All Chapters of I'm Hold You: Chapter 21 - Chapter 30
97 Chapters
Terbaik
Melinda mengerjapkan matanya, cahaya yang menyapa retinanya sedikit menyilaukan dan membuat ia memekik kecil karena sorot itu sedikit menyakiti mata. Ia mencoba memperoleh kembali kesadarannya. Dan perlahan-lahan dia mulai ingat semuanya.Dia tengah menjalani operasi pengangkatan satu indung telurnya tadi, dan ruangan ini ... ini pasti ruang yang sering diceritakan sang suami, ruangan yang digunakan untuk mengobservasi para pasien selepas menjalani tindakan operasi."Sayang!"Melinda menoleh, tersenyum penuh haru ketika mendapati sang suami sudah berdiri dengan pakaian serba hijau dan penutup kepala."M-mas ...," panggil Melinda dengan suara yang hampir tidak terdengar.Bima melangkah, mendekati ranjang di mana Melinda berbaring dengan beberapa alat medis yang masih menempel di tubuhnya."Akhirnya kamu sadar juga, Sayang. Jangan khawatir, semuanya baik-baik saja!" nampak mata Bima berkaca-kaca membuat tangis Melinda ikut pecah.Melind
Read more
Prasangka
"Mulai sakit?" Bima tersenyum getir, mengelus lembut kepala sang isteri yang nampak beberapa kali mengernyit pedih itu. Dia tahu, pasti pengaruh anestesinya sudah hilang, jadi rasa sakitnya mulai terasa. "Iya Mas, perih banget." jawab Melinda dengan mata memerah, wajahnya nampak pucat. "Masih bisa tahan? Kalau enggak nanti biar aku telepon dokter Hen, konsul minta naik dosis obat anti nyerinya, Sayang."Melinda hanya membalas dengan anggukan kepala. Memejamkan matanya kembali dan menikmati pedih yang kini membelenggu dirinya. Bima kembali tersenyum getir, ia ikut merasakan sakit dan pedih itu walaupun dia sama sekali tidak terluka atau apapun itu. Melihat sang istri pucat dan sesekali menitik air mata membuat hati Bima benar-benar pedih. "Tidurlah, biar Mas jagain kamu." bisik Bima lirih, mengelus dan mendaratkan kecupan di dahi sang isteri. Dengan susah payah Melinda membuka mata, tersenyum dan mengangguk. Bima kembali mend
Read more
Tidak Mungkin!
"Loh, Pa? Nggak sarapan?" Anita terperanjat ketika Andi hanya mengecup keningnya sekilas lalu melangkah pergi tanpa duduk dan sarapan terlebih dahulu. "On call, Ma. Duluan ya?" Andi terus melangkah, sedikit tergesa meraih gagang pintu dan melesat keluar. Anita mengerutkan kening, sepagi ini? Tapi bukan suatu hal yang aneh. Puluhan tahun jadi isteri dari Andi, dia sudah paham segala macam kebiasaan dan tanggung jawab suaminya sebagai dokter. Anita menghela nafas panjang, kembali meraih cangkir dan menyesap isinya. Sementara itu Andi sedikit tergesa membawa mobil itu menuju rumah sakit. Ia ingin segera sampai ke perina. Melihat bayi mungil itu dan menemui ibunya. Tapi sopankah jika tau-tau Andi bertanya siapa bapaknya pada Levina? Dia bukan saudara, bukan siapa-siapa Vina. Lantas jika memang kemudian Andi berani bertanya dan Vina balik bertanya apa urusan Andi ingin tahu siapa bapak dari anaknya, Andi harus menjawab apa? "Ah ... tida
Read more
Rela?
