All Chapters of Code of Seduction (Bahasa Indonesia): Chapter 61 - Chapter 70
106 Chapters
61. Kecurigaan
  "Petunjuk kelima hilang…!"   "Apa?!"   Siena mengacak-acak isi tasnya lagi. Kakinya seketika jadi lemas. Memang benar, semua barang-barangnya yang lain ada, tapi tabung berisi petunjuk kelima menghilang!   "Ini pasti perbuatan anak-anak itu!" raung Alfonso.   Ia berlari ke arah kanan dari trattoria. Seingatnya kedua bocah tadi kabur ke arah ini. Namun orang-orang yang hilir mudik terlalu ramai, tak terlihat lagi jejak kedua bocah itu. Baru saja Alfonso berniat untuk berlari lebih jauh lagi, mendadak sesuatu terlintas di pikirannya.   'Tunggu dulu! Kenapa kedua bocah itu mencuri petunjuk kelima? Pencopet biasa tak mungkin tertarik pada tabung logam, sedangkan dompet dan barang-barang Siena yang lain aman!'   Alfonso buru-buru berlari kembali ke Siena. Gadis itu masih berdiri di depan trattoria, terlihat sedih dan bingung.  
Read more
62. Sahabat
  Brian mengawasi rumah mewah milik Adalfo dari taman umum di seberang rumah. Ia memakai mantel panjang, topi beanie, dan menutupi separuh wajahnya dengan scarf, persis seperti ketika berada di Italia.   Saat dia tahu Siena dan Alfonso akan pulang kembali ke LA, Brian pun buru-buru naik pesawat dengan waktu yang hampir bersamaan dengan pesawat pribadi mereka. Lalu dari bandara, dia langsung menuju ke rumah ini. Saat tiba di depan rumah, dia melihat mobil Alfonso masih terparkir di halaman depan.   Brian sendiri tak mengerti, kenapa dia melakukan semua hal yang aneh dan gila sejak Gloria memintanya untuk bekerja sama. Dia sudah tak ubahnya seperti seorang mata-mata atau seorang detektif yang mengintai targetnya.   "Ini semua demi kamu, Siena," gumam Brian, seakan ingin meyakinkan diri sendiri.   Setelah lebih dari satu jam berlalu, Alfonso terlihat keluar dari rumah mewah itu dengan menge
Read more
63. Pencemburu
  "Kenapa aku tak boleh bertemu Damien?" Alfonso memprotes dengan nada tajam.   Satu hari setelah mereka tiba kembali di LA, Siena merencanakan untuk bertemu Damien di kantor pengacara itu, tapi dia meminta Alfonso untuk menunggu saja di mobil.   "Karena terakhir kali kamu ketemu Damien, kalian hampir saja ribut. Apalagi kita tiba-tiba pergi tanpa kabari dia. Apa kamu lupa, Alf? Kita ke sini untuk minta bantuan Damien, bukan untuk bertengkar. Aku tak mau ada keributan," tukas Siena dengan cepat.   Alfonso tak bisa merasa tenang. Yang diingatnya hanyalah bagaimana Damien mencium Siena ketika berada di rumah sakit di Palma!   "Dan membiarkan dia menciummu lagi?" nada suara Alfonso tambah tinggi.   "A-apa…? Ka-kamu lihat waktu itu…?" Siena tergagap.   Wajah Alfonso sudah merah, tapi dia tak ingin meledak di depan Siena. Kalau saja Siena tahu betapa
Read more
64. Permintaan Damien
