All Chapters of DUKU (DUDA KUAT): Chapter 71 - Chapter 80
100 Chapters
70. Haya tidak Mau Bertemu Satria
Satria sedang berada di kantor polisi untuk mengurus perihal kebakaran yang menghanguskan bengkelnya. Dua jam ia di sana dan dimintai keterangan sebagai saksi. Termasuk turut serta Sapto dan Murtadi. Ketiganya memberikan keterangan yang diminta oleh pihak kepolisian. Sampai saat ini belum dapat diketahui penyebab kebakaran tersebut terjadi. Polisi hanya mengatakan akan menyelidikinya lebih lanjut."Pak, sepertinya penyelidikan ini dihentikan saja. Saya merasa tidak punya musuh dan saya harus segera membangun bengkel saya kembali. Kasihan anak buah saya kalau terlalu lama saya rumahkan. Bagaimana, Pak?" Satria akhirnya memutuskan untuk tidak meneruskan semua ini. Urusan bakal sangat panjang jika menunggu siapa dalang di balik kebakaran bengkelnya. "Bisa saja, tapi Mas, tapi Mas harus menandatangi surat permohonan penghentian penyelidikan dan siap menerima risiko yang terjadi ke depannya.""Baik, Pak, saya siap." Satria sudah bulat dengan keputu
Read more
71. Salsa Menguntit
Katakanlah ia penguntit. Tak apa, asalkan hatinya ikut senang melihat senyum bahagia milik Satria yang tengah berbelanja bersama anak dan istrinya. Wajah pria itu begitu tulus dan penuh cinta saat menatap sang Istri. Tangan kanannya kokoh menggendong Samudra sebagai bentuk kasih sayang, sungguh pemandangan yang membuatnya senang sekaligus penuh penyesalan.Satria tidak sungkan menyuapi istrinya makan baso. Ia juga menyuapi Samudra kuah baso dengan ujung sendok. Keluarga yang bahagia sekali. Waktu itu, ia berharap bisa memiliki kebahagiaan saat ia memutuskan untuk menikah dengan Fajar, tetapi semua kandas. Tidak mungkin ia bisa bahagia dengan lelaki yang berani merusak wanita lain kemudian mencampakkannya. Salsa bersembunyi di balik tiang beton di dekat toko mainan. Sebuah ide muncul di benaknya. Ia membeli mainan mobil-mobilan besar yang ada remote-nya dengan harga cukup mahal. Ia juga menghiasnya dengan pita yang ia beli tak jauh dari toko mainan import itu.&nbs
Read more
72. Haruskah Satria Melepas Haya Pergi?
Suara sirine mobil ambulan kembali bergema di lingkungan tempat tinggal Satria. Siapalagi kalau bukan Haya yang kembali tidak sadarkan diri. Mak Piah yang baru saja keluar dari rumah sakit hanya bis mengintip dari jendela kamar sambil menggelengkan kepala. Bandel! Gak mau dengerin omongan orang tua. Percaya atau tidak, gaib itu memang ada. Kenyataan memang Satria terkena kutukan, mau gimana lagi? Batinnya.Bu Mae tidak ikut mengantar Haya ke rumah sakit karena sudah ada yang mengendarai ambulan warga. Ia memilih di rumah saja sambil menimang Samudra yang terbangun karena ulah orang tuanya. "Bu Mae, bukannya Haya sudah sembuh saat dijemput Satria?" tanya Bu Fitri yang tiba-tiba sudah berada di depan pintu rumah Bu Mae. "Masuk sini!" Bu Mae meminta tetangga dekatnya itu untuk duduk di dekatnya. Bu Fitri masuk dan menutup pintu rumah walau tidak rapat. Ini masih pukul delapan tiga puluh malam, masih banyak warga yang wara-wiri di depan, ter
Read more
73. Bercerai
