All Chapters of Mon Amour: Chapter 31 - Chapter 40
128 Chapters
part 30
“Hey, kau istriku sekarang. Tidakkah kita bisa memulai hubungan ini dengan tidur dalam satu kamar?” tanya Vian. Farrin gugup hingga rona merah menjalar ke telinganya. Tentu saja ia gugup, ia yang sudah bersiap tidur di sofa bed depan televisi langsung menghentikan langkah begitu Vian mengatakan hal itu. “Ku-kupikir aku akan lebih baik untuk tidur di ruang santai saja. Lagi pula, kan kau yang memiliki apartmen ini, jadi, aku tak enak jika harus menempati kamarmu,” jawab Farrin. Vian menghampiri dan mencoba mengambil alih selimut yang Farrin seret dan membawanya menuju kamar. Farrin terdiam, dan hanya bisa melongo tak bisa mengeluarkan suara lagi hanya untuk sekedar mencegah tindakan Vian. “Aku tidak tahu bagaimana cara berpikirmu. Menurutku, karena kamu adalah istriku untuk saat ini, maka, kita harus  berbagi kamar yang sama. Berbagi satu ruangan untuk privasi, dan berbagi ranjang untuk ditiduri setiap malam. Atau, kau ingin kita menempati apartmen dengan
Read more
part 31
“Sebenarnya, Farrin. Apa maksudmu? Apa sebelum ini kau sama sekali tidak menyukai kakakku?” tanya Vian. Ia ingin memastikan bagaimana perasaan mantan pacar kakaknya itu. jangan lupa, kini mantan kekasih kakaknya itu telah menyandang status istri baginya. Jadi, ia harus memastikan pada siapa hati wanita itu berlabuh. Atau paling tidak, bagaimana keadaan hati wanita itu.“Bukan begitu. Hanya saja aku tidak menyesal sama sekali melepas Avan. Aku merasa lega. Aku juga merasa jika hatiku terasa lebih ringan.”Vian menatap wanita yang duduk di sebelahnya itu dengan padangan menyelidik. Bagaimana bisa berpisah dengan orang yang mengisi hari-harinya selama bertahun-tahun itu malah membuat hatinya terasa lapang? Apakah ada hal yang tak bisa dijelaskan di sini? Atau belum terjelaskan?“Apa maksudmu?” tanya Vian.Farrin menatap lelaki itu dengan malu-malu dan berucap, “Aku tak tahu harus menceritakan dari bagian mana. Intiny
Read more
part 32
Avan dan Vian memang kembar. Namun, sikap mereka lebih sering bertolak belakang. Avan seperti seorang adik, yang memiliki sikap manja pada ibu mereka dan kekanakan dalam beberapa hal. Juga, tubuhnya yang lebih kecil dari Vian. Mungkin, hal itu dikarenakan ia sedari kecil mendapat pembelajaran yang lebih berat dari Vian. Jika mereka berjalan berdampingan, banyak orang akan mengira jika yang menjadi kakak di sini adalah Vian, bukan Avan.“Aku tidak yakin jika yang menjadi kakak di sini adalah Avan, bukan kau, Vi.”Vian mengangguk membenarkan ucapan Farrin. Sebelum ini, bukan hanya Farrin yang berpikir seperti itu. Ada banyak orang yang telah mengatakan hal ini padanya. Mereka berdua tak pernah mempermasalahkannya. Bagi mereka, hidup akur tanpa banyak hal pengusik saja sudah lebih dari cukup.“Kami sudah biasa mendapat perlakuan itu. Tak sedikit yang mengira aku adalah yang lahir pertama dan Avan yang selanjutnya. Mungkin, hal ini karena ayah yang
Read more
part 33
