All Chapters of Terjebak Birahi Pengacara: Chapter 101 - Chapter 110
117 Chapters
101. Tidak Menyangka
Hidup yang nyaman dan bahagia ternyata memang mudah melenakan siapa saja. Sejak pulang ke rumah sore tadi, harusnya dalam rencana Daru akan bertemu pihak pengelola properti sebelum malam. Tapi ia dan Ella baru tiba di apartemen itu, saat langit sudah gelap.   Daru memarkirkan mobilnya tak jauh dari lobi apartemen. Pria itu berlari kecil memutari bagian depan mobil untuk membantu istrinya turun. Perut Ella tidak terlalu besar, tetapi dada dan pinggul wanita itu mengembang dengan sempurna. Hal itu yang membuat Daru merasa semakin gemas terhadap istrinya. Setiap membantu Ella turun dari mobil, atau membantu istrinya melakukan sesuatu, daru tak pernah melewatkan kesempatan untuk mengusap perut istrinya. Bayangkan saja, Ella mengandung anak pertamanya di usia hampir 21 tahun sangat muda sekali.   Dan karena godaan Ella sore tadi, Daru memang berencana untuk cepat-cepat menyelesaikan urusannya dengan agen properti. Mumpung Bayu berada di rumah ora
Read more
102. Hasrat Tiba-tiba
Ella sadar bahwa sekarang Ia dan Daru saling menyembuhkan atas rasa sakit yang mereka alami di masa lalu. Terlebih, suaminya yang telah kehilangan seorang wanita yang ia cintai bertahun-tahun yang lalu. Persaingan yang paling berat adalah ketika harus bersaing dengan seorang wanita yang telah tiada. Seberapa pun beratnya Ella mencoba untuk memberikan keutuhan cinta pada Daru, jika laki-laki itu tak melepaskan sosok wanita yang dicintainya dari dalam ingatan, maka semuanya akan sia-sia. Kejadian-kejadian di masa lalu memang tidak dapat dihapuskan. Tetapi kebersamaan mereka saat ini, yang bisa menerima ketidaksempurnaan dalam diri mereka masing-masing, sebenarnya sudah lebih dari cukup. Ella bisa mendengar gesekan suara pengait celana yang dilepas dan suara resleting yang diturunkan. Lalu, hempasan kain jatuh menyentuh lantai. Daru melingkarkan tangannya ke pinggang Ella dan menarik tubuh wanita itu lebih rapat. Bagian baw
Read more
103. Penyesalan Yuni
Yuni berjalan ke arah dapur, ia ingin mengambil minum untuk dirinya dan beberapa makanan ringan untuk Bramantya yang sudah pulang dan sedang duduk di taman belakang rumahnya. Iya ... suaminya sudah pulang. Namun, hanya raganya entah ke mana jiwa suaminya itu, seharian ini Bramantya hanya duduk dan menatap dengan pandangan kosong, entah apa yang suaminya itu pikirkan. Prang .... Yuni kaget saat mendengar suara benda jatuh di dapur, bergegas ia mendatangi sumber suara. “Haduh, kenapa ini?” tanya Yuni saat mendapati Renata yang menatap dirinya dengan tatapan takut-takut. “Maaf, Oma, tadi Renata nggak sengaja,” ucap Renata sambil menatap manik mata Yuni dengan perasaan bersalah, dengan cepat Renata mengambil tisu dan melap air putih yang ada di lantai dengan serampangan. “Aduh ... jangan begitu, Rena, yang ada malah meleber,” ucap Yuni sambil membawa lap dan membantu Renata membersihkan lantai. “Maaf, ya, Oma,” ucap Renata sambil menundukkan wajah
Read more
104. Permintaan Yuni