"Gimana, Ma?" tanya Vina dengan penuh harap ketika sang mama kembali dari mengunjungi Anetta. "Nanti mau dikonsulkan dulu sama dokternya, ya?" Ani tersenyum, mengelus kepala Vina yang nampak duduk di tepi ranjang dengan wajah sesekali mengernyit. Vina menghela nafas panjang, mengangguk tanda mengerti lantas perlahan-lahan mencoba turun dari ranjang. "Hati-hati, Vin! Bener udah kuat?" nampak wajah Ani begitu khawatir, takut kalau-kalau anak gadis kesayangannya itu sampai kenapa-kenapa. "Kuat, Ma. Vina mau coba buat jalan pelan-pelan." tentu Vina harus mencoba, nanti sore dia sudah boleh pulang! Masa iya dia hanya mau berbaring saja di atas kasur? Ani mengangguk, dengan sabar dan telaten membantu Vina turun dan melangkahkan kakinya perlahan-lahan. Dia senang Vina sudah diizinkan pulang, tapi yang jadi masalah adalah Anetta belum diizinkan pulang! Dia masih harus dalam pengawasan ketat untuk memastikan bahwa organ-organ d
Read more
Aku Ingin ....
"Kamu ingin aku menikah lagi? Kamu rela aku menikah lagi?"Melinda tercekat dengan air mata tertahan. Dia sendiri tidak bisa menjawab dan memutuskan pertanyaan yang dilemparkan sang suami ke padanya, jawaban dari pertanyaan yang tadi Melinda paksa Bima menjawab. Apakah dia rela dan ikhlas membiarkan suaminya menikah lagi? Apakah dia ingin Bima menikah lagi hanya untuk mendapatkan keturunan? Hati Melinda bergejolak, berkecamuk luar biasa dengan pertanyaan yang tadi Bima lontarkan kepadanya. Bima mempererat genggaman tangan Melinda. Tersenyum lantas mencolek pipi sang isteri yang nampak berkaca-kaca itu. "Nggak bisa jawab, kan? Jadi tolong nggak usah tanya macem-macem, oke?"Melinda menatap nanar lelaki di hadapannya, bukan salah Melinda kalau dia ingin tahu jawaban dari pertanyaannya tadi, bukan? Tapi kalau harus menjawab pertanyaan yang balik Bima lontarkan kepadanya, jujur Melinda belum bisa menjawabnya! Isteri mana
Read more
Ingin Apa?
"Apa yang kamu harapkan dengan pertemuan itu?"Vina menatap sang mama tanpa kedip. Sebuah pertanyaan yang membuat Vina tercengang seketika. Apa yang Vina harapkan? Sejujurnya Vina juga tidak tahu. Dia belum ada rencana yang hendak dia lakukan andaikata dia benar-benar bertemu dengan lelaki yang sudah menanamkan benih di rahimnya. Yang  Vina tahu, untuk saat ini Vina ingin bisa menjawab pertanyaan Anetta kelak jika dia bertanya perihal siapa ayahnya. Sesederhana itu sebenarnya. "Vi-Vina ... Vina ingin ...," Vina tidak mampu melanjutkan kalimatnya, air mata sudah mengambang di pelupuk matanya, membuat suara Vina tercekat di tenggorokan. "Ingin apa? Meminta dia bertanggung jawab atas Anetta?" Ani masih menatap tajam anak perempuannya, tidak semudah itu! Ani tahu betul itu. "Ya kalau dia masih lajang, Vin. Kalau ternyata dia sudah punya keluarga apa yang akan kamu lakukan?" desak Ani yang ingin tahu apa alasan Vina ingin me
Read more
Pulang
"Yakin sudah berani pulang?" Bima sepulang praktek langsung bergegas menemui sang isteri, sudah tiga hari Melinda di rawat di sini, dan dokter sudah mengizinkan Melinda pulang per sore hari ini. "Sudah, Mas. Lagipula nggak enak lama-lama di sini." Melinda sudah bisa duduk dan berjalan pasca operasi yang dia jalani. Bima mengangguk dan tersenyum, tangannya mengelus lembut pipi sang isteri, lalu menarik tubuh itu ke dalam pelukannya. Melinda tersenyum, membenamkan kepalanya di dada sang suami. "Terima kasih sudah mau mengerti dan menerima aku apa adanya, Mas." kembali ucapan terima kasih yang begitu tulus itu keluar dari mulut Melinda. "Sudahlah, yang jelas setelah ini kita harus bersikap normal dan seolah-olah tidak terjadi apa-apa, oke?"Tentu itu yang harus mereka lakukan agar Andi dan Anita tidak curiga dengan apa yang baru saja Melinda jalani dan mereka tutupi dari semuanya. Bima sendiri tidak bisa membayangkan apa yang t
