Semua Bab Takdir Yang Tertunda: Bab 31 - Bab 40
143 Bab
Episode 32
"Kalau sudah lihat rekaman ini, terserah kamu mau bagaimana," ucap Careld sambil menyandarkan punggungnya di sofa ruang kerjanya. Ray dengan tergesa melihat ke cctv. Nafasnya terdengar mendengus. "Dia lagi!" geramnya. Giginya gemeletuk menahan marah. Careld hanya mengendikkan bahu ketika mata Ray beralih menatapnya. Dia itu terobsesi sama kamu, Ray. Kenyataanya, dia bisa melakukan apa saja untuk menyakiti orang yang kamu sayang,mungkin, menurut dia, lebih baik tidak ada yang memilki kamu." "Gila! Ray menggeram marah. "Sakit itu namanya!" tukasnya dengan wajah memerah. "Untung kamu nggak jadi nikah sama dia," lanjutnya.  Careld hanya terkekeh. Terdengar suara pintu dibuka. Wajah Dattan nongol dari balik pintu. "Tindakan apa yang mau kamu ambil Ray?" tanyanya seraya menjatuhkan badannya ke sofa di sebelah Careld. "Kalau boleh aku saranin, nggak usahlah bawa-bawa polisi lagi, kita nunggu ingatan Move pulih, untuk membebaskan
Baca selengkapnya
Episode 33
Sudah setengah jam, Ray memperhatikan wartawan yang semakin banyak memenuhi halaman gedung kantornya. Sudah dikerahkan tim keamanan dan juga sempat menyewa beberapa bodyguard, agar para reporter itu tidak menyeruak masuk ke dalam gedung perkantoran. Line telfon berdering terus tiap detik, meminta klarifikasi atas mencuatnya ke media surat kabar gosip Ray Dinata, presdir dari perusahaan pengiriman barang, terlibat skandal dengan mantan karyawannya. Disitu tertera nama Move Herdianata. Entah, perbuatan siapa yang menyebarluaskan gambar dan berita ini di semua media sosial, tentang dirinya dan Move. Teringat akan Move, Ray dengan tergesa menyambar ponselnya, dia ingin memastikan Move tidak jadi perburuan empuk awak media. Tapi baru saja telpon di seberang berbunyi sekali, "Maaf, Pak Ray, para dewan direksi sudah menunggu untuk rapat mendadak." Clarisa, dari balik pintu mengingatkan jadwal rapat darurat hari ini. Ray kembali memencet warna merah dipanggil
Baca selengkapnya
Episode 34
Entah sudah berapa lama, aku tak sadarkan diri. Ketika, aku sadar yang kurasakan adalah gelap, dan bau ruangan yang sepertinya berdebu. Aku mengerjabkan mata, tetap aja gelap. Ruangan ini bukan seperti tempat semula. Apakah aku diculik? Aku gerakan seluruh anggota tubuhku, nggak, aku nggak diikat. Terus, kenapa gelap, apakah aku buta? Akh-hh, pikiranku ke mana-mana. Coba tunggu beberapa saat, mungkin ada yang bisa menjelaskan kondisi ini. Hari mulai bergeser, Ray dan Dattan sudah sampai di rumah sakit, sudah ketemu Careld juga. Namun, sosok Move tidak diketemukan. Perasaan cemas dan khawatir membuat Ray bergerak cepat. Ke dua sahabatnya ditinggal begitu saja di rumah sakit. Sekitar 15 menit, dia memasuki halaman rumah mewah yang sudah sering dulu ia kunjungi. Tak perlu memencet bel, karena si empunya rumah sudah memamerkan senyum mautnya.  Feronika Afarest, Wanita itu seolah sudah tahu kalau Ray akan mencarinya. Dengan sen
