All Chapters of The Blue Blood: Chapter 81 - Chapter 90
93 Chapters
Ch. 81 Tolong (2)
Darmawan terpekur di mejanya selepas kepergian chief residen itu. Hatinya bergejolak luar biasa. Dua sisi hatinya saling berperang. Di satu sisi sebagai ayah dia tentu ingin anaknya baik-baik saja dan di sisi lain, sebagai laki-laki ia bisa melihat bahwa sosok Yosua Leo Suteja itu mempunya cinta yang begitu luar biasa untuk mereka.Sangat kejam rasanya memisahkan mereka setelah apa yang sudah Yosua perjuangkan untuk memberi cucunya nama baik. Yosua mengorbankan diri agar cucunya tidak lahir dengan aib. Entah mengapa meskipun belum bertemu secara langsung dengan bocah itu, tetapi Darmawan sudah sangat yakin bahwa Bella memang benar-benar cucunya.“Aku harus bagaimana?” Darmawan mengusap wajahnya dengan kedua tangan, pikirannya benar-benar kalut. Dia kembali dihadapkan dengan pilihan yang sulit, pilihan yang membuat dia kembali takut mengambil keputusan yang salah dan berakibat fatal untuk Ken kedepannya.‘... setidaknya, jika tidak bisa membahag
Read more
Ch. 82 Kita Perlu Bicara!
"Sa, sebenarnya ada apa?"Elsa yang tengah mengupas jeruk sontak melonjak. Dari nada yang keluar itu, dia tahu betul bahwa mamanya sedang dalam mode serius. Ia sontak menghela nafas panjang, tidak ada yang boleh tahu kecuali dia dan suami, dan tentu saja keluarga Wijaya. "Tidak ada, Ma. Hanya saja Bang Yos tiba-tiba pengen pindah dari sini begitu selesai pendidikan. Entah mau kemana belum dibahas lagi." Keringat dingin langsung mengucur di tubuh Elsa, mana Yosua sedang di rumah sakit, harus jawab apa dia nanti? "Pindah? Apa alasannya? Rumah kalian gimana?" Anak dan menantunya ini sudah punya rumah dua lantai yang lengkap seisinya dan malah mau pindah? "Mau dijual sama Bang Yos, pelan-pelan lah nanti." Elsa menyuapkan jeruk itu ke dalam mulut. Dia dapat libur berkat surat sakti dari dokter Ridwan. "Terus kenapa Bella harus ikut Mama?"Ah  ... Kepala Elsa mendadak pusing, dia tahu betul mamanya ini tidak akan berhe
Read more
Ch. 83 Masih Cinta?
“Jadi apa yang ingin Anda bicarakan dengan saya, Dokter?”Elsa menatap sosok itu, tampak sangat terlihat mata itu sembab dengan kantung mata yang sangat tidak enak di pandang, membuat Elsa sedikit risau kalau masalalu dia bersama Ken yang hendak di bahas oleh wanita itu.Tampak sosok itu melepaskan kacamatanya, menghirup udara banyak-banyak lalu membalas tatapan mata Elsa yang sejak tadi tidak lepas memandangi sosok yang ada di hadapannya.“Kita rileks saja ya,” desisnya sambil tersenyum getir, “Aku sudah mempersiapkan dokumen-dokumen untuk gugatan ceraiku, Sa.”Elsa terbelalak, dia hendak mengajukan gugatan cerai? Tapi kenapa? Elsa tertegun di tempatnya duduk, membuat senyum itu kembali menghiasi wajah mendung itu.“Kaget? Jangan khawatir, ini semua bukan karena kamu, Sa.” Tampak Tania melepas snelli-nya, kembali serius pada obrolan mereka di dalam ruangan ini. “Kemarin papa Darma sudah menceri
Read more
Ch. 84 Keputusan
Elsa mendekap erat tubuh mungil itu dalam pelukannya. Yosua menatapnya dengan tatapan sedu, matanya sudah memerah. Tidak akan ada lagi yang rela menunda waktu tidurnya hanya untuk menunggu Yosua pulang. Setidaknya sampai kemudian satu tahun ke depan. Yosua akan sangat merindukan tangan kecil yang selalu bergelayut manja di lehernya, menganggu tidur paginya jika gadis kecil itu bangun lebih dulu.“Nggak boleh nakal ya sama Oma,” bisik Elsa sambil terisak, “Nanti kalau mama-papa sudah beres semua urusannya, mama sama papa bakalan langsung nyusul kamu ke sana.”Yosua menyusut air matanya, sungguh ia benci situasi ini. Tetapi dia tidak akan biarkan Bella bertemu Ken. Tidak untuk sekarang. Tampak Elsa kemudian menyodorkan Bella padanya, membuat Yosua langsung merengkuh tubuh itu dan mendekapnya erat-erat.Ia menangis tanpa suara, karena jika Yosua terisak, bisa dipastikan Bella akan langsung menangis heboh. Sebuah keputusan yang cukup berat da
Read more
Ch. 85 Berdamai Dengan Takdir?
