All Chapters of Terjebak Birahi Pengacara: Chapter 91 - Chapter 100
117 Chapters
91. Pelepasan Rindu
Apalagi yang membuat dua orang insan bisa terhanyut dalam sesi bercinta yang panas selain daripada rasa rindu dan juga ingin melepaskan satu kebutuhan yang sama-sama diinginkan? Daru sibuk menunduk di antara lipatan kaki istrinya. Mencoba memuaskan wanita itu, sekaligus melepaskan rindu yang membuncah dari dalam dirinya. Kemarin, Ella lebih dari sekadar khawatir. Satu malam ditinggalkan suami yang pergi dan telah berjanji kembali pulang, namun mengingkarinya. Saat menyongsong kedatangan Daru tadi, Ella melihat wajah suaminya sepucat abu, dengan tangan yang buku-bukunya memutih saat mencengkeram tubuhnya ke pelukan. Ia merasakan kekhawatiran suaminya. Seketika itu, Ella merasa sangat beruntung. Betapa beruntungnya mereka sekarang. Bisa saling memiliki setelah menghabiskan begitu banyak waktu dan usaha untuk bisa bersama. Ella lalu kembali mengerang. Ia memang sering tidak tahan jika Daru terlalu lama
Read more
92. Tamparan Kenyataan
Ella sudah basah dan siap berkat ciuman Daru sebelumnya. Daru tidak bergerak perlahan. Lelaki itu tidak membuang-buang waktu , karena ia langsung mendorong lebih dalam dan semakin dalam. Ella mencengkeram tepi meja agar tetap berada di posisinya. Rasa panas dan utuh dari Daru membuatnya gemetar.  Kejantanan Daru menyentuh tempat yang belum dijelajahi di dalam tubuhnya. Menunjukkan bagian-bagian baru yang penuh hasrat dari dalam dirinya sendiri. Kenikmatan pun segera menenggelamkannya. “Lebih keras,” desah Ella. “Lebih keras, Mas. Lebih keras lagi,” pinta Ella. Daru menggeram, “ternyata kamu udah suka yang kayak gitu, ya ....” Daru mengangkat Ella sampai ujung jari kakinya berjinjit dan memegangi Ella sembari memompa pinggulnya lebih keras dan lebih cepat. Ella menggigit lengan atasnya untuk menahan pekikan. Daru membuat Ella melayang. Lalu, Daru kembali menjejakkan kaki Ella di la
Read more
93. Harga Diri
Yuni menjawab panggilan telepon Bramantya dengan raut cemas. Biasanya Bramantya tidak pernah meneleponnya di jam-jam segitu. Jika hal itu terjadi, artinya sesuatu yang mengkhawatirkan suaminya sedang terjadi.     Seruan Bramantya di seberang telepon membuat tubuh Yuni membeku seketika. Bramantya baru saja mengatakan bahwa ia akan mati. Yuni bagai tersambar petir. Ia tak lagi menanyakan alasan apa yang membuat suaminya berkata hal itu. Yuni segera berlari ke lantai dua berganti pakaian, menyambar tasnya dan menelepon supir dari telepon ekstensi.     Setengah jam kemudian, Yuni telah berada di mobil dengan wajah cemas. Belasan perkiraan melintas di kepalanya saat itu. Apakah penyakit jantungnya? Ataukah itu hanya sekedar perumpamaan yang digunakan oleh Bramantya?     “Bisa cepat sedikit enggak, Pak?” tanya Yuni dari barisan kursi tengah. Tangannya menepuk-nepuk sandaran kursi supirnya