Read more
Pulang (2)
Melinda menatap nanar ruangan yang sudah beberapa hari ini menjadi tempat dia tidur dan menjalani perawatan pasca operasi. Senyum Melinda merekah, ia menghela nafas panjang sebelum kemudian membalikkan badan dan menatap Bima yang nampak sudah berkemas dan memasukkan semua barang milik Melinda ke dalam tas. Nampak berkas-berkas dengan map biru plus nama dan alamat lengkap rumah sakit, tergeletak di atas meja. Berkas yang Melinda tahu betul berisi semua catatan riwayat kesehatan dan terapi apa saja yang sudah dia jalani di sini. "Mas." panggil Melinda yang sontak membuat Bima mengangkat wajah dan menatap sang isteri dengan seksama. "Ya? Kenapa?"Melinda tersenyum, melangkah mendekati sang suami dan menyodorkan tangan kirinya. Membuat alis Bima berkerut, tidak mengerti. "Ah!" Melinda mencebik, "Masa dokter nggak paham, sih?" kembali Melinda mendekatkan punggung telapak tangan kirinya. Bekas jarum infus yang ditutup
Read more
Semua Berubah
"Yeee!!! Mama pulang!"Vina tersenyum ketika melihat betapa gembira anak gadisnya itu. Ia segera turun dari mobil dan menyodorkan plastik putih berisi beberapa kotak susu UHT, permen dan biskuit, pajak wajib setiap Vina pulang kuliah. "Nih, buat besok di bawa sekolah, ya?" Vina mencubit dengan gemas pipi gembul Anetta yang tampak girang menerima bungkusan yang dia sodorkan. "Siap, Mama! Mama sudah selesai sekolahnya?" mata cantik itu membulat, membuat senyum Vina terus merekah melihat betapa lucu gadis tiga setengah tahunnya ini. "Sudah dong! Mama mandi dulu, oke? Habis itu kita main." Vina kembali berdiri, menggandeng tangan kecil itu masuk ke dalam rumah. Sementara Ani berdiri di depan pintu dengan wajah penuh senyum, ia begitu bahagia dengan hidupnya yang sekarang. Kehadiran Anetta benar-benar membuat banyak sekali perubahan dan corak warna di rumah besarnya yang biasanya sepi. Anetta memang anugerah terindah yang Ani mil
Read more
Diam-diam Tersakiti
Bima menghela nafas panjang, pesannya hanya dibaca tanpa di balas sama sekali oleh sang isteri. Dia tahu, Melinda pasti mulai jenuh dengan kesibukannya di rumah sakit. Bukankah sudah Bima jelaskan berkali-kali akan banyak yang berubah dan waktu yang tersita ketika Bima memutuskan untuk lanjut pendidikan spesialis? Pikiran Bima makin ruwet. Tidak hanya memikirkan pendidikannya, dia harus memikirkan juga jawaban-jawaban dan sikap yang harus dia katakan ketika  sang mama papa terus menerus menanyakan sesuatu yang sejak dia menikah dulu terus ditanyakan. Anak! Itu yang mereka terus tanyakan pada Bima dan Melinda. Kapan hamil, kapan memberi mama-papa cucu. Itu yang nerus menerus mereka tanyakan. Terlebih pernikahan Bima dan Melinda sudah menyentuh angka ke tiga tahun."Aku harus bagaimana, ya ampun!" Bima memijit pelipisnya perlahan.Sejujurnya Bima sendiri sudah ingin dipanggil ayah, papa atau bapak. Tetapi ia sadar dan tahu betu
Read more
PREV
123456
...
10
DMCA.com Protection Status