All Chapters of Mon Amour: Chapter 11 - Chapter 20
128 Chapters
part 10
Farrin memandang teduh wajah cantik nan gembul milik gadis kecil di tempat duduk seberang meja. Gadis itu, gadis yang sekilas terlihat bahagia. Namun, Farrin yakin jika wajah bahagia bukan cerminan hidupnya. Gadis kecil itu sudah banyak melalui hal yang tak dilalui gadis seusianya.Ayahnya hanya hidup berdua dengan seorang adik laki-laki yang masih duduk di bangku kuliah dan menjaganya secara bergantian. Mereka juga tak mempekerjakan seorang pengasuh bayi karena keterbatasan ekonomi. Saat ini, paman yang biasa menjaganya tengah sibuk mengerjakan tugas akhir untuk persiapan wisuda hingga tak ada waktu untuk menjaga. Beruntung, ayah gadis kecil itu mendapat informasi dari rekan kerja jika ada sekolah yang menerima penitipan juga. Gadis kecil itu juga telah cukup usia untuk masuk sekolah hingga mereka bisa menitipkan di sana hingga jam kerja ayahnya berakhir.Setelah sampai di café, Farrin bisa melihat betapa antusias gadis kecil itu saat Farrin menjelaskan satu pe
Read more
part 11
Setelah makan siang yang cukup membuat hati seorang Vian menjadi jengkel, Vian memutuskan untuk tidak kembali ke kantornya. Ia telah melayangkan izin lewat pesan singkat pada sang atasan. Atasannya pun tak mempermasalahkan hal itu karena selama ini Vian belum pernah meminta izin sama sekali.Vian menggunakan waktu izinnya itu untuk menemani Farrin selama jam kerjanya. Dalam hatinya, sejujurnya ia tak ingin kecolongan untuk hal yang satu ini. Meski nyatanya wanita yang ada di dekatnya saat ini adalah tunangan kakaknya, ia tetap tak bisa membiarkan hal ini terjadi begitu saja. Mungkin bisa dikatakan jika dirinya posesif, tapi biarlah. Ia akan tetap melindungi wanita disisinya itu bagaimanapun kondisinya dari segala sesuatu yang berpotensi untuk direbut pria lain.Dengan dalih ingin menemani Farrin dan melihat kesibukannya bekerja sebagai pengasuh dan pengajar, Vian dapat dengan mudah menjadikan dirinya sosok yang kini menemani Farrin dalam mengurus beberapa anak. Tak dip
Read more
part 12
Vian pernah membayangkan jika kelak ia kencan, ia akan berpenampilan menarik dan terlihat menawan di hadapan pasangan kencannya. Saat ini, di kencan pertamanya, ia justru terlihat buruk karena penampilan setelah berkerja tak ia benahi. Tak ada baju rapi dan badan segar, yang ada hanya wajah dan baju yang kusut disertai dengan badan kumal tanpa mandi.Menyedihkan, ya.Namun, yang sama sekali tak ia sesali adalah bagaimana cara Farrin menjalankan kencan pertama mereka yang melebihi ekspektasi yang Vian inginkan. Farrin masih terlihat begitu menawan meski ia sama sepertinya yang kusut karena seharian bekerja. Melalui temaram lampu cafetaria di pinggir pantai itu, diam-diam Vian mengagumi paras Farrin. Ah, tidak. Ia memang selalu mengagumi paras Farrin. Lalu untuk malam ini, ia lebih mengaguminya.Farrin menjadi sosok sempurna dalam bayangannya. Tak ada kesalahan dalam kencan mereka, dan Vian sama sekali tak menyesal karena telah mengikuti ajakan Farrin untuk kencan
Read more
part 13