  Lima menit kemudian, Siena keluar dari bangunan kantor Damien, dan melangkah kembali ke mobil Alfonso.   "Bagaimana?" Alfonso langsung bertanya saat Siena sudah masuk ke dalam mobil.   "Damien masih sibuk, dia tak punya waktu untuk bicara saat ini. Jadi… dia akan datang ke rumah nanti malam jam enam." Siena berhenti bicara, menatap Alfonso dengan penuh harap.   "Alf, tolong jangan berpikir negatif atau marah dulu. Kita butuh bantuan Damien. Aku sudah katakan padanya untuk bertemu di rumah saja, sekaligus makan malam. Tapi percayalah, ini cuma seperti obrolan dengan seorang teman. Kuharap kamu tak keberatan aku ketemu Damien malam ini," Siena buru-buru menjelaskan.   Alfonso terdiam sesaat. Hatinya sesungguhnya berontak, tidak rela Siena makan malam berdua dengan Damien, tapi… dia juga punya rencana lain malam ini.   "Baiklah…, tapi berjanjilah kamu akan beritahu ak
Read more
65. Putus Asa
  Alfonso berdiri di depan pintu sebuah unit apartemen. Apartemen ini tidak mewah seperti apartemen yang ditempatinya. Lorongnya sempit, jarak antar unit berdekatan, sehingga terkesan sesak. Kenapa Gloria memilih apartemen seperti ini untuk tempat tinggal? Padahal dia tahu betul bagaimana selera Gloria terhadap hal-hal yang mewah.   Alfonso mengetuk pintu unit milik Gloria. Sesaat kemudian, wajah Gloria muncul di balik pintu.   "Honey Bear! Ayo masuk, aku sudah menunggu dari tadi." Suara Gloria terdengar ceria, wajahnya tersenyum.   Alfonso melangkah masuk. Ruangan apartemen itu juga kecil sesuai dugaannya. Cuma ada satu kamar tidur dan kamar mandi di sisi kanan. Selebihnya adalah ruang tamu menyambung dengan dapur kecil yang langsung terlihat begitu masuk.   "Duduklah, Honey Bear. Aku sudah siapkan makanan dan red wine kesukaanmu," kata Gloria sambil menunjuk ke sofa dengan dua dudukan
Read more
66. Imajinasi Paling Liar
  Alfonso memarkir mobilnya di halaman depan rumah Adalfo. Jarak rumah ini dengan apartemen Gloria cuma 15 menit, dia langsung kemari begitu meninggalkan Gloria. Alfonso memegang leher dan keningnya. Kenapa mendadak dia merasa tubuhnya jadi hangat?   Ia terus melangkah masuk ke dalam rumah. Siena memintanya untuk datang setelah Damien pergi, khusus untuk mencicipi Paella yang dimasak Siena. Hmm..., perutnya jadi lapar membayangkan makanan khas Spanyol yang disukainya itu.   Alfonso melihat Siena berdiri di dapur di depan kitchen island dengan dress hijaunya. Rambut Siena diikat tinggi, memamerkan kulit leher dan bahunya yang putih. Ah, tubuh Alfonso seketika makin hangat melihat Siena yang tampak sangat menggoda baginya. Ingin sekali rasanya ia mencium kulit Siena yang mulus dan bibirnya yang merah merekah.   "Cherry…."   "Hai, Alf…. Ayo duduk, aku sudah siapkan Paella untukmu." Bahkan s
Read more
67. Pulang Kembali
  "Apa kamu bersedia puaskan aku malam ini, Cherry?" tanya Alfonso dengan seringai nakal menghiasi wajahnya.   "Alf, tidak lucu…!" keluh Siena. Dia langsung mundur beberapa langkah dari Alfonso, sambil melipat tangan di depan dadanya, memasang wajah kesal.   Alfonso tertawa, tapi segera menyesalinya. Oh, dia harusnya tak menggoda Siena, karena itu malah membuat tubuhnya makin terangsang! Ia menutupi wajahnya dengan kedua tangannya, berupaya mengusir bayangan tubuh Siena dari pikirannya.   Siena sadar Alfonso sepertinya sedang melawan dirinya sendiri. "Alf, kurasa lebih baik kamu menginap di sini malam ini. Ada banyak kamar yang bisa kamu pakai. Aku akan minta Lucio siapkan kamar untuk kamu." Lalu dia buru-buru memanggil Lucio.   Lucio langsung menunjukkan sebuah kamar untuk Alfonso. Sebagai kepala pelayan pribadi Adalfo yang sudah bekerja puluhan tahun, tentu saja Lucio tahu segala sesua