Tok! Tok! Tok! Suara ketukan pintu di apartmen Vian membuat dua pasang mata yang tengah sibuk dengan kegiatan masing-masing itu kini mengalihkan atensinya. Vian yang sebelumnya membantu Farrin memotong sayur harus rela menghentikan gerakannya. Pun begitu juga dengan Farin yang awalnya mengaduk kuah sup yang hampir masak, berhenti. “Siapa yang bertamu pagi-pagi?” tanya Farrin. Vian mengendikkan bahunya acuh, enggan tahu siapa orang di balik pintu yang mengganggu pagi pertamanya dengan sang istri. “Coba kau lihat, siapa tahu orang yang memiliki kepentingan mendesak,” tambah Farrin. Dengan langkah enggan, Vian melangkah ke pintu utama. Seingatnya, tak banyak yang mengetahui lokasi apartmen-nya ini. Mungkin benar kata Farrin, bahwa yang datang adlaah orang dengan kepentingan mendesak. Clek! “Kau!” vian terperanjat kala ia mengetahui siapa orang jahil di balik pintu itu. “Hallo, Adik! Kakak datang untuk berkunjung ke tempat tinggal
Read more
part 34
Part 34“Sebenarnya apa yang tengah kalian perdebatkan?”Avan dan Farrin menolek secara bersamaan dan menemukan sosok Vian yang telah rapi dengan kemeja kerja dan tubuh yang telah segar. Setahu Farrin, Vian memiliki waktu lebih lama untuk dihabiskan di kamar mandi. Lalu ini, Farrin yakin jika pagi ini waktu mandi Vian yang lebih cepat dari yang ia tahu.Tak mengerti saja bagi Farrin, karena Vian yang terlalu mengkhawatirkannya berdua dengan Avan, Vian memangkas jam mandinya dan bergegas menemui mereka. Ia tak yakin jika keadaan Farrin yang hanya berdua dengan Avan tak akan menimbulkan suatu perkara. Lalu, benar saja perkiraannya. Farrin dan Avan tengah beradu mulut dan tak ada yang mau mengalah sama sekali.“Makanan sudah siap. Maaf jika kursimu dipakai kakak ipar,” sahut Farrin. Nada jengkel masih terdengar dari sana. Vian tidak akan kaget jika kakaknya itu melakukan banyak hal sesukanya sendiri, terutama di tempat-tempat miliknya
Read more
part 35
Setelah makanan mereka tandas, Farrin bergegas untuk bersiap dan Vian yang membereskan sisa makan mereka sesuai pembicaraan sebelum tidur tadi malam. Memang cukup melelahkan juga. Dari sisi Vian, ia belum terbiasa dengan aktivitas pagi seperti ini. Biasanya, jika ia bermalam di rumah utama, setiap pagi ia hanya perlu bersiap dan sarapan selalu terhidang di meja tanpa ia repot terlebih dahulu, atau merapikan setelahnya. Asisten rumah tangga di sana cukup handal untuk menangani masalah itu. Jika di apartmen pun, Vian akan memilih sarapan dengan mie instans yang mudah memasak, atau membeli saja di luar. Kulkasnya hanya akan terisi bahan sederhana untuk pelengkap mie, atau, makanan yang penyajiannya tidak terlalu rumit. Saat Farrin berkunjung dulu, untung ia sedang dalam keadaan menyetok bahan makanan. Setelah mereka menikah, Farrin mengajaknya untuk membagi pekerjaan rumah. Tidak masalah untuknya, karena baginya, hal itu juga bisa melatihnya untuk menjadi calon ayah yan
Read more
part 36
“Ma, Mama tak pulang dan mengurus kebun bunga milik Mama?” tanya Vian. Omong-omong, ia jengah karena sejak ia datang, ibunya itu duduk di kursi yang tak jauh dari meja kerja Vian dan mengawasinya.“Mama hanya ingin membantumu. Mama sudah mendengar jika Rizuki belum pulang dari cutinya dan kemungkinan masuk masik lusa. Jadi, sebagai ibu yang baik, Mama akan duduk di sini dan akan membantumu jika kau membutuhkan sesuatu.”Vian tahu, ibunya itu pasti sudah diminta Avan untuk melakukan hal ini.“Aku tahu, Ma. Tapi, apakah Mama tidak lelah karena menunggui Vian? Aku sudah cukup mengerti dengan yangtadi mama jelaskan tentang pekerjaannku. Jadwal Avan sudah terurus dan aku hanya tinggal memeriksa dokumen ini sebelum menyerahkannya pada Avan. Lagi pula, jika melihat jadwal, jadwal Avan tidak terlalu sibuk untuk beberapa hari ke depan.”Bukan maksud Vian mengusir ibunya, tetapi, ia memikirkan kesehatan ibunya yang bisa saja saki