Renya berjalan bersama Renata dan Yuni menghampiri Bramantya yang ada di taman belakang, mereka memutuskan untuk berbincang di taman belakang rumahnya itu. sedikit bersantai, setelah Yuni mengungkapkan permintaan maafnya karena telah menyia-nyiakan Renata. “Renya, Mamah benar-benar meminta maaf, ya, andai waktu bisa diputar mungkin Mamah akan mengizinkan kamu menikah dengan David.” Yuni duduk di samping Bramantya yang masih menatap kosong ke depan. Bramantya sadar namun hanya bisa diam tidak mau berkomunikasi sama sekali, entah kenapa. Bahkan, Dokter yang memeriksa Bramantya hanya bilang ini masalah psikologis, karena penyakit jantungnya sudah berangsur-angsur pulih. “Mah ....” Renya duduk di hadapan Yuni dan Bramantya sambil menggendong Renata. “Andai, andai, dulu Papa dan Mamah tidak terlalu egois mungkin kamu sudah sangat berbahagia bersama Renata dan David. Mungkin, mungkin ....” Suara Yuni tiba-tiba tercekat karena menahan tangis akibat kesedihannya meli
Read more
105. Rencana Perpindahan
David mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan, dia tidak mendapati Renya ataupun Renata di setiap ruangan. Sayup terdengar celotehan Renata di taman belakang, David melangkah perlahan ke arah dapur, meletakkan barang belanjaannya tadi saat Renya meminta tolong padanya untuk dibelikan sesuatu di supermarket yang tidak jauh dari rumah Bramantya. David mendengarkan percakapan antara Renya dan Yuni saat menemani Bramantya berjemur dan menunggu terapis datang."Sayang," ujar Renya menoleh saat David meletakkan tangannya di pundak Renya. "Ada titipan aku?" tanya Renya pada David, memastikan permintaannya sudah dibelikan oleh David."Ada ... kamu yakin makan itu habis, aku belinya banyak banget.""Renya minta apa?""Aku minta chiki Ma, yang bulat-bulat rasa keju dan coklat, dulu waktu kecil Mama sering banget beliin aku itu.""Chiki Balls?" Yuni terkekeh."Rena boleh makan chiki ya, Bu.""Boleh dong, tapi setelahnya harus minum yang bany
Read more
106. Masa Depan Kita
"Ibuu ... Ibu buka pintunya, Rena mau masuk." Suara gadis kecil itu menghentikan aktivitasnya, Renya tersenyum kala melihat wajah David yang kecewa. "Nanti lagi," bisik Renya.  Renya membukakan pintu kamar, Renata sudah menunggu dengan bibir yang mengerucut karena lama menunggu pintu kamar orangtuanya terbuka. "Ibu habis mandi, Sayang ... lama nunggu ya?" Renya mengangkat tubuh Renata membawanya masuk ke dalam. "Bapak mana?" "Bapak mandi ... Rena mau apa? Makan? Ngemil? Apa mau jalan-jalan?" "Mau, Ibu ... Rena mau jalan-jalan," ujar Renata kegirangan. "Tapi, kalo kita jalan-jalan terus Oma gimana?" "Oma di rumah, jagain Opa." "Kalo gitu Rena di rumah aja, kasihan Oma jaga opa sendirian." "Ya ampun, anak Ibu baiknya." Renya menciumi Renata bertubi-tubi di seluruh wajah putri kecilnya itu. "Bapak juga mau dong di cium gitu," ujar David yang datang dari arah kamar mandi. "Gak boleh," uj
Read more
107. Cemburu Mas Daru
Ella turun dari mobil dengan susah payah, kandungannya yang lumayan besar membuat Ella kesulitan untuk keluar dari dalam mobil. Tiba-tiba saja Ella merasakan lengan-lengan kokoh membantunya untuk berdiri, lengan miliknya, lengan Daru. "Ah ... Mas, makasih, maaf aku susah keluar,"ucap Ella sembari berusaha untuk berdiri keluar dari dalam mobil dengan cara bertumpu pada lengan-lengan kokoh Daru yang selalu siaga menolongnya. "Nggak papa, perut kamu juga udah mulai besar, La," ucap Daru sambil menutup pintu mobil setelah mengeluarkan Ella. Tangannya membuka pintu belakang, agar Bayu bisa keluar. "Mama Ella, kenapa, Pa?" tanya Bayu yang memicingkan matanya karena terpaan sinar matahari. "Mama Ella, sakit?" tanya Bayu lagi yang cemas dengan keadaan Ella, yang detik ini sudah menjadi kesayangannya.
