Lahat ng Kabanata ng Racun Mertua: Kabanata 41 - Kabanata 50
66 Kabanata
Bab 40 (Kemarahan Rayhan)
Pov Hasan"Nggak masuk kerja kamu, San?" tanya Ibu melihatku yang sedang duduk menonton televisi, tidak. Lebih tepatnya akulah yang di tonton televisi."Nggak, Bu. Malas.""Malas gimana maksudnya? Kalau kamu nggak rajin gimana bayar semua cicilan, San?" tanya Ibu dengan wajah yang di tekuk."Kalau memang bukan rezeki kita, Bu. Sekuat apapun kita mempertahankan pasti akan lepas. Seperti rumah tangga Hasan dengan Mira ini. Mati-matian dulu Hasan berusaha mendapatkan Mira, lalu mati-matian pula untuk mempertahankan dari perceraian, akhirnya hancur juga,' ujarku lemah."Lah ya jangan kamu terima begitu saja Mira menggugat kamu, San. Ingat Mira itu sedang hamil. Jangka waktu kalian untuk bisa rujuk itu panjang, sampai Mira melahirkan. Jadi sebelum bayinya lahir kamu harus bisa membuat Mira untuk kembali padamu. Berusahalah. Masih gitu aja kok udah K.O. Lemah kamu, San.""Begitu ya, Bu. Do'a kan Hasan ya, Bu," jawabku dengan mata yang berbin
Magbasa pa
Bab 41 (Rencana)
Pov Ibu "Mira juga pasti akan mengirimi setiap bulan untuk anaknya, Bu," ujar Hasan."Ya, baiklah. Pastikan Mira akan mengirimi anaknya. Dan berikan Ibu kuasa untuk mengatur anakmu juga mengatur kapan Mira bisa bertemu. Karena akan ada syarat dan ketentuan yg harus Mira lakukan jika ingin bertemu."Binar bahagia jelas terpancar dari kedua mata Hasan."Yasudah, Bu. Hasan keluar sebentar ya. Ada yang mau Hasan beli. Ibu mau titip apa?" tanya Hasan padaku."Nggak ada. Pergilah," jawabku pada Hasan. Seperginya Hasan, kembali semua ucapannya terngiang-ngiang di kepala. Membayangkan dan menerka-nerka apa semuanya akan berjalan sesuai keinginanku.Ya, aku akan mengorbankan rumah ini agar Hasan bisa mendapatkan hak asuh anak mereka, pun aku juga akan mengorbankan diriku menjadi pengasuh bayi Hasan. Pengorbanan yang kulakukan ini tidaklah mudah dan kecil, jadi harus ada keuntungan besar yang harus aku raih dari semu
Magbasa pa
Bab 42 (Ibu dibawa polisi)
POV Hasan "Lin, kunci rumah kita segera. Usir mereka yang masih ada disini. Kita ke kantor polisi menyusul Ibu. Saat ini Ibu pasti membutuhkan kita," perintahku pada Lina sambil menyindir Mira dan Abangnya yang masih menikmati proses dibawanya Ibu. Mendengar ucapanku, Mira dan abangnya bergegas keluar. "Mir, jika kamu tak ingin mencabut laporan pada Ibu. Abang pastikan kamu akan menyesal sudah melakukan ini, sebab kamu tidak mempunyai bukti yang cukup kuat untuk menjebloskan Ibu. Bukti yang kamu miliki hanya screen shoot percakapan w******p Abang dan Lina saja. Dan, itu tidak cukup kuat, Mir," ujarku pada Mira sesaat sebelum ia pergi. "Kita lihat saja nanti, Bang," jawabnya dengan senyum yang sulit kuartikan. Lalu ia dan Raihan masuk kedalam mobil, meninggalkan aku yang dengan kebingungan mengartikan maksud dari senyumannya. "Lin, kamu yang bawa motor ya," pintaku pada Lina. "Iya, Mas." Sesampainya di kantor polisi, terlihat Ibu yang baru saja turun dari mobil dengan di temani s
Magbasa pa
Bab 43 (Menjual rumah)