Sial!Vian telah kecolongan. Ia yakin jika ia tak akan bisa menepati janjinya beberapa waktu yang lalu tentang ia yang ingin membawa Farrin untuk berkunjung ke pantai setiap hari.Baiklah, ia akan meralat permintaannya yang itu. Setelah ini, mungkin ia akan berhati-hati dengan permintaannya.“Maafkan aku. Aku hanya ingin menikmati bagaimana angin pantai membelai rambut dan tubuhku. Bagaimana aku bisa mencium aroma laut dari jarak sedekat ini tidak seperti biasanya yang hanya bisa aku nikmati di balik kaca mobil. Aku tahu hal itu kekanakan. Tapi, sungguh! Aku hanya ingin menenangkan hatiku dengan memandang laut,” ujar Farrin.Vian memandang wajah Farrin. “Mengapa harus pantai?” tanyanya.Farrin menolehkan wajahnya dan memandang Vian dengan pandangan keheranan. “Maksudku ada pilihan lain untuk menenangkan diri selain pantai, ‘kan? Jika kau suka akan kesunyian dari hiruk pikuk manusia, bukankah ada gunung atau hutan
Read more
part 14
“Jadi, apakah lelaki itu yang membuatmu murung seperti ini? Apa perlu kita kembali dan membiarkanku memberikan beberapa pukulan di wajahnya karena membuat seorang wanita menjadi murung karena kedatangannya?” tanya Vian. Ia merasa amat tidak nyaman ketika mendapati Farrin tengah berwajah muram seperti ini. “Untuk apa? Tidak akan ada gunanya. Kau hanya akan melukai dirimu sendiri nantinya. Aku tak mau hal itu terjadi karena aku yakin semua hanya sia-sia semata,” jawab Farrin. Vian ingin sekali membalas ucapannya. Namun, seakan hal itu hanya bisa berhenti di mulut dan tak boleh mengeluarkan kata sama sekali. Menang benar, mungkin semua kaan menjadi sia-sia saja jika Vian kembali dan membalas perlakuan pria tadi karena secara tak langsung kedatangannya membuat wanita itu murung. Sedangkan Farrin, wanita itu merasa jika dirinya bersalah dalam hal ini. Vian, meski nyatanya mereka baru bersama dalam waktu dekat ini, ia bisa merasakan jika ada suatu perasaan yang men
Read more
part 15
Vian masih setia duduk dan diam memperhatikan Farrin yang masih sesenggukan. Jika saja bisa, ia ingin memeluk dan menyalurkan sebuah dukungan untuk wanita itu. ia ingin mengatakan berhenti. Namun, hal itu tak akan membuatnya lega karena cerita belum selesai.“Aku sama sekali tak tahu mengapa aku selalu berada di posisi seperti ini. Karena yang kutahu, aku ingin membahagiakan pasanganku. Aku ingin menjalani hidup dengan baik dan aku ingin aku tidak menyesal jika suatu saat aku kembali ditinggalkan. Hatiku seolah mengatakan jika aku harus melakukan hal itu atau hanya penyesalan yang ku dapat nantinya. Tapi sepertinya hidup tidak berjalan sesuai apa yang kita inginkan, ya? Nyatanya selalu ada penyesalan di setiap keputusan yang aku ambil.”Tangis Farrin makin deras. Vian mengerti, Farrin hanya mencoba untuk menjalani hidupnya dengan baik dan menginginkan sebuah hubungan yang baik pula. Ia kini merutuki kakak kembarnya yang bersikap semaunya sendiri itu. Bagaim
Read more
part 16
Saat ini, Farrin merasa jengah.Tentu saja.Karena pria yang beberapa hari lalu ia temui di pantai itu kini tak henti-hentinya menganggu semua hal yang berhubungan dengan Farrin saat wanita itu tidak dalam keadaan mengajar. Seperti saat ini, ia duduk di kursi yang terletak di taman sekolah tempat Farrin mengajar. Pria itu juga mengambil tempat yang berada di hadapan Farrin.Sebenanya, Farrin enggan menemui pria dari masa lalunya itu. Namun, mendapat tatapan tak mengenakkan dari kepala sekolah karena mengabaikan tamu membuatnya mengurungkan niatnya untuk kembali tak menganggap kedatangan lelaki itu. Karena bagi kepala sekolah, seorang tamu harus menjadi prioritas dan di perlakukan dengan baik. Kepala sekolah sama sekali tak mau tahu akan apapun yang terjadi di antara mereka berdua. Yang terpenting, Naru harus memperlakukan tamu dengan baik, itu poin utamanya.“Aku tahu aku yang salah di sini. Tapi, bisakah kita berbicara berdua? Aku ingin mengakui be
