All Chapters of Jodi Ruman: Chapter 41 - Chapter 50
72 Chapters
NONTON LIVE
Benarkah cinta mengubah seseorang menjadi bodoh dan dungu? Jika iya, berarti Afi sudah terjangkit.Definisi bodoh dan dungu yang Afi rasakan adalah ketika dia menuruti permintaan Egi untuk menyuapinya makan mie. Selain itu, dia juga tunduk dan patuh ketika Egi memintanya membasuhkan tangan yang kotor akibat perbuatan binal bersama wanita lain.“Nanti malam buatkan mie lagi, ya,” pinta pria itu ketika Afi menggosok tangannya menggunakan sabun cair.Afi mengangguk saja. Tidak ada keinginan untuk menolak ataupun mengabaikan. Sayangnya, dia tidak bisa mengukir senyum setipis pun. Hatinya terlalu perih untuk biaa mencetak senyuman.“Are you okay?” tanya Egi sambil memeluk Afi dari belakang. Kedua tangannya selesai dibasuh dan dikeringkan. Namun, posisi mereka masih di depan wastafel toilet dapur.“Iya.” Afi menjawab seadanya sambil menatap pantulan dirinya dan Egi di balik cermin.“Kamu merasa dikhianati?
Read more
TELEPON DAN TAMU
Afi sedang membaca novel di teras depan rumah ketika HP-nya berdering. Panggilan dari Dian, abangnya.“Halo, Bang!” sapanya tanpa melepaskan buku yang terbuka.“Kamu jual mobil, Dek?” tanya Dian to the point. Terdengar nada shock dalam suaranya.Afi mengiakan dengan tenang. “Abang tau dari mana?”Dian menyebutkan situs jual-beli barang bekas yang mewadahi iklan mobil Afi kemarin. “Kenapa, Dek? Kamu butuh uang? Mobilnya udah laku?”Afi baru ingat kalau dia belum menghapus iklan itu. Pantas saja hingga saat ini masih banyak yang menanyakan soal mobilnya.Afi menggaruk kepala. Bingung harus menjawab apa.Kalau dia mengatakan mobilnya sudah laku dan uangnya digunakan untuk tambahan membeli rumah, Afi yakin Dian akan mengontrol rumah itu. Sayangnya, rumah itu tidak jadi ditempati karena bujukan Egi. Rumah itu terpaksa diiklankan untuk kontrak atau sewa.Sekarang dia harus menjawab apa?
Read more
PAPAN YANG RAWAN
Afi mengekori ke mana pun Egi melangkah. Pria itu menuju kulkas, dia mengiringi. Masuk toilet, dia pun menunggui. Mencuci mug, dia berdiri di belakang.Sayangnya, meskipun sudah menempel seperti permen karet, Egi tampaknya tidak terganggu sama sekali. Pria itu tetap diam. Bahkan menatap Afi pun enggan.“Saya salah apa?” tanya Afi pada akhirnya. Dia nyaris putus asa menjadi bayang-bayang yang tidak dianggap keberadaannya.Sejak obrolan bersama Dian berakhir, sikap Egi berubah. Dia tidak berbicara sepatah kata pun, baik kepada Afi maupun Dian yang kini beristirahat di kamar tamu. Bahkan dia tidak melirik Afi barang hanya sedetik.Tentu saja Afi menyadari perubahan yang begitu signifikan. Egi yang biasa selalu menempel, tiba-tiba menjauh. Egi yang selalu mengumbar kalimat manis dan membuat hatinya menghangat mendadak bungkam tanpa alasan. Egi yang selalu menatapnya penuh kekaguman kini enggan melakukan kontak mata dengannya.Hanya ada satu
Read more
AKTING TIDAK AKTING