Baca selengkapnya
Episode 35
Manik mataku mengerjab liar, mendengar apa yang diucapkan Dattan. Tapi pria itu acuk tak acuh melihat reaksiku. Dengan lincah keluar masuk kamar yang ada di apartemen ini. Ternyata ini apartemen dia. Dari, mengeluarkan koper sampai menata baju, dia lakukan dengan rapi. Kulihat baju-baju perempuan bermerk kelas atas, ia masukkan beserta semua perlatan dalam wanita. Ternyata, semua sudah diatur serapi mungkin. Skenario ini sudah direncanalan dengan baik, tanpa terendus oleh siapapun. Mungkin selama ini, jauh sebelum Ray benar-benar muncul di hadapanku, semua skenario ini sudah ditata serapi mungkin, sebaik mungkin, supaya semua berjalan sesuai rencana mereka. Yang jadi pertanyaan besar di otakku, kenapa harus aku yang jadi target mereka? Aku hanya memperhatikan, apa yang Dattan lakukan. "Tiket sudah aku beli. Pagi ini, kita akan meninggalkan kota ini," ucapnya tanpa melihat aku sama sekali. Masih sibuk dengan mengepak barang  Kali ini, bagian bajun
Baca selengkapnya
Episode 36
Aku menahan nafas sesaat, untuk mendengarkan ucapan Dattan yang belum selesai. Sedangkan Ray, masih dengan kemarahan mutlak, mencengkram kerah baju Dattan. "Katakan, Dattan!" Suara pria yang teramat aku cintai itu menggema di tempat parkiran.  Dattan berusaha melepaskan diri dari cengkraman Ray, ditariknya tangan Ray yang mencengkram kuat lehernya. "Katakan dulu Dattan!" Kembali suara itu menggema. "Aku akan katakan, tapi lepaskan dulu cengkramanmu, aku nggak bisa bernafas." Dengan tersengal, Dattan berkata. Setelah menarik nafas kuat-kuat, dan menghembuskan dalam-dalam, Ray melunak. Cengkramannya pada leher Dattan terlepas. Laki-laki itu mengatur nafasnya yang tersendat karena amarah. Sedangkan, aku hanya menjadi penonton. "Sekarang, katakan, apa alasan kamu mengkhianati aku?" suaranya melemah, ada kelehan yang begitu sangat di wajah tampannya. Dattan menarik nafas panjang, sebelum memulai pembicaraan. "Ap
Baca selengkapnya
Episode 37
Sekitar jam 7 malam, aku merapikan semua pekerjaanku. 5 menit yang lalu, Dattan dan dokter Careld bergantian telpon ke rumah Ray. Mereka menanyakan keadaanku. Di sini, di rumah Muhammad Farhan Raya Dinata, Aku menunggu kepulangannya. Kulirik jam dinding sudah bergeser dari angka 7 ke angka 8. Ada kegelisahan yang menguar di dalam dadaku. Seharusnya dia sudah pulang dari jam 5 tadi, sampai terlambat hampir 3 jam, tapi nggak memberi kabar. Semenit kemudian, terdengar langkah kaki dari luar pintu. Aku buru-buru membukanya. Kulihat sosok tampan itu menampakkan muka kusutnya, muka lelah yang teramat sangat. Kuraih tas kerjanya, bak layaknya seorang istri kepada suaminya. Ray hanya diam saja, mulutnya terkunci seribu bahasa. Aku bisa mengerti, mungkin tadi dia berselisih pendapat dengan orang tuanya. Dan ini berhubungan dengan aku. Kuikuti langkah kakinya dengan ke dua ekor mataku. Ku tarik nafas panjang, melihat sikapnya yang begitu dingin.