Pov Hasan Entah siapa yang memberitahu, kini dua orang makelar telah berada disini. Duduk di depan sembari terus memujuk agar aku menerima tawaran harga dari mereka. "Maaf, Bapak-bapak saya tidak bisa menerima harga yang Bapak tawarkan. Itu terlalu rendah untuk ukuran harga rumah ini. Sangat jauh dari kata pantas. Lagi pula saya tidak meminta perantara untuk penjualanannya, Pak," tolakku halus pada mereka. "Ya, tapi dari kabar yang santer terdengar katanya kan kamu butuh uang cepat untuk --" Bapak tersebut menggantung ucapannya, "urusan Ibumu. Ah, ya urusan Ibumu," sambungnya lagi. "Iya benar, Pak. Saya tidak menampiknya, tapi tidak juga dengan harga murah begini." "Tapi pembelinya langsung ada hari ini juga loh." "Ya, nggak apa-apa saya tunggu saja, Pak." "Okelah. Kalau gitu kami pamit dulu. Ini kartu nama saya, jika kamu masih berminat
Magbasa pa
Bab 44 (Kemarahan Rezi)
"Allah," ujarku pelan memegangi perutku. Darah mulai mengalir merembes di lantai. Bayiku. Ya Allah, tolong bayiku. Aku berdo'a dalam hati. "Mira. Kamu didalam?" Itu suara Pak Rezi. "Mira." "Pak ... Pak Re--rezi. Tolong," ucapku terbata-bata. Bang Hasan berjalan menuju pintu, dan saat pintu terbuka, aku kembali memohon pertolongan. "Pak ... Toloong," ujarku lagi sembari memegangi  perut. Nyeri disertai kram semakin terasa. Pak Rezi berdiri dipintu dengan wajah yang sungguh cemas. Semuanya terjadi begitu cepat hingga tanpa kusadari pukulan telah melayang ke wajah Bang Hasan hingga membuat Bang Hasan terhuyung.  Pak Rezi mengangkat tubuhku. Membawa keluar lalu melewati Bang Hasan disertai dengan ancaman karena telah membuatku seperti ini. Ia berlari membawa tubu
Magbasa pa
Bab 45 (Sidang putusan)
Pov HasanSejak hari dimana aku memukuli Lina, sejak itu pula aku tidak lagi pernah melihat atau memdapat kabar darinya. Ia pergi membawa hampir semua barang-barangnya disaat aku sedang bekerja. Bagaimana aku bisa menoleransi apa yang ia perbuat. Entah harus apa aku menyebut adikku itu kini. Ia tidur dengan laki-laki yang sudah beristri. Jika dikatakan pelacur, tidak juga, karena pelacur hanya berurusan dengan pengguna jasanya saat itu juga, setelahnya selesai. Tidak seperti Lina yang menjalani hubungan seperti layaknya orang yang menjalin asmara. Tapi dikatakan bukan pelacurpun tidak juga, karena Lina melakukannya dengan beberapa pria yang berbeda. Pak Tris dan Pak Budi, atasanku dikantor adalah dua dari orang lelaki yang aku ketahui berhubungan dengan Lina.Aku merasa kecewa dan sakit. Selama ini dibohongi mentah-mentah olehnya. Karena merasa Lina menutupinya dariku, akupun menanyakan keterkaitan Ibu tentang Lina, dan aku salah. Ibu tidak tahu apa-apa. Sejak saat itu
Magbasa pa
Bab 46 (Lenyapnya berlian Ibu)