“Udah, dong, Dek. Jangan nangis mulu! Malu sama umur,” ledek Dian setelah memasangkan plester luka untuk mengunci perban yang membalut betis Afi.Setelah terperosok di antara papan yang patah, kaki kanan Afi mendapatkan banyak luka dan memar. Mulai dari mata kaki, betis depan dan belakang, lutut dan pertengahan paha. Luka yang paling parah terdapat di betis depan. Luka itu cukup banyak mengeluarkan darah. Bahkan ada serpihan kayu yang sempat menancap.Dengan semua luka yang didapat tentu saja membuat Afi tersiksa. Dia menangis sepanjang Dian mengobati lukanya. Bahkan ingusnya sampai meler, tidak terkira banyaknya.“Sakit, Bang.” Afi membela diri. Dia tidak akan menangis separah ini kalau lukanya tidak seberapa.“Iya. Abang tau. Tapi, nangismu itu, loh. Kayak anak kecil. Jaga image dikitlah. Udah tua juga.”“Sakit kayak gini mana bisa peduliin image dan usia, Bang. Ini kakiku udah kayak mau copot aja rasanya
Read more
SURYANI BAGASKARA
“Mbak Afi!” pekik Ani dengan mata terbelalak. Sapu di tangannya dilempar begitu saja. Dia berlari menuruni tangga teras untuk membantu Dian yang memapah Afi berjalan.“Mbak kenapa? Kok, bisa kayak gini?” tanyanya sambil memindai kaki Afi. Dimulai dari paha sampai ujung kaki yang sudah tidak memakai sendal.Baru saja Afi hendak menjawab, suara lain yang jauh lebih besar dan sedikit serak menginterupsi perhatiannya. “Oleh-oleh dari mana itu?” tanya pria itu sambil menuruni tangga tergesa. Raut wajahnya tidak santai sama sekali. Gurat kekhawatiran menghambur di mana-mana.Sama seperti yang dilakukan Ani, pria itu memindai kaki Afi penuh ketelitian saat mereka berhadapan. Bedanya, Egi memindai mulai ujung kaki hingga paha.“Jadi ini alasan kamu enggak jawab pertanyaan saya di telepon?” Egi mulai menyerang Dian yang mengangguk apa adanya.Egi membuang napas sambil meraup kasar wajahnya. Sebenarnya dia ingi
Read more
BARANG TEMUAN
“Mas cuma mau kasih tau kalau malam ini Mas nginap di rumah Om Egi. Afi lagi sakit.” Dian sedang menelepon istrinya sambil mengelus kepala Afi yang sudah tertidur.“Loh? Sakit apa, Mas?” Suara wanita di seberang sana terdengar cemas.Dian menceritakan kronologi kejadian versi dirinya. Banyak bagian yang miss karena dia sendiri tidak menyaksikan bagaimana kaki Afi bisa terperosok di papan kayu. Dia juga tidak sempat menanyakan apa pun kepada Afi terkait penyebab pasti patahnya papan.“Aku boleh ke sana enggak, Mas? Aku pengin jenguk,” rengek wanita di seberang sambungan.“Jangan, Sayang!” Dian melarang dengan lembut. “Udah malam. Mending kamu istirahat aja.”“Kalau gitu besok boleh, ya.”“Iya.”“Terus sekarang Afinya gimana? Udah mendingan?”Dian melirik adiknya yang tertidur dengan mulut sedikit terbuka. Kernyitan tipis di dahinya me
Read more
PERTANYAAN PREDIKSI
Afi meringis sambil mencengkeram lutut yang membentang lurus. Badannya bengkok ke kanan dalam keadaan tegang.“Perih banget, Bang,” keluhnya dengan mata terpejam erat.“Namanya juga luka, Dek. Ya, pasti perih, lah, kalau dikasih obat merah.”Dian bukan tipe pria yang akan mengumbar kata-kata prihatin untuk menenangkan istri atau adiknya yang sakit atau terluka. Dia memilih melontarkan kalimat realistis agar mereka sadar bahwa keluhannya sia-sia.Lagipula tidak ada gunanya mengumbar kata seperti ‘bertahanlah’ atau semacamnya. Menurutnya, kata sejenis itu tidak akan membawa dampak apa pun bagi orang yang sedang kesakitan.“Ya, Abang pelan-pelan, kek, ngolesnya. Jangan ditekan-tekan kayak gitu,” protes Afi.“Enggak ada yang nekan, Fidyana Rosmalina .... Ini Abang ngolesnya udah selembut mungkin, loh! Kamunya aja yang lebay.”Dian tetap fokus memoles obat merah di permukaan luka