Read more
94. Kebohongan Bramantya
“Bapak Bramantya,” ucap seorang suster sambil menatap Bramantya yang sedang berbaring di ranjang rumah sakit berteknologi tinggi. Keningnya berkerut tampak kebingungan, mengapa orang sehat walafiat seperti Bramantya terbaring di ranjang rumah sakit? Apakah kebanyakan uang? Ah ... sudahlah bukan urusannya dengan kalakuan orang-orang kaya di negara ini. Ludruk.“Iya, itu suami saya, Sus,” jawab Yuni seraya berdiri dari duduknya dan mendekati suster itu dengan tatapan was-was. “Bagaimana hasilnya?”Suster tersebut tersenyum berusaha untuk menyebarkan energi positif pada istri pasiennya itu, ia rasanya ingin berteriak dengan keras pada kedua pasangan itu kalau Bramantya baik-baik saja dan masih beraktivitas dengan normal, namun, urung dia masih membutuhkan pekerjaannya.“Suster, jawab! Bagaimana kondisi suami saya?” tanya Yuni lagi dengan suara penuh kecemasan.“Maaf, saya tidak bisa menjelaskan, Bu. Tapi,
Read more
95. Karma Itu Nyata
Renya, David dan Renata baru saja pulang dari salah satu store perabotan rumah tangga. Sudah satu minggu ini mereka menempati sebuah rumah kontrakan yang jauh dari kota, demi mencari aman untuk keluarga kecilnya. Renya menikmati waktunya merawat anak semata wayangnya, menikmati waktunya bersama David. "Sayang, meja ini mau di taruh dimana?" tanya David pada Renya saat meja berbentuk lingkaran dengan kaki seperti jaring-jaring itu datang beserta dua stool berbentuk bulat."Di ruang tamu, Sayang ... di alasin karpet warna merah itu ya.""Kesannya minimalis, Sayang," ujar David melipat tangannya di dada, memperhatikan hadir dekorasinya."Kan kita gak terima tamu," kekeh Renya. "Jadi ini lebih seperti pemanis ... pasang pigura itu di dindingnya ya." Renya memberikan kecupan pada pipi David."Ibu ... Rena, lapar.""Rena lapar? Ok ... ayo kita ke dapur, kita lihat di dapur ada apa." Renya menggenggam tangan gadis kecil itu.Renya memb
Read more
96. Penyesalan dan Doa
Tubuh Bramantya mengejang dan bergerak tak tentu arah, jemarinya mengepal seolah menahan kejang dan rasa sakit di dadanya.    Dada Bramantya terasa panas, dicubit, terhimpit dan seperti dipukul dengan palu godam yang sangat besar. Bibir Bramantya seolah berusaha berteriak dan meminta tolong, namun tidak ada satu patah kata pun terucap dari mulutnya yang keluar hanya erangan kesakitan bercampur dengan napasnya yang tersedat.   Pandangan matanya berputar, tidak fokus semuanya samar-samar. Bramantya berusaha menggapai-gapai apa pun yang bisa dia gapai, walaupun sesungguhnya yang ingin dia gapai adalah Yuli, Renya dan Renata cucu yang baru pertama kali ia lihat setelah sekian lama.   “Ah … ah … a ….” Hanya suara itu yang bisa Bramantya ucapkan, tubuhnya tidak dapat lagi dia kendalikan sayup-sayup terdengar suara mesin yang memantau detak jantungnya berbunyi seakan mengejek diri
