Semua Bab Trapped By The Devil: Bab 11 - Bab 20
22 Bab
11. Salah Paham
Diam-diam Bimo keluar dari kamar. Tanpa menggunakan jaket ataupun alas kaki, anak berusia 10 tahun tersebut dengan tertatih berusaha tak membuat suara sedikit pun. Pasalnya Rahee tengah terlelap, dan dia tak mau kakaknya sampai terbangun. Kasihan. Biarkan Rahee bermimpi indah walaupun hanya sebatas bunga tidur. Karena kenyataannya, dirinyalah penyebab Rahee menjadi kesusahan. Bimo adalah mimpi buruk Rahee.Para dokter dan perawat tidak sadar dengan keberadaannya. Bimo bersembunyi setiap kali mereka berada di koridor. Hingga Bimo akhirnya berhasil menaiki atap rumah sakit tanpa diketahui oleh siapa-siapa.Angin malam berhembus kencang disertai rintik hujan. Langkah kecil Bimo sampai pada ujung atap. Keramaian Kota Jakarta sangat pengap, sekalipun sudah larut kota ini selalu terjaga. Oh, kenapa kota ini tidak mati saja? Bukankah keadaan nantinya akan jauh lebih damai? Ya, sama dengan dirinya. Jika dirinya mati, pasti hidup Rahee menjadi tent
Baca selengkapnya
12. Tebakan Jeno
Mobil Sean melaju tanpa arah. Usai memukuli Bayu sekaligus terkena tamparan Rahee, Sean persis merasakan sesuatu yang aneh. Sejak kapan Sean Ivano yang notabenenya adalah pria egois bisa peduli terhadap Rahee? Bukan urusan Sean jika Rahee tahu Bimo berniat bunuh diri. Dulu hanya Heredit Hera yang dapat meluluhkan rasa simpatinya. Lalu kenapa sekarang Rahee masuk ke dalam salah satu orang yang mampu mengusik sisi tersebut?"Brengsek! Brengsek!" maki Sean sambil memukul setir mobil.Dia berhenti di bahu jalan, lalu meneguk kaleng birnya. Selagi mencari jawaban dari hal yang mengganggunya, nama Aditya sang manajer muncul di layar ponsel."Sean! Apa-apaan ini?! Kau memukuli anak direktur rumah sakit?!" teriakan Aditya langsung terdengar."Siapa maksudmu?""Dokter Bayu Sasono. Ada artikel di internet yang memuat berita demikian, bahkan wajah Rahee yang diblurkan juga ikut terpampang," Aditya be
Baca selengkapnya
13. Lukisan yang Indah
"Angkat dagumu lebih tinggi," ujar Sean sembari menarik ujung kuas di atas kanvas. Jemarinya berlari cekatan untuk membuat siluet terbaik. Ya, Sean sedang melukis sosok Rahee yang terlihat kikuk. Bagaimana tidak, gadis berwajah mungil itu hanya mengenakan selimut putih tipis dan berdiri di balkon kamar yang langsung menghadap ke kolam renang. Sementara Sean duduk disebuah kursi dengan posisi menyilangkan kaki, nampak fokus. "Sudah kubilang sembunyikan rambutmu di belakang telinga."Dahi Rahee mengernyit. Kapan Sean bilang demikian?Pria berpostur 185 cm ini bangkit, lalu menyentak tangan Rahee yang berupaya merapihkan rambut. Dirapihkanlah helaian anak rambut yang membuat pandangan Sean terganggu. Rahee pikir cukup sampai disitu, ternyata Sean mendekatkan wajahnya untuk memberikan kecupan singkat, "Kau memang bodoh dalam mematuhi perintahku."Segera Rahee usap bibirnya menggunakan punggung tangan. Bibir mereka tadi bertemu