"Temui saja dia, kalian perlu bicara baik-baik empat mata."Elsa yang tengah menyeruput minuman collagen sontak terbatuk-batuk, Yosua hanya melirik sekilas, meraih cangkir kopi dan menyesapnya perlahan-lahan. "Abang serius? Tapi untuk apa?" Elsa meletakkan gelasnya, fokus pada suaminya yang sudah rapi dengan setelan scrub warna biru muda. "Tentu." Yosua balas menatap sang isteri. "Aku tidak memungkiri di antara kalian ada Bella, meskipun sekarang aku tidak berkenan dia bertemu Bella, tapi bagaimana pun suatu saat nanti Bella harus tahu bahwa ayah kandungnya adalah Ken, bukan aku, Sayang."Elsa tersenyum, bangkit dan duduk di sisi Yosua. Ia melingkarkan tangannya di perut Yosua. Kenapa makin lama dia makin cinta? Bukan salah Elsa, bukan kalau kemudian dia begitu mencintai Yosua? "Mau mengantarku?" Tawar Elsa sambil menatap Yosua. "Tentu, tapi aku tidak mau bertemu dengannya. Cukup kamu sendiri ke dalam dan bicara denga
Read more
Ch. 86 Damai
Ken menatap nanar sosok itu, sedetik kemudian ia menghambur memeluknya, mendekap erat tubuh yang selama dua tahun ini begitu dia rindukan. Tubuh ini masih begitu hangat, yang mana artinya ini asli, bukan fatamorgana atau ilusi semata. Ini benar sosok yang begitu Ken rindukan! Ini Elsa-nya. Ken terisak, membuat Elsa menepuk punggung laki-laki itu dan membawanya menuju sofa yang ada di sana. Mendudukkan laki-laki itu dan melepaskan pelukan itu. "Sa, aku benar-benar minta maaf atas kejadian kemarin. Kamu nggak apa-apa, kan?" Tanya Ken dengan cucuran air mata. Elsa tersenyum, ia hanya mengangguk pelan dan menatap lurus ke dalam mata itu. Ada setitik perasaan iba dalam hati Elsa, namun ia sudah bertekad bahwa hubungan mereka memang sudah cukup sampai di sini, ada orang lain yang Elsa prioritaskan dan sekarang orang itu bukan Ken! "Sa... Please aku mohon, ceraikan dia! Menikah sama aku, mau kan?" Ken meraih tangan Elsa, meng
Read more
Ch. 87 Damai (2)
"Aku harap kamu cepat pulih, cepat pulang. Pasien kamu pasti udah kangen."Ken mengangkat wajahnya, menatap Elsa yang tersenyum begitu manis di hadapannya. Senyumnya ikut tersungging, ia lantas mengembalikan ponsel itu pada sang pemilik. "Boleh tinggalkan nomor ponselmu di kertas? Ponselku hancur kemarin."Elsa mengangguk perlahan. Tentu, sesuai kesepakatan panjang lebar yang sudah mereka bicarakan tadi, tentu kedepannya dia dan Ken perlu banyak berkomunikasi guna membahas perihal Bella. "Mana kertas? Akan aku tulis."Ken bangkit melangkah ke nakas yang ada di sebelah ranjangnya. Meraih selembar kertas dan pulpen yang langsung dia serahkan pada Elsa. Tampak Elsa langsung menuliskan dua belas digit nomor ponselnya di kertas itu, lalu menyerahkannya kembali pada Ken. "Aku pamit, sudah terlalu lama aku di sini dan aku rasa kamu perlu istirahat, bukan?" Elsa meletakkan plastik yang dia bawa di meja, bangkit dan bersiap melangka
Read more
Ch. 88 Bicara Apa?
