Semua Bab SIMBIOSIS: Bab 81 - Bab 90
94 Bab
81. Bertengkar lagi?
Tanpa terasa pekerjaan Andra dan Wawan sudah selesai. Berkat bantuan dari banyak pekerja yang juga ikut andil dalam pembangunan rumah tersebut. Andra duduk di kursi yang ada di depan rumah tersebut. Matanya menatap lurus ke arah jalan setapak yang masih beralaskan tanah. Ia mengambil ponsel dari saku celananya. Lalu menggeser layar ponselnya mencari nama seseorang. Nampak sebuah kontak yang sudah ia blokir. Ibu jarinya bergerak, hendak membuka blokiran pada nomor tersebut. Namun dengan segera ia menahannya, ia tidak boleh lengah sedikit pun.Tiba-tiba dari belakang, seseorang menepuk punggungnya. Andra langsung menoleh, ia menekan tombol power saat melihat sosok Hendri yang sudah ada di belakangnya. Hendri menarik salah satu kursi dan duduk di samping Andra. Ia mengulurkan sebelah tangannya. Andra terdiam sejenak, menatap uluran tangan tersebut dengan bingung."Terima kasih sudah mau bekerja secara profesional," kata Hendri sambil tersenyum.Andra menaikkan kedu
Baca selengkapnya
82. Keputusan sepihak
Robi mengacak rambutnya dengan frustasi, ia menyalahkan dirinya yang memilih pergi saat ini. Padahal seharusnya ia masuk ke dalam, bukan mengalah dan pergi seperti ini. Robi mengangkat sebelah tangannya, ia melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Baru satu jam sejak kepergiannya dari rumah Eva. Apakah belum terlambat untuk datang dan meminta maaf?Robi mendesah pelan, lalu menyambar kunci mobil yang ada di meja kamarnya. Ia berlari kecil keluar dari kamarnya. Secepat kilat ia masuk ke dalam mobil dan meninggalkan rumah mewahnya tersebut. Ia mendengus saat mengingat kejadian beberapa jam yang lalu. Mulai detik ini ia tidak boleh kalah dengan pria tersebut. Pria itu hanyalah masa lalu Eva. Sekarang Robi lah yang akan segera memiliki Eva sepenuhnya.Robi memutar kemudinya, melaju dengan kecepatan sedang menuju rumah Eva. Kondisi jalan sangat ramai hingga membuatnya seringkali menurunkan kecepatan mobilnya. Ia melirik jam yang melingkar di pergelangan tanganny
Baca selengkapnya
83. Pilihan Eva
Setelah satu hari menghindari Robi, akhirnya Eva membuat keputusan besar dalam hidupnya. Ia sudah tidak ingin lagi menjadi orang yang labil dan tidak bisa membuat keputusan. Ia akan menentukan ke mana arah jalan hidupnya setelah ini. Maka dari itu, ia menghubungi Robi yang saat itu tengah memimpin sebuah rapat besar di restorannya. Namun siapa sangka kalau Robi tetap menerima panggilannya."Kamu di mana?" tanya Eva dengan nada dinginnya."Saya di restoran," jawab Robi cepat. Suaranya menunjukkan kalau ia sedang terburu-buru. Eva bisa mendengar langkah kaki yang setengah berlari tersebut."Apa kamu sibuk?" tanya Eva lagi.Robi terdiam sejenak, lalu terdengar helaan napas pelannya. "Sedikit.""Saya mau ketemu sekarang di restoran cabang dekat tempat saya bekerja."Setelah mengatakan itu, Eva langsung mengakhiri panggilan. Ia menyambar slingbagnya, lalu melangkah cepat meninggalkan rumahnya. Hari minggu yang seharusnya ia gunakan untuk bersenan
Baca selengkapnya
84. Pendatang baru