Baca selengkapnya
14. Tur Pertama; Hi, Singapura!
Melakukan suatu hal baru untuk kali pertama tentu mendebarkan. Entah konteks yang dapat diartikan sebagai debaran menyenangkan ataupun buruk. Satu hal pasti, kali ini debaran menyenangkan tengah menyelimuti Rahee. Usai pemeriksaan imigrasi dan klaim bagasi yang menurutnya rumit, Rahee menatap kagum seisi Bandara Changi Singapura. Ini pertama kalinya dia berpergian ke luar negeri. Seumur hidup dia tidak pernah meninggalkan Indonesia, termasuk Bimo. Walau sangat berat bagi Rahee, Bimo memastikan bahwa dirinya akan baik-baik saja. Ah, anak itu memang selalu bertindak terlalu dewasa. "Kak! Ini baru 3 jam sejak kau pergi, dan kau sudah menghubungiku?" pekik Bimo disebrang sana. Rahee mengganti menjadi mode video call, lalu menunjukan sekelilingnya. Wajah Bimo seketika berbinar penuh takjub, "Wow, bagus sekali. Aku iri padamu." "Tidak boleh iri, karena aku akan membawamu kemari." "Bisakah?" gumam Bi
Baca selengkapnya
15. Fitting Room
Sean menghisap rokoknya dalam-dalam, lalu mengembuskannya dalam satu helaan nafas. Risau perasaannya, membuat dia tekan ujung putung rokoknya yang masih panjang di atas asbak. Sean menatap tangan kanannya. Permukaan tangannya masih merah dan panas, tanda bahwa tamparan yang dia berikan pada Rahee tadi begitu keras. "Kenapa kau memandangi tanganmu seperti itu?" tanya Ezra, mendatangi Sean yang sejak tadi duduk di balkon kamar hotel seorang diri. "Oh, kau ingin bermasturbasi? Sebentar, ponselku sebentar lagi penuh." Iya, Ezra berada di kamar Sean untuk meminjam kabel charger. Bukannya membawa benda itu, Ezra justru langsung meng-charger ponselnya di kamar Sean. "Aku tidak level melakukan itu," balas Sean, lalu dia melihat ke arah dalam kaamrnya. Ada sosok Lucas dan Mark yang tengah melakukan live di I*******m. "Sejak kapan kalian berdua ada di sini?" "Kami menyelinap di belakan
Baca selengkapnya
16. Tidak Mungkin Jatuh Cinta
Venue konser berada di sebuah stadion dengan kapasitas 20 ribu penonton. Hal yang menakjubkan adalah tiket konser HEXID di Singapura sold out. Riuh teriakan para penggemar terdengar hingga backstage, dan Rahee jelas bisa mendengar semua itu. Saat ini penyanyi lokal sedang bertugas sebagai pembuka, jadilah jelas waktu yang Rahee miliki tidak banyak. "Tenang, Rahee. Tenang," gumam Rahee pada dirinya sendiri. Dia gugup karena ini adalah pertama kalinya dia memiliki klien pria, dan yang lebih membuatnya gugup adalah pria itu Sean. Master-nya, bosnya, dan pria yang sangat Rahee benci. Itulah macam-macam julukan yang Rahee sematkan. Sementara Sean yang tengah hanya diam saja. Ya, Sean tidak bicara apa pun sejak keluar dari fitting room hingga kini. Rahee sungguh tidak mengerti dengan mood Sean. "Kau ingin model rambut seperti apa?" tanya Rahee. "Itu pekerjaanmu. Kenapa kau harus me
Baca selengkapnya
17. Delicious Yoghurt
Rahee sedang berkirim pesan dengan Perawat Wendy. Jarak Rahee dan Bimo boleh saja berjauhan, tapi itu tidak membuat perhatiannya pada sang adik berkurang, justru dia kian memberikan perhatian lebih. Perawat Wendy bilang jika Dokter Bayu selalu ada untuk Bimo. Jeno juga sesekali datang ke rumah sakit. Ah, Rahee bersyukur Bimo dikelilingi oleh orang-orang baik. Setidaknya selama tur HEXID berlangsung, dia bisa sedikit tenang. "T-tidak. Menjauh dariku." Rahee mematikan ponselnya, lalu melirik ke arah ranjang. Sean ternyata tengah mengigau dalam tidurnya. Dengan ragu Rahee mendekat, dan yang dia heran adalah wajah Sean nampak ketakutan. Keringat disekitaran dahinya juga cukup banyak, seolah-olah pria itu dihantui oleh sesuatu hal menakutkan. Apa yang Sean mimpikan? "Pergi! Pergi!" Tangan Rahee terulur untuk membangunkan Sean, namun dia urungkan. 'Tugas'nya malam ini sudah selesai, dan dia hendak kembali ke