Entah sudah berapa lama aku tinggal bersama Nenek dan Bang Raihan di rumah ini sejak perceraianku dan Bang Hasan disahkan negara. Awalnya aku ingin tinggal dirumahku, tapi melihat Bang Hasan yang masih saja sering datang berkunjung, membuat Nenek dan Bang Raihan memaksaku tinggal bersama mereka.   Sejak saat itu pula aku tidak lagi bertemu Bang Hasan hingga kini, hanya saja ia sering menghubungi namun kuabaikan, pun pesan yang berisikan berbagai macam kata, dari mulai kata sayang, rindu, kesal, hingga ancaman karena aku mengabaikannya.   Kabar yang aku dengar, rumahnya sudah terjual untuk mengurusi kasus Ibunya. Tapi entahlah, kata Bang Raihan kasus itu masih diberhentikan sementara karena kondisi Ibunya yang semakin memprihatinkan. Aku tidak peduli soal itu. Kuserahkan semuanya pada Bang Raihan dan pengacaraku.     "Mir, jadi hari ini ke rumah sakit?" tanya Bang Raihan dari sebalik pintu kamar. Rencananya s
Magbasa pa
Bab 47 (Lahirnya malaikat kecil)
"Nek, ini apa?" tanyaku cemas seraya menunjukan pada Nenek pakaian dalam yang terdapat flek berwarna kecoklatan. "Kalau sudah begini biasanya tanda-tanda mau melahirkan Mir," ujar Nenek dengan binar bahagia. "Yang benar, Nek? Tapi hpl dari dokter akhir bulan Nek, sekitar dua minggu lagi." "Hpl itu kan hanya perkiraan, kelahiran bisa maju atau mundur dari hpl. Yang jelas penentu kapan akan lahir hanya Allah yang punya kuasa. Ibumu dulu saat akan melahirkan Raihan dan kamu juga mendapatkan tanda begini. Kamu sudah mulas?" Aku mengganggukan kepalaku. "Ritmenya gimana? Hilang dan timbul?" "Iya, Nek. Dua puluh menit sekali." "Sudah mau lahiran kamu itu." "Lalu, Mira harus apa Nek?" "Tidak ada, tunggu saja." "Kenapa menunggu? Apa tidak ada hal yang bisa Mira lakukan? Bagaimana jika
Magbasa pa
Bab 48 (Pulang)
Pov Lina Sudah beberapa kali aku menghubungi Mas Hasan, namun tidak juga diangkat. Mungkinkah Mas Hasan sedang sibuk, atau memang sengaja tidak menerima panggilanku seperti halnya yang aku lakukan padanya. Kuputuskan untuk mencoba kerumah, walaupun kata Mas Hasan kemarin ia sudah menjual rumah Ibu.  Sesampainya di rumah, tidak banyak yang berubah. Hanya terlihat lebih kotor saja. Juga tumbuhnya beberapa rumput liar disekitar halaman. Tidak perlu mengetuk pintu, dari kondisinya yang terlihat saja aku tahu rumah ini tidak berpenghuni. Teriknya matahari membuatku beberapa kali memijit kepala. Rasa mual kembali mendera.  Aku kini harus ke mana? Kuputuskan menghubungi Mbak Mira. Memastikan apa Mas Hasan masih bersamanya atau tidak. Beberapa bulan belakangan ini aku benar-benar lost contact dengan keluargaku begitupun dengan Mbak Mira. Has
Magbasa pa
Bab 49 (Ancaman Lina dan Bang Hasan)
Aku sedang duduk di halaman depan sembari menyusui bayiku, ketika sebuah motor yang tak asing berhenti didepan rumah. Bergegas aku masuk kedalam rumah hingga suara Bang Hasan menghentikan langkahku. "Tunggu, Mir. Jangan masuk." Aku berbalik kebelakang, namun tidak mendekati mereka. Aku harus tetap menjaga jarak demi keamanan bayiku. "Abang kesini hanya ingin melihat anak Abang. Sejak lahir kamu selalu melarang, menghindar dan tak segan mengusir Abang. Kali ini Abang mohon izinkan Abang melihatnya, Mir." "Pergi kalian dari rumahku!" Bang Hasan perlahan mendekat, pun aku yang terus mundur. "Bang Raihan," teriakku kuat. "Jangan begitu, Mir. Abang hanya ingin melihatnya," pinta Bang Hasan. Tak lama Bang Raihan datang. Sama seperti halnya reaksiku tadi, reaksi Bang Raihan pun tak jauh berbeda. Kuserahkan bayiku dengan cepa
Magbasa pa
PREV
1234567
DMCA.com Protection Status