All Chapters of Holiday to Wedding Day: Chapter 61 - Chapter 70
93 Chapters
Drama The Hill 01
"Good morning, every body!" aku memasang wajah super cerah sewaktu tiba di dapur plus ruang makan keluarga. Meskipun jantung, otak, saraf dan peredaran darah sempat konslet tapi aku membulatkan tekad. Ini satu-satunya jalan untuk aku bisa segera pulang ke Indonesia, tanah tumpah darahku. Negeri kaya raya subur makmur di mana ada Batik, cinta sejati. Cinta mati.  "Hi, Aldert!" atas nama cinta tulus suciku pada Batik aku melemparkan senyum manis padanya, "Nice dream last night?" Alih-alih bahagia atau minimal senang, Aldert justru mendelik. Serius, seakan-akan baru saja aku mengatakan, "Hi, Play Boy atau hi, Buaya Darat Crazy Brengsek Predator ganas, tadi malam kamu mimpi dikeloni Mbak Kunti, ya?"  Wah, awal yang sangat bagus bukan, Guys? Tidak sia-sia juga dulu aku
Read more
Demi Cinta Sejati
Sambil menyembunyikan senyum dalam hati, aku menyimpan ponsel di kantong bagian depan tas punggung merah kecil tercinta. Mengalihkan pandangan ke Aldert yang masih mengerucutkan bibir. "Sudah sih Aldert, jangan cemberut terus. Nanti gantengnya hilang, lho? Nanti kalau kita pulang jalan-jalan terus mama kamu pangling, gimana?"  Aldert melihatku sekilas. "Habis kamu sih Pretty, lagi jalan sama tunangan juga teleponan sama cowok lain." Aku membelalakkan mata. Memasang wajah tersanjung setinggi-tingginya. "Idih, cemburu nih? Hahahaha … Aldert, Aldert. Katanya nggak selevel sama Arnold tapi kok, nisa cemburu gitu, sih?"  Si Crazy Brengsek Predator ganas itu diam tak berkutik. Kembali fokus ke tugas menyetir. "Sebentar lagi kita sampai di Amsterdam nih, Pretty. Ka
Read more
A Day With Aldert
Amstel. Canal of Amsterdam.  Di sinilah kami berada sekarang, menaiki perahu dayung menyusuri aliran kanal yang bersih dan jernih. Aldert terlihat bersemangat mendayung, tentu saja. Mengulum senyum super manis sampai terlihat basah. Setengah mengerikan, setengahnya lagi menenteramkan hati. Eh! Maksudku, minimal tidak ada gejala usil, nakal atau semacamnya di sana.  "Bagaimana, Pretty Sweety?" pertanyaan Aldert membuatku gelagapan. "Lima puluh meter lagi ada jembatan pemberhentian. Kita akan terus berperahu atau istirahat dulu? Sebentar lagi juga sudah masuk jam makan siang." lanjutnya dengan mata berbinar-binar. Kalau kamu masih ingin berperahu, aku dengan senang hati mendayung atau mau aku ambil foto lagi? Oh, mau aku buatkan video?" tawar Aldert kental dengan nada merayu. "Mumpung masih di atas di perahu kan, kapan lagi?"
Read more
Just Focus!
"Arnold, I am here!" kataku setengah berbisik begitu dia mengangkat teleponku. "Infront of Albert Heijn. Where are you?" (Di depan Albert Heijn. Kamu di mana?) Arnold terdengar lega saat menjawab pertanyaanku. Sepertinya dia juga tersenyum. Ah, dia pasti gembira karena aku bisa menjumpainya di sini. "OK, Hill. I'll go there as soon as possible. So wait for me, please? (Oke, Hill. Aku akan ke sana sesegera mungkin. Jadi, tolong tunggu aku, ya?)  Sedikit lebih tenang dari pada detik-detik sebelumnya aku mengangguk. Menyimpulkan senyum bahagia. "OK, Arnold
Read more
The Blind Map
Arnold melekatkan pandangan padaku setelah meneguk minuman dingin bersodanya. Intinya dia menanyakan berapa lama waktu yang kebutuhan untuk bisa pergi dari sini sebelum Hari H pernikahan yang mereka rencanakan. Dengan air mata bersembulan---merasa nyawa sudah di ujung tanduk---aku mengatakan kalau waktuku kurang dari tiga minggu. Arnold menyeringai, entah apa artinya.  "Give me a pen, please?" (Beri aku pulpen, tolong?) permintaan Arnold membuat semangatku bangkit kembali. Tanpa sedikit pun berusaha untuk menghapus air mata, aku merogoh ke dalam tas. Mengambil pulpen dan buku diary.  "Here you are, Arnold." aku mengangsurkan dua benda kesayangan itu padanya. Memandang lekat-lekat mata biru laut yang terlihat sedikit menyipit. Seb