Baca selengkapnya
18. Kebaikan yang Tidak Terduga
Rahee menarik kopernya keluar kamar dengan tergesa-gesa. Bus rombongan para staf sudah berangkat beberapa saat yang lalu, dan dia tidak punya pilihan selain menyusul sendirian. Setengah berlari, Rahee menuju ke lift sambil mencari taksi via online. Oh, sekilas ini memang nampak mudah, tapi ternyata cukup sulit. Masalahnya tak ada satupun taksi yang bersedia mengantarkannya ke bandara. Semua menolak pesanannya.Begitu tiba di lobi, Rahee mengembalikan kunci ke bagian respsionis. Tidak lupa dia turut bertanya, "Apa mudah menemukan taksi di sekitar hotel? Saya harus ke bandara sesegera mungkin.""Biasanya mudah, tapi ini sudah masuk jam sibuk. Jadi mungkin akan ada sedikit kendala," jawab si resepsionis kemudian mengambil handy talkie. "Security, bisa tolong carikan taksi menuju bandara untuk tamu hotel kita?""Baik, dimohon tunggu sebentar," jawab si security yang dapat terdengar oleh Rahe
Baca selengkapnya
19. Addiction
Satu jam sebelumnya...Sean melangkahkan kaki pada turunan anak tangga. Dia memakai kembali kacamata hitamnya, kemudian berbalik memandangi bangunan mewah di belakangnya. Psikiater tolol, batin Sean murka. Sebelum menuju bandara, Sean sengaja membuat janji dengan seorang Dokter Psikiater. Psikiater ini memiliki nama besar, dan beberapa orang menyebutkan bahwa psikater yang baru dia datangi adalah yang terbaik di Singapura.Sean membuang ludah ke aspal jalan, tak setuju. Bisa-bisanya psikater tersebut bilang bahwa Hera, kekasihnya, tidak memiliki kesempatan untuk kembali normal. Di dalam tadi Sean melakukan video call bersama Dokter Willy –dokter yang bertanggungjawab mengawasi Hera. Dokter Willy menaruh ponsel secara diam-diam, lalu mulai berinteraksi dengan Hera. Sehingga Sean dan psikater dapat melihat segala sesuatu di lain tempat. Namun psikater justru membuat pernyataan yang menjadikan Sean marah."Dari
Baca selengkapnya
20. Ditinggal Sendiri
Ketagihan. Kata itu berputar di kepala Rahee selama dia menyantap semangkuk ramen. Aneh sekali. Kenapa Sean ketagihan dengan dirinya ketika ada ramen selezat ini? Rahee mengigit ujung sumpit, kemudian melirik diam-diam pada ramen Sean yang sama sekali tidak tersentuh. Dia menelan air liurnya karena ramen miliknya sudah lenyap tak bersisa. "Kau bisa makan punyaku jika mau," Sean menyodorkan mangkuk ramennya seakan-akan mempunyai kemampuan membaca pikiran. "Bolehkah?" tanya Rahee ragu. Sejak kemarin malam Rahee belum makan, dan kini perutnya seperti memerlukan porsi ekstra. "Hmm makanlah," kata Sean, membuat cengiran di wajah cantik Rahee terbentuk. Gadis itu menyeruput ramen milik Sean dengan semangat 45. Sementara Sean menompangkan dagu menggunakan tangannya, merasa senang mendapati Rahee mempunyai selera makan yang besar. Umumnya para gadis akan bersikap malu-malu, dan bahkan berpura-pura tid
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123
DMCA.com Protection Status