Eva terbangun dari tidurnya. Ini merupakan hari pertamanya setelah memutuskan hubungan dengan Robi. Ia menghela napasnya pelan, otaknya terus berpikir bahwa keputusannya sudah benar. Eva mengedikkan bahunya, ia mencoba tidak memikirkan apa pun lagi. Eva melangkahkan kakinya ke kamar mandi, seperti biasa ia membasuh wajahnya sebelum pergi bekerja.Selama kurang lebih sepuluh menit, ia keluar dari ruangan lembab tersebut. Kakinya melangkah ke arah lemari besar yang menampung banyak pakaiannya. Matanya menelitis setiap pakaian yang ada di depan matanya, lalu ia menarik sebuah kaos polos berwarna putih. Kalau dipikir-pikir, ia sudah tidak pernah pergi bekerja mengenakan kemeja. Ia langsung menarik kaos tersebut.Setengah jam berlalu, Eva keluar dari kamarnya. Ia menatap meja makan yang masih kosong. Mungkin ibunya sudah pergi karena ada urusan mendadak. Eva sama sekali tidak terganggu karena bisa makan di kantor. Ia mengenakan sepatunya, lalu bergegas keluar dari rumah. Ta
Baca selengkapnya
85. Penyesalan
Dua bulan berlalu sejak Eva memutuskan hubungannya dengan Robi. Kini ia sudah kembali pada dirinya di masa lalu. Ia menjunjung tinggi karirnya dibanding pernikahan. Berdasarkan pengalamannya, ia merasa kalau menikah hanya akan berujung pada perceraian. Begitu juga dengan menjalin hubungan, hanya akan berujung pada perpisahan. Eva menyambar ransel kecil yang ada di meja kerjanya. Perutnya sudah berbunyi sedari tadi, menandakan waktu makan siang sudah tiba."Ikut engga, Na?" kata Eva saat tiba di dekat meja Ina.Ina menggeleng pelan, kedua matanya masih tetap fokus menatap layar monitornya. Ia masih terjebak dengan pekerjaan yang setiap harinya tidak pernah habis."Ikut, Vir?" tanya Eva pada Vira."Hmmm ...," jawab Vira dengan dehaman pelan. Kedua matanya terpejam, kepalanya menyandar di meja. Ia sudah tertidur sejak dua jam yang lalu. Tidur nomor satu, pekerjaan nomor dua.Eva menghela napasnya, sudah pasti ia akan pergi seorang diri. Ia menepuk bah
Baca selengkapnya
86. Debat
Pekerjaan Eva hari ini selesai lebih cepat dari biasanya. Ia merebahkan kepalanya di meja kerja. Wajahnya mengarah ke meja Vira. Sahabatnya itu terlihat tengah sibuk menatap layar ponselnya. Raut wajahnya seringkali berubah-ubah. Eva bisa melihat wajah sedih, senang, dan bahkan ia terlihat kesal. Eva yang mengira Vira tengah menonton film itu langsung menghampirinya. Kebiasaan Vira memang melalaikan pekerjaannya. Seakan ia tidak peduli kalau suatu saat ia bisa saja ditendang dari tempat tersebut.Eva menarik ponsel dari tangan Vira. Ia langsung melihat apa yang ada di layar ponsel tersebut. Dahinya berkerut, ia hanya melihat deretan tulisan yang sama sekali tidak menarik. Ia menyerahkan kembali ponsel itu pada Vira. Ia menghela napasnya, langkah kakinya kembali ke meja kerjanya. Vira yang melihat wajah lesuh Eva langsung menarik kursinya menuju ke meja kerja Eva. Ia menyodorkan ponselnya ke depan wajah Eva."Coba baca deh!" kata Vira.Eva menatap malas kumpulan
Baca selengkapnya
87. Bertukar pesan
"Va, lo kesurupan ya?"Eva menggelengkan kepalanya. Kedua matanya menatap layar ponsel dengan sangat serius. Tangannya bergerak menggeser layar ponselnya secara perlahan. Ia benar-benar panik saat melihat sebuah pesan dari aplikasi bacanya tersebut. Ia takut kalau komentarnya menyakiti penulis cerita yang belakangan ini menjadi favoritnya. Ina yang baru datang, langsung terkejut saat melihat wajah Eva yang sudah ditekuk. Ia segera menghampiri temannya tersebut, lalu mengusap wajah temannya dengan telapak tangan."Sadar, Va!" kata Ina.Eva langsung menepis tangan Ina dari wajahnya. Ina terkekeh, lalu pergi menuju tempat duduknya. Eva terlihat kesal, namun sedetik kemudian ia kembali fokus pada ponselnya. Eva menggigit bibir bawahnya, haruskah ia membalas pesan tersebut? Vira yang kebingungan melihat tingkah Eva, langsung menyambar ponselnya. Seketika ia tidak bisa bergerak, tubuhnya langsung mematung. Ia benar-benar terkejut saat melihat penulis cerita yang sedan