Read more
part 37
Selama ini, Avan selalu mencoba menguak asal usul Farrin. Bukan dari segi keluarganya yang sudah jelas-jelas merupakan teman dekat ayah dan ibunya, tetapi, lebih ke masa tumbuh wanita itu. Farrin mungkin memiliki sifat keras kepala sang ibu yang menurun padanya –seperti yang ibunya katakan padanya--- atau ia rasakan sendiri selama mereka menjalin hubungan. Farrin, mampu bertahan di sisinya karena sifat kepala itu. Namun, ia juga tak memungkiri jika ia kesulitan saat ini juga karena sifat itu. Akan lebih mudah bagi Avan jika sifat Farrin lebih lunak. Ia bisa merayu dengan kata manis dan lembut, memberi afeksi lebih dan satu hal yang sulit untuk wanita tolak; belanja. Ia sanggup memberikan salah satu kartu kredit dengan limit besar padanya. Ia juga tak akan segan jika Farrin menghabiskan harinya hanya untuk kesenangan itu. Karena Avan akan dengan senang hari tak akan melarang selama Farrin bahagia dan menjadi miliknya. Sekali lagi, sayang, Farrin kini bukan mil
Read more
part 38
“Aku tak tahu bagaimana kau menghadapi dua putra Mama, Fa. Selama ini Mama cukup pusing saat mengahadapi keduanya,” ujar Nazilla.Sedangkan Farrin, ia hanya tersenyum menanggapinya. Tak mungkin, kan, ia mengatakan dengan gamblang jika ia juga jengah dengan kelakuan keduanya, terutama pada Avan? Hey! Ia tak mau menyakiti hati seorang ibu karena tingkah putra-putranya.“Fa, kamu jangan sungkan, ya. Anggap Mama ini ibu kamu juga. Kamu anak Mama dan sudah menjadi bagian dari keluarga kami. kamu juga bisa mengadu sama Mama jika salah satu dari si kembar menyakitimu. Entah itu hati atau fisikmu, ya.”Hati Farrin menghangat saat Nazilla  mengatakan hal itu. jujur saja, sedari kecil ia tak begitu akrab dengan ibunya. Ibunya seolah menjaga jarak dan enggan mendengar keluh kesah yang ia pendam. Sejak dulu, ibunya hanya mengerti jika ia hanya boleh mendengarkan perkataan ibunya, bukan menceritakan apa yang ia rasakan.“Mama tenang
Read more
part 39
Mengapa jadi begini? Bukankah sebelum ini Avan telah menyetujui jika Vian menggantikan posisinya sebagai sami Farrin? Ia bahkan rela menyerahkan baju dan tempatnya saat di altar. Mengapa kali ini ia menuntut kembali atas ikatan mereka sebelum ini?“Hentikan, Van. Kita sudah tak bisa melakukan hal ini lagi. Aku sudah bersuami dan kau sudah menjadi adik iparku,” lirih Farrin. Air mata mulai menggenang di pelupuk mata dan membuat pandangannya membuaram.“Kau memang sudah menjadi kakak iparku. Tapi jangan lupakan, Fa. Aku masih mencintaimu!” tukas Avan. Sisi lain dalam jiwanya memberontak dan mnginginkan Farrin lebih dari biasanya. Entahlah. Telah banyak waktu yang ia lalui bersama Farrin. Telah banyak masa yang mereka lalui bersama, dan banyak pula harapan yang ia impi untuk bersama dengan Farrin.Avan ingat semua yang impikan. Salah satunya adalah masakan Farrin yang menemaninya tiap pagi, senyum menawan yang ia lihat ketika membuka mata, d
Read more
PREV
123456
...
13
DMCA.com Protection Status