Read more
part 17
“Tapi jangan berharap lebih padaku. Aku memang menerima maafmu karena tugasku adalah memaafkan mereka yang meminta maaf. Namun, aku sama sekali tidak bisa mengubah pendirianku untuk kembali padamu seperti yang tempo hari kau minta padaku. Aku akan tetap melanjutkan apa yang ada di depanku tanpa menoleh  lagi kebelakang. Juga, aku akan tetap melanjutkan pertunanganku dan tidak akan mengubah apapun bahkan jika kau terus meminta untuk mengakhirinya,” lanjut Farrin.Bak petir di siang bolong, kalimat itu mengusik hati Kiandra yang sebelumnya terasa bahagia karena Farrin memaafkannya.“Itu berarti kau belum memaafkanku.” Kiandra menunduk. Ia merasa kecewa atas penolakan Farrin dan membuatnya berkecil hati karena keputusan wanita itu. Bagi Kiandra, jika Farrin memaafkannya, bukankah itu berarti dia bisa kembali lagi seperti semula?Naif.Segalanya tak seringan itu untuk dipikirkan apalagi menyangkut hati. Seseorang bisa terluka hati
Read more
part 18
Setelah pertemuannya dengan Kiandra di café yang membuat banyak emosinya terkuras, kini Farrin tengah berada di butik langganan ibu dari Vian untuk fitting baju pengantinnya. Tentunya bersama sang calon ibu mertua dan Vian tentu saja. Namun yang Farrin bingungkan, Vian hanya lebih banyak diam dan terlihat sama sekali tidak antusias untuk mencoba pakaian yang akan mereka gunakan saat pernikahan nanti. Ia bahkan hanya bisa melihat Vian mencoba tuxedonya sekali lalu setelah itu berkaca sebentar dan melepasnya kembali. Apakah sebegitu tak inginnya Vian atas pernikahan mereka?Padahal, tak tahukah Farrin jika sebenarnya Vian bermuram karena ia mengingat kenyataan yang akan ia hadapi? Ia benci jika dirinya harus memakai baju yang akan ia gunakan untuk menghadiri pernikahan orang yang dia cintai dan tak bisa ia miliki. Ia juga tak ingin mengakui jika ia hanya akan menjadi pendamping orang yang menjadi pengantin sesungguhnya. Apa lagi saat melihat dengan jelas bahwa p
Read more
part 19
Sementara itu, New York, sepuluh hari sebelum pernikahan Farrin dan Vian.Avan memandang hamparan kota yang menyimpan ribuan aktivitas dari balik jendela kamar dengan tatapan menerawang. Di tangannya, terdapat gawai yang menampilkan foto seorang wanita berambut pirang dengan wajah tersenyum hingga kedua matanya hanya terlihat seperti sebuah garis melengkung.“Aku merindukanmu, Mon Amour,” ucap Avan sambil memandang foto Farrin. Ia memang memiliki julukan tersendiri untuk wanita kesayangannya itu. Farrin, satu-satunya wanita yang mampu menjungkir-balikkan hatinya hingga sedemikian rupa.Julukan yang ia berikan tentu bukan tanpa sebab. Avan memiliki sedikit jiwa romantis yang tidak diketahui banyak orang. Hanya beberapa, dan ia tak yakin jika mereka menyadari hal itu.Mon amour, yang berarti cintaku, adalah julukan Avan pada Farrin yang hanya bisa wanita itu dengar satu kali selama bertahun-tahun hubungan mereka. Kata yang tak sengaja rekan bisn
Read more
PREV
123456
...
13
DMCA.com Protection Status