yang agaknya tahu kebingungan Abdi dalam memilih kata-kata. Terbukti kemudian prakarsa tersebut mujarab, sempat Atisaya tidak mempertanyakan lebih lanjut hubungan pertemanan di antara dua lelaki tersebut. "Kebetulan sedang ada tugas ke Jawa Tengah, jadi sekalian mampir ke sini sewaktu dapat kabar Abdi kecelakaan," tambah Pardi seraya mengedipkan sebelah matanya ke arah Abdi. "Oh, iya," sahut Atisaya yang kebingungan sendiri hendak menanggapi bagaimana. "Saya Ati
Read more
Saran Pardi
SUASANA berubah hening. Baik Abdi maupun Pardi sama-sama tercenung. Masing-masing sibuk dengan pikirannya sendiri-sendiri. Kopi yang dibawa Atisaya kemudian menjadi penghangat kebisuan yang melanda dua lelaki di ruang rawat inap itu.Setelah mengucap salam dan memberi senyum, tanpa banyak kata Atisaya larut dalam kesibukan memindahkan kopi yang ia beli. Abdi hanya memandangi gerak-gerik tunangannya itu dengan tatapan mata. Sedangkan Pardi terlihat memejamkan mata, bersandar pada sofa.Dalam lemari besi di sebelah ranjang pasien terdapat beberapa gelas, sengaja disediakan pihak rumah sakit bagi pasien yang dirawat. Kopi dipindahkan dari bungkusan plastik ke dalam gelas-gelas tersebut. Lantas dihidangkan pada Pardi dan Abdi."Kopinya diminum, Mas Pardi. Mumpung masih panas," ujar Atisaya saat meletakkan gelas kopi untuk Pardi ke atas meja rendah di sebelah sofa.Pardi tergeragap, agaknya kaget oleh panggilan itu. Buru-buru ia tegakkan posisi tubuh, dan meng
Read more
PREV
1
...
1718192021
...
23
DMCA.com Protection Status