Read more
108. Nikahi Aku?!
"Apa, Tih?" tanya Andi kesal karena kekasihnya itu dari tadi menarik-narik kemejanya. "Itu Ella sama Daru?" tanya Ratih sambil terus menarik-narik kemeja Andi. "Iya," jawab Andi sambil mengambil tangan Ratih dan menggenggamnya erat. Andi tidak mau tangan Ratih terus menerus menarik-narik kemejanya, bisa sobek bila kemeja di tarik sekeras itu. "Ndi, benaran mereka udah nikah?" tanya Ratih lagi. "Kan, tadi kamu dengar sendiri apa yang Ella bilang, mereka sudah menikah dan berbahagia, masih kurang jelas, Tih?" tanya Andi sambil mendorong troli dan menggenggam tangan Ratih. Menyulitkan memang, tapi, harus dilakukan demi kesejahteraan kemejanya. "Oh ... enak, yah, jadi Ella," ucap Ratih sembari mengulum senyumnya.
Read more
109. Minta Restu
"Oh? Hanya oh?"  Ratih berjalan cepat tanpa memikirkan perutnya, troli yang berisi barang belanjaan mereka dia tinggalkan begitu saja. Andi yang serba salah menyusul Ratih hingga meja kasir, wanita hamil itu melenggang begitu saja membiarkan Andi kesusahan membawa barang belanjaan mereka. "Tih ... ya ampun Tih, jangan cepet-cepet jalannya, ingat kamu lagi hamil." Andi meringis melihat Ratih berjalan cepat tanpa menoleh ke belakang. "Buka pintunya," ujar Ratih dengan ekspresi wajah kesal. "Astaga, Tih!" Andi membuka pintu mobilnya. Andi benar-benar harus menahan amarahnya menghadapi Ratih yang selalu sensitif selama masa kehamilannya. Ratih masih dengan mode diamnya, pandangannya dia alihkan keluar jendela mobil. Sementara Andi, merasa kikuk dengan tingkah Ratih yang selalu membuat serba salah. "Maaf ya," ujar Andi yang akhirnya mengalah. Ratih masih terdiam. "Kamu kan tau, hampir tiga bulan ini aku sibuk dengan pro
Read more
110. Wejangan
"Em ... karena—" Ratih tercekat, ternyata nyalinya juga belum cukup kuat untuk mengatakan sejujurnya pada kedua orangtuanya. "Jadi gini, Om ... Tante. Saya dan Ratih, kami ...." Andi menguatkan hatinya. "Kami memohon restu dari Om dan Tante, saya ingin menikahi Ratih putri Om," ujar Andi tegas. "Maksudnya gimana ini, Ibu gak ngerti." Retno duduk di sisi suaminya. "Ratih akan berhenti bekerja, Bu ... kami minta restu dari Ayah sama Ibu, Andi ingin Ratih menjadi istrinya." "Sudah berapa lama?" tanya Ridwan menatap Andi. "Kami kenal sudah enam bulan kurang lebih, Yah." Ratih menjawab cepat. "Ayah tanya pacar kamu." Ekspresi datar dari seorang Ridwan, pensiunan polisi itu. "Enam bulan, Om ... sudah enam bulan." "Pekerjaan kamu?" "Baru selesai ambil spesialis, Om." "Dokter?" "Iya, Om." "Kamu bisa pastikan anak saya bahagia? Dengan latar belakang dia, kehidupan dia bahkan masa lalunya?"
Read more
PREV
1
...
789101112
DMCA.com Protection Status