Baca selengkapnya
Episode 38
Baru saja Ray membuka pintu mobilnya, sang ayah sudah menyambutnya di depan pintu. Tak dilihatnya mamanya. Dengan gontai Ray berjalan menghampiri ayahnya. "Pa," sapanya lalu mencium punggung lelaki berwibawa itu. "Kamu terlambat, Ray, dia sudah pergi," ucapnya sambil menjajari putra semata wayangnya itu. Ray seketika menghentikan langkahnya, menatap manik mata lelaki yang sudah berumur itu. "Apa, Papa tahu, apa yang dia bicarakan dengan mama?" tanyanya tak bersemangat. Orang tua yang sudah berumur 50 tahun lebih itu hanya menggeleng. "Mereka bicara 4 mata di teras samping." jawab sang ayah. Ray hanya menarik nafas pendek. Merasakan sesak yang tiba-tiba menyeruak ke dadanya. Lantas mereka masuk ke dalam rumah. Di ruang keluarga, tampak mamanya sedang duduk menghadap tv. Pandangannya kosong ke depan. "Ma," tangannya terulur menggapai punggung tangan wanita paruh baya itu, lalu menciumnya. Kebiasaan yang sudah ditanamkan oleh keluarga Ray
Baca selengkapnya
Episode 39
Suasana pagi itu jadi kacau, aku yang hanya memakai baju tengtop dan celana pendek sepaha, panik setengah mati, begitu juga Dattan, dia seperti orang linglung, mencari baju dan celana panjangnya. Badannya telanjang dada dan hanya memakai celana kolor. Entah apa yang terjadi semalam. Aku tidak ingat apa-apa. Seingatku, terakhir aku hanya mendengar ucapan-ucapan Dattan dan sentuhan tangannya di keningku. Dengan gugup aku menyambar semua pakaianku lalu ke kamar mandi, demikian juga Dattan. Dia segera memakai baju dan celana panjangnya. "Apa yang sudah kalian lakukan, hah!" suara orang itu yang tak lain adalah Ray, menggema di seluruh ruangan apartemen milik Dattan. Aku menunduk dalam, nyaliku terasa ciut, rasanya aku gemetaran, tapi sungguh, aku tidak melakukan apa-apa semalam dengan Dattan. Aku hanya merasa semalam sakit, demam tinggi karena kecapekan ditambah seharian tidak makan. "Ray, tenang dulu," "Apa kamu, bilang! Tenang, tenang ya
Baca selengkapnya
Episode 40
Dengan bergegas aku berjalan menuju pintu apartemen. "Move!" Suara Dattan terdengar, laki-laki itu mengejarku. "Kamu mau kemana,?" Aku menggeleng lemah menjawab pertanyaannya. "Tinggalah di sini, kamu nggak ada tempat yang mau di tuju," "Tidak! Aku nggak mau dia tinggal di sini!" seru Ray, dari belakang. Aku sebenarnya terkejut, tapi aku berusaha setenang mungkin menghadapi laki-laki yang sudah 6 tahun menempati hatiku. Sementara Dattan hanya menarik nafas panjang. "Kenapa lagi sich Ray? Move nggak punya tempat tinggal, apa kamu nggak kasihan?!" Suara Dattan menunjukkan kekesalan hatinya. "Tapi tidak tinggal dengan kamu!" Jari telunjuk Ray tepat mengarah ke muka Dattan dengan nada marah. Aku pusing melihat pertengkaran mereka berdua. "Sudahlah! Kenapa kalian jadi bertengkar  sich? Aku bisa urus diriku sendiri!" Suaraku tajam penuh kekesalan. Selanjutnya aku berjalan cepat meninggalkan mereka. "Move!
Baca selengkapnya
Episode 41
"Ting ... tong!"  Suara bel pintu itu mampu membuatku kalang kabut. Sesegera mungkin aku memunguti bajuku dan baju Ray yang sudah berserakan di lantai beberapa menit yang lalu.  Ray dengan tergesa memakai kaos t-shirt dan celana pendek. Sedang aku segera berlari ke kamar mandi memakai pakaianku. Pintu terbuka, terlihat wanita anggun itu dengan lelaki yang masih terlihat ketampanannya masuk ke dalam rumahnya.  "Mama! Papa! Tumben, kalian datang?" tanyanya gugup sambil memberikan jalan buat ke dua orang tuanya ke ruang keluarga. "Kamu kenapa Ray?" tanya Aliya berjalan ke arah kamar putranya. "Nggak apa-apa Ma, tapi Mama mau ngapain ya kok ke kamar, Aku?" tanyanya sekali lagi lebih gugup.  Wanita yang masih kelihatan anggun itu mengerutkan dahi, merasa heran dengan kelakuan anaknya."  "Memang, Mama nggak boleh ke kamar kamu, hanya sekedar lihat-lihat. Apa yang kamu sembunyiin, Ray?" tanya wanita it
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
15
DMCA.com Protection Status