Read more
H Spot Jahanam
Tepat di depan rumah Batik---aku tahu alamatnya dari Ronu---dengan perasaan hancur lebur selebur-leburnya, aku turun dari taksi. Driver bergegas menurunkan koper dan tas punggung dari bagasi, menerima ongkos plus uang kembalian yang kuikhlaskan untuknya dengan mimik wajah gembira. Sementara aku semakin bingung, tak tahu harus berkata apa atau bagaimana ketika akhirnya berjumpa dengan Batik nanti.  Apakah dia masih bisa menerima aku? Maksudku, setelah semua yang terjadi … Ya Tuhan! Tak pernah kusangka kalau ternyata Arnold seorang penjahat. Lebih jahat dari pada Frank Family, sungguh. Lebih gila, brengsek dan ganas dari pada Aldert, sumpah.  Oh, bodohnya, aku justru mempercayai Arnold sampai  seratus persen. Dari sejak awal bertemu dulu, bahkan. Padahal Tante Ariane juga sudah mengingatkan bukan, kalau Arnold buk
Read more
Menemui Cinta Sejati
Mbak Nilam langsung memelukku erat-erat.  Ekspresi kebahagiaan yang tak pernah tergambar sedikit pun dalam benakku. Bukan apa-apa. Aku takut kalau pada kenyataannya semua tak lagi sama.  Ya ampun!  Batik pasti sudah menceritakan tentang semuanya, kan? Oh, Mbak Nilam pasti juga sudah tahu kalau Mama ke sini, menekan Batik. Iya kan, Guys? Oh, apa sih yang sudah merasuki Mama? Bukankah selama ini dia selalu mengajarkan kepadaku untuk menikah bersama orang yang benar-benar mencintai aku? Bukan hanya orang yang benar-benar aku cintai? Karena hanya kekasih yang saling mencintai satu sama lainlah yang akan sama-sama bersetia dalam menjalani cerita kehidupan?  Big bulshit! "Kapan dateng, sama si
Read more
Heart to Heart with Batik
Menggeleng lemah. Melepaskan tangan dari genggaman Batik. Menata perasaan agar lebih rapi. Minimal tidak seberantakan saat ini. "Mama nggak mungkin nyariin aku, B.  Mama juga nggak tahu kalau aku kabur dari Netherlands."  Ha, apa?  Apa yang baru saja kukatakan pasa Batik, Kekasih Sejatiku? Mengapa kadang-kadang mulut ini tak bisa dikendalikan? Ya Tuhan!  "Maaf, B …!" ucapku mulai terisak-isak lagi. Menyalami tangannya lagi. Berulang kali mengecup punggungnya. Punggung tangan preman kampus, ketua Geng MANGKRONG yang sudah secara alami mengkudeta seluruh hatiku. "Aku terpaksa melakukan ini, B. Sungguh, sumpah." lanjutku dengan air mata bersembulan dari pelupuknya, menambah pedih lahir dan batin. "Demi Tuhan!" 
Read more
Jujur Atau Dusta?
"Hill … Kamu kenapa, Hill?" Mbak Nilam mengguncang-guncang pundakku yang sudah basah oleh keringat dingin. "Kamu kenapa? Nggak apa-apa kan, Hill?"  Jangankan menjawab pertanyaan Mbak Nilam, untuk sekedar menggetarkan bibir pun aku tak mampu lagi. Sungguh, hanya bisa bernapas, terengah-engah di antara bayang-bayang  jahat Arnold. Menyakitkan, menakutkan. Oh, ooohhh, kenapa Arnold sampai hati melakukan hal sejahat itu padaku? Dia sendiri kan yang mengatakan kalau aku ini sahabatnya? Begitulah seorang sahabat?  Jahat. Jahat. Jahat.  "Why do you help me, Arnold?" (Kenapa kamu membantuku, Arnold?) tanyaku pagi itu waktu dia mengantarkan makan pagi ke markas pelariannya.  
Read more
Perjuangan Belum Berakhir
"Ya sudah sih, kalau Mbak Hill nggak mau!" simpul Taruntum membuatku sedikit tergoda untuk memikirkan apa yang sebenarnya terjadi. Di balik rujakan mode on yang dia katakan itu tadi lho Guys, maksudku.  Pertama, Batik tidak sebodoh itu, tentu saja. Untuk apa dia mengajakku melakukan hal-hal yang berbahaya? Bukankah kami sedang dalam perjuangan untuk menyatukan jiwa dan raga dengan segenap cinta yang bertumbuh di pelataran hati? Apalah artinya segala perjuangan jika tiba-tiba Mama datang dan memaksaku untuk ikut dengannya? Nol Besar.  Ke dua, mungkin tidak sih Taruntum ini sebenarnya pengkhianat? Mata-mata bayaranlah, kalaupun tidak bisa dikatakan pengkhianat. Ya Tuhan! Dia kan tahu tentang semua pergerakan kami di sini?  Eh! 
Read more
PREV
1
...
5678910
DMCA.com Protection Status