Baca selengkapnya
88. Curiga
Eva hampir saja memuntahkan makanan yang baru masuk ke mulutnya. Ia tidak bisa berkata apa-apa lagi saat melihat balasan yang dikirim oleh penulis favoritnya tersebut. Walaupun ia tidak tahu penulis itu laki-laki atau perempuan, namun kalau dilihat dari ketikannya, Eva yakin seribu persen kalau penulis itu pasti laki-laki. Ia bisa merasakan sisi buaya darat lewat ketikan tersebut. Vira dan Ina yang sedari sibuk makan, langsung mengalihkan tatapannya ke Eva. Mereka nampak curiga karena sahabatnya itu. Mereka saling pandang, lalu tersenyum dengan mencurigakan.Eva yang merasa dilihat seperti itu, langsung menyembunyikan ponselnya ke dalam saku celananya. Ia harus bersikap senatural mungkin agar tidak dicurigai oleh kedua sahabatnya tersebut. Ia kembali memakan makanan yang ada di hadapannya. Walau dengan pikiran yang tidak tenang, ia berusaha keras menyembunyikannya."Gimana, Va? Sudah dibalas?" tanya Ina, pandangannya masih fokus pada makanannya."Hah? Balasan ap
Baca selengkapnya
89. Sebuah kenyataan
Robi semakin curiga saat melihat bab yang baru dikirim oleh penulis cerita berjudul Kupu-Kupu tersebut. Ia tersenyum miring, saat membaca kedatangan seorang tokoh baru bernama Roni. Mungkinkah itu dirinya? Jika dilihat dari profesinya yang merupakan pemilik restoran terkenal, itu pasti dirinya. Robi membaca bagian terbaru dari cerita itu dengan cermat tanpa melewatkan satu kata pun. Ia sempat kesal saat digambarkan sebagai karakter yang seolah merebut istri orang lain. Tapi mau bagaimana lagi, kekuasaan digenggam penuh oleh penulisnya. Ia bisa saja berkomentar, tapi itu tidak akan menghentikan penulis membuatnya menjadi karakter yang jahat."Andra atau Eva ya?" tanyanya pada diri sendiri.Robi melanjutkan kegiatannya. Untung saja saat ini tidak ada keluhan di restoran pusat atau pun cabang. Jadi ia bisa beristirahat di ruangannya dengan nyaman. Ia mengernyitkan dahinya saat tiba-tiba membaca bagian yang terasa tidak asing.Tokoh wanita itu mengalami hilang ingat
Baca selengkapnya
90. Adik
Andra tiba di depan kantor papanya setelah menempuh perjalanan lebih dari 40 menit. Perjalanannya ke kantor papanya itu memang tidak terlalu jauh, tapi kalau naik angkutan umum, tentu saja akan memakan waktu lama, terutama karena akses jalannya yang terbilang ramai. Ia mempercepat langkahnya, mencoba untuk mempersingkat waktu sebelum sesuatu yang besar itu dimulai. Bertepatan saat dirinya tiba di pintu utama, lift langsung tertutup. Andra mendecak pelan, mau tidak mau ia harus lewat tangga darurat agar tidak terlalu lama menunggu lift.Andra berlari, seolah ia sudah menghafal tinggi setiap anak tangga. Satu per satu lantai berhasil ia lewati. Kini ia sudah berada di lantai lima, tersisa lima lantai lagi untuk tiba di ruangan papanya. Cukup melelahkan hingga membuatnya harus berhenti sejenak untuk memulihkan staminanya.Tiga menit rasanya sudah cukup untuk membuat tenaganya pulih kembali. Ia segera melanjutkan langkahnya menaiki anak tangga yang entah berapa ratus jumla
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
5678910
DMCA.com Protection Status