Read more
97. With You or Without You.
With me, without me    Sudah seminggu semenjak Bramantya masuk rumah sakit, semenjak itu pula Renya bolak balik mengunjungi Bramantya yang koma. Hatinya hancur saat melihat keadaan ayahnya yang dulu sangat berkuasa, kuat dan penuh dengan kesombongan berubah ringkih dan hanya bisa terbujur kaki di atas tempat tidur, tak berdaya. "Hai ... Pa, belum bangun? Bangun yuk, Pa, ini udah pagi," ucap Renya seraya mengusap bahu Bramantya sepelan dan selembut mungkin. "Bangun, Pa, Renya rindu Papa," isak Renya tanpa sadar. Bramantya hanya diam membisu, hanya suara mesin dan napas yang pelan saja yang menunjukkan kehidupannya. Bramantya koma sudah seminggu ini, Dokter benar-benar sudah melakukan tugasnya dengan baik dan mengupayakan agar Bramantya kembali sadar dengan berbagai pengobatan dan cara yang ada. Namun, Tuhan sepertinya masih menginginkan Bramantya te
Read more
98. Harta, tahta dan Anneke
Anneke berjalan mondar-mandir di ruang keluarga, sesekali dia mengusap layar gawainya. Masih ada rasa tak percaya pada dirinya akan berita yang di dengarnya. Beberapa kali dia menghubungi Daru namun tak ada jawaban dari anak lelakinya yang sudah tiga hari tidak pulang ke rumah. Anneke hanya ingin memastikan berita yang dia lihat, yang didengarnya bahkan terakhir dia baca di internet. Perasaan Anneke tak menentu, bagaimana mungkin orang yang menjebloskan Daru ke penjara, kini di non-aktifkan dari jabatannya. Belum lagi Daru yang bebas dari penjara karena bantuan seseorang. Ah, Anneke tidak dapat berpikir, dia hanya ingin Daru pulang dan menjelaskan semua padanya. "Angkat dong, Ru ... Mama mau bicara,"gunam Anneke, menekan lagi layar gawainya.Nada sambung itu pun bersambut, Daru mengangkat teleponnya. "Iya, Ma," sapa Daru di seberang sana. "Kamu kemana sih? Di telpon gak diangkat, susah banget kayaknya Mama mau ngomong sama kamu .... Kenapa? Takut
Read more
99. Kisah Kasih
"Ma." Renya memasuki ruang perawatan Bramantya pagi itu. Rencananya pagi hingga malam dia menggantikan Yuni yang selalu menemani suaminya yang belum sadarkan diri hingga saat ini. "Kamu udah datang," ujar Yuni menoleh ke arah Renya. "Iya, Renya harus membuatkan sarapan untuk Renata dulu. Renya juga bawain Mama sarapan, makan dulu yuk." Renya membujabdua paper bag berisi makanan untuk Yuni. "Kamu bisa masak?" tanya Yuni mencicipi nasi goreng dengan topping udang dan bakso. "Enak," ujar Yuni lagi. "Belajar, Ma ... dari YouTube," Renya terkekeh. "Maaf, Mama merasa gak punya banyak waktu dulu bersama kamu." Renya hanya tersenyum samar. Kedekatan Renya dan Yuni memang tak selayaknya ibu dan anak pada umumnya. Yuni terlalu sibuk dengan kehidupan sosialitanya dan semua yang berhubungan dengan karir sang suami. Wajar jika Renya mencari perhatian serta perlakuan dari orang lain yang bisa menghargai serta memberikannya kenyamanan. "Sudah
Read more
100. Tujuh Bulan
Usia kehamilan Ella sudah memasuki tujuh bulan. Ia mulai terbiasa dengan kebaikan ibu mertuanya, meski kadang Ella menilai kebaikan itu terlalu berlebihan dan dibuat-buat. Tapi, ia tak mau berkomentar apa pun kepada suaminya.   Bagi Ella, yang penting ia dan Daru bisa hidup bahagia serumah. Merawat dan membesarkan Bayu bersama-sama.   Pada masa awal kemarin, frekuensi kedatangan Anneke ke rumah Daru, memang lebih sering dari biasanya. Ella sedikit risi karena Anneke terlalu banyak bertanya soal ayahnya.   Mungkin dikarenakan Ella tidak memberikan jawaban yang memuaskan, Anneke lama-kelamaan menjadi bosan dengan sendirinya. Bukannya Ella jahat terhadap wanita yang telah melahirkan suaminya itu. Tapi, Ella kurang suka membicarakan hal pribadi yang mungkin selama ini begitu ditutupi oleh ibunya.   Sore itu, Ella dan suaminya ada janji akan mendatangi apartemen tempat ia sebelumnya tinggal. Pakaian serta
Read more
PREV
1
...
789101112
DMCA.com Protection Status