Read more
KELUHAN PENGACARA
Banyaknya pertanyaan yang masuk tidak membuat Egi kebingungan untuk menjawabnya. Hanya saja, dia perlu waktu menyusun kalimat yang jelas dan lugas agar ke depannya tidak menimbulkan kesalahpahaman. Itulah sebabnya dia menggumam panjang sambil menggaruk pelipis.“Kalau soal--”“Dek!”Perhatian Egi dan Afi bermigrasi ke pintu. Dian melongokkan kepalanya di celah pintu yang tidak terbuka lebar.“Abang tinggal sebentar enggak apa-apa, ‘kan? Kakak sama keponakan kamu minta jemput. Katanya mau nengokin kamu juga.”‘Kakak’ berarti istri Dian. Afi hanya memiliki satu abang, yakni Dian. Afi terbiasa memanggil istri abangnya dengan sebutan ‘Kakak’. Menurutnya, panggilan ‘Mpok’ terkesan terlalu tua untuk perempuan yang usianya hanya beda beberapa bulan darinya.Afi segera mengangguk. Berharap bahwa abangnya bergegas pergi. Dia sudah tidak sabar ingin mendengar jawaban dari se
Read more
MENGHAPUS KESALAHAN
Rentetan rasa sesal dan keluhan yang dicetuskan Egi membuat Afi terpangah. Bukan karena dia tidak menyangka kalau dosanya sebanyak itu. Namun, dia lebih terkejut karena ternyata Egi seekspresif itu mengungkapkan emosi. Cenderung menyerupai wanita.“Kalau saya minta maaf, apa kamu bisa maafin?” tanyanya ragu.“Kok, kamu nanyanya kayak gitu? Kayak enggak serius gitu pengin minta maaf.”Benar, ‘kan? Dia seperti wanita yang sedang merajuk.“Saya tanya kayak gitu karena saya pikir kesalahan saya mungkin enggak bisa dihapus hanya dengan kata maaf.”“Memangnya kamu sadar kalau itu salah?”Afi terdiam sejenak. Raut mukanya tetap tenang. “Awalnya enggak,” ungkapnya jujur.“Nah, ‘kan? Kalau gitu ngapain minta maaf kalau enggak merasa salah? Percuma!”“Berarti benar, ‘kan, kalau kesalahan saya enggak bisa dihapus hanya dengan permintaan maaf?&r
Read more
DEAL, TIDAK ADA NEGO
Jika momen mendebarkan dan menyulut api gairah diinterupsi, kelanjutannya tidak akan sama lagi. Meskipun debaran masih ada, tapi api gairahnya telah padam. Tergantikan oleh tawa geli, bercampur sesal dan malu.Ya, bagaimana tidak malu jika bercumbu, tapi dipergoki pembantu? Namun, insiden barusan merupakan pembelajaran. Jika ingin sosor-menyosor, kuncilah pintu terlebih dahulu.“Saya sebenarnya mau lanjut, tapi kamu belum sarapan. Takutnya kalau disedot terus, kamu malah semaput gara-gara kehabisan tenaga,” kata Egi yang tentu saja hanya bercanda.Afi hanya menanggapinya dengan tawa. Membiarkan Egi keluar sebentar dan membawa masuk rak troli stainless berisi ragam menu sarapan. Mulai dari yang sweet sampai savory, berkabohidrat hingga junk food.“Banyak banget,” komentarnya sambil tertawa. “Kita cuma mau sarapan berdua, loh. Bukan makan siang sekeluarga besar.”“Saya enggak tau kamu lagi pengin makan apa. O
Read more
PREV
1
...
345678
DMCA.com Protection Status