“Kalian bicara apa, tadi?” tanya Elsa ketika dia sudah berada di dalam mobil bersama sang suami.Yosua tersenyum, membawa mobil itu bergegas pergi dari halaman klinik milik psikiater itu. Tampak isterinya itu begitu penasaran, membuat Yosua sengaja tidak menjawab apa yang sang isteri tanyakan kepadanya.“Kamu ingin tahu saja atau ingin tahu banget?” goda Yosua yang langsung mendapat gebukan gemas dari sang isteri.“Serius, Bang! Kalian nggak baku hantam lagi, kan?”Hanya itu yang Elsa khawatirkan. Mereka macam kucing dan tikus, setiap bertemu pasti baku hantam. Terlebih dengan kondisi Ken yang seperti itu, dia sangat tidak stabil emosinya, membuat Elsa khawatir laki-laki itu kembali nekat dan perkelahian itu kembali terjadi.“Apakah aku nampak seperti orang yang habis terlibat baku hantam?”Elsa kembali menatap wajah itu, memang tidak nampak, tapi tidak ada salahnya kan kalau Elsa menanyakan ha
Read more
Ch. 89 Bahagia?
Sungguh, setelah kedatangan dua orang tadi, hati Ken menjadi lebih tenang. Pikirannya lebih jernih. Seolah-olah semua beban yang dia pikul selama ini melebur sudah. Dan jangan lupakan obat-obatan yang diresepkan Gilbert untuknya, konseling yang selalu Gilbert lakukan untuk perlahan-lahan menyembuhkan dirinya, semua bekerja sangat baik. Ternyata benar, ikhlas adalah kunci dari semua masalah Ken. Ken hendak memejamkan matanya ketika pintu kamarnya terbuka. Ia mengerutkan kening seraya melirik jam dinding yang tergantung di tembok. Pukul delapan malam, siapa lagi yang hendak mengunjungi dirinya? Sosok itu muncul dari balik pintu, tersenyum dengan wajah yang nampak lelah. Dia lantas melangkah mendekati ranjang Ken, duduk di kursi yang ada di sebelah ranjang Ken dan meletakkan bungkusan yang dia bawa di nakas meja. “Maaf, aku baru bisa mengunjungimu.” Gumamnya lirih. “Nothing, Tan. Aku tahu kamu sibuk, aku tidak mempermasalahkannya.” Tania
Read more
Ch. 90 Lepas
Tania tersenyum, sekali lagi –entah sudah yang keberapa kali, ia menyeka air matanya dengan jemari. Sosok itu masih menggenggam erat tangannya, dan dia juga tidak berniat menyingkirkan atau melepaskan tangan itu. Ia ingin menikmati momen ini, yang mana mungkin akan menjadi momen terakhir mereka begitu dekat macam ini.“Aku benar-benar minta maaf, Tan. Maaf aku hanya hadir untuk menyakitmu. Aku lakukan ini agar aku tidak lagi menyakitimu.” Desis Ken lirih, mungkin ini kejam, tapi Ken takut dengan tetap bersatunya mereka malah hanya akan menyakiti Tania makin dalam.“It`s okay, Ken. Aku mengerti.” Tania menghirup udara banyak-banyak, sungguh dadanya sangat sesak sekali.“Biar nanti aku yang ketemu papa, biar aku yang bilang semua sama papa. Aku siap dengan segala resikonya, Tan.”“Untuk itu, tunda lah dulu, Ken. Fokus pada kondisimu, setelah semuanya beres, baru kita bicarakan perihal ini kedepan mau bagaimana
Read more
PREV
1
...
5678910
DMCA.com Protection Status