Read more
68. Pencarian
  "Siena Chan…!"   Siena mendongakkan wajahnya. Imelda berlari ke arahnya dengan wajah berseri-seri. Mereka sudah membuat janji untuk bertemu di sebuah kafe hari Minggu siang ini, yang pastinya bukan Cheers Cafe. Siena merasa ada hal penting yang ingin dibicarakannya dengan Imelda, sahabatnya.   "Aku tak bisa hubungi Brian, sudah tiga hari ini. Dia juga tak masuk kerja. Kata manajernya di Cheers Cafe, dia sakit. Tapi anehnya, dia juga tak ada di apartemennya." Imelda langsung mencerocos begitu duduk di samping Siena. Justru hal itulah yang sedang dirisaukan oleh Siena.   "Benarkah?" Wajah Siena terlihat khawatir.   "Ada apa sebenarnya? Waktu kamu telepon aku, kamu berkata mau bicara tentang Brian."   Siena menarik napas dalam-dalam. Akhirnya ia memutuskan untuk menceritakan semua yang terjadi hari itu, ketika Brian datang ke rumahnya, menyatakan perasaan padanya, dan
Read more
69. Petunjuk Tersembunyi
  Pemakaman itu terletak di pinggir Kota Los Angeles. Makam marmer putih Adalfo tampak bersih terawat. Siena memang selalu menugaskan salah seorang asisten Adalfo untuk memastikan ada petugas penjaga makam yang membersihkan dan merawat makam Adalfo secara rutin.   Alfonso meletakkan sebuket bunga lily putih yang dibawanya di atas makam Adalfo. Matanya terus menatap makam itu tanpa bicara. Siena hanya bisa menebak perasaan apa saja yang berkecamuk di dalam hati Alfonso. Apakah rasa rindu, sedih, atau bersalah?   "Nenekku bernama Lily. Itu sebabnya salah satu bunga kesukaan Kakek adalah lily," cerita Alfonso dengan suara pelan. Ia menunjuk sebuah makam putih lainnya, persis di samping kanan makam Adalfo. "Nenek sudah meninggal waktu aku baru berumur tiga tahun. Tak banyak yang bisa aku ingat tentang Nenekku."   Ucapan Alfonso membangkitkan ingatan Siena tentang teka-teki pertama dari Adalfo. "Grandpa memang be
Read more
70. Tanpa Petunjuk
 Tiga hari kemudian. Alfonso dan Siena duduk di dalam pesawat pribadi Adalfo yang membawa mereka terbang ke Melbourne, Australia. Namun masalahnya, perjalanan mereka kali ini tanpa petunjuk. Mereka belum berhasil menemukan satu pun penginapan yang dimiliki oleh Adalfo di kota itu. Asisten Alfonso sudah membongkar data seluruh penginapan di kota itu, tapi hasilnya nihil. "Aku yakin aset terakhir Grandpa ada di Melbourne, Alf…. Mungkin saja itu cuma penginapan kecil yang tak terdaftar namanya. Atau mungkin nama pemiliknya memang dirahasiakan. Pokoknya kita tetap harus ke sana untuk mencari. Karena itu kota kelahiranmu yang pasti menyimpan cerita tentang kamu." Di dalam pesawat pun, Siena masih berusaha meyakinkan Alfonso. Alfonso tak dapat menahan senyum gelinya. Alfonso yang dulu adalah orang yang selalu penuh dengan rencana. Dia tak akan pernah melakukan suatu pekerjaan yang tanpa kep
Read more
PREV
1
...
56789
...
11
DMCA.com Protection Status