"Sat? Kok pulang? Haya gimana?" tanya Bu Mae heran melihat kedatangan anaknya tiba-tiba. Satria berjalan lunglai menuju sofa. Ia berbaring dengan napas berat. Bu Mae menyadari ada yang tidak beres dengan anaknya, lekas pergi ke dapur untuk membuatkan teh manis. Ia kembali ke ruang TV dan anaknya masih berbaring di sana yang menutupi wajahnya dengan lengan. Napasnya terlihat naik-turun teratur, itu tandanya Satria benar-benar terlelap. "Sat, bangun, udah ashar!" panggil Bu Mae sambil mengguncang tubuh putranya. Tidur setelah ashar adalah pantangan baginya sejak dulu, jika memungkinkan harus sudah bangun sebelum waktu asar."Eh, iya, Bu." Satria membuka mata perlahan, lalu langsung duduk dengan tubuh lemas. "Ini, minum dulu! Ibu buatkan lagi yang baru tehnya." Bu Mae mendorong cangkir teh hangat yang ia baru siapkan untuk Satria. Lelaki itu menyesapnya perlahan. Menikmati sensasi air hangat yang membasahi tenggorokannya yang amat kering.&n
Read more
74. Sebelum Gandengan Sama Malaikat Maut
Satria mengantar Haya ke rumah kontrakan yang memang baru saja selesai disewa oleh pemilik sebelumnya. Rumah yang diberikan Satria pada Haya sebagai bentuk perhatian dan rasa sayangnya pada wanita itu dan anaknya. "Rumahnya perlu dibersihkan sedikit ya, kamu tidak apa-apa?" tanya Satria saat mempersilakan Haya untuk melihat-lihat rumah sederhana milik Satria yang memiliki dua kamar dan ruang tamu yang cukup luas. "Gak papa, Bang, nanti saya bersihkan. Abang mengontrakkan rumah ini beserta perabotannya?" tanya Haya heran saat membuka pintu kamar dan melihat satu buah kasur besar ada di sana, lengkap dengan lemari dan meja rias. "Iya, sebulan dua juta karena sama perabotan. Gak papa, semua ini Abang berikan untuk kamu. Oh, iya, ini!" Satria mengeluarkan sejumlah uang dari tas selempangnya, lalu ia berikan pada Haya. "Apa ini, Bang?" "Daun pisang, Neng. Ini uang, he he he ..." Satria mencoba tertawa di balik kesedihan hat
Read more
75. Status Salsa
"Bagaimana kabar Fajar?" tanya Bu Mae pada Salsa saat keduanya tengah menikmati sepiring pisang goreng."Sepertinya sehat, Bu, masih di luar negeri," jawab Salsa santai. Ia pun lupa kapan terakhir kali berkirim kabar pada Fajar karena lelaki itu masih marah padanya yang terus saja meminta cerai. "Kamu tidak ada niat menyusul ke sana?" Salsa tersenyum, lalu mengeringkan tangannya yang berminyak dengan tisu. Salsa menggeleng."Saya akan bicara dengan wanita yang tengah hamil anak suami saya, Bu. Saya sedang menggugat Mas Fajar juga ke pengadilan. Doakan semua lancar ya, Bu. Doakan juga Mas Fajar terbuka hatinya untuk menikahi Cintya." Bu Mae mengangguk sambil mengusap pundak Salsa dengan penuh kehangatan. "Kamu sabar ya, Fajar tidak mungkin tidak bertanggung jawab. Kamu tahu sendiri media sosial sekarang luar biasa pengaruhnya. Jika wanita itu speak up, maka habislah karir Fajar. Keluarga mereka hanya belum berani saja mengungkapkan, tapi Ibu ya
Read more
76. Siapa Wahyu?
"Haya.""Mas Wahyu.""Eh, kamu tinggal di sini? Ya ampun, dunia ternyata sempit banget. Ketemu lagi kita di sini. Udah lama kamu tinggal di sini?" tanya Wahyu sambil tersenyum, lalu mengulurkan box kecil pada Haya. "Iya, Mas, saya juga baru pindah kemarin," jawab Haya. "Terima kasih kuenya ya, Mas.""Sama-sama, salam kenal tetangga lama rasa baru. Jangan kapok ketemunya saya lagi, he he he ...." Haya dan Wahyu tertawa. Suara tawa yang mengundang Bu Mae untuk mengintip dari jendela ruang tamu. Keningnya berkerut dalam saat melihat Haya tertawa lepas dengan seorang lelaki di depan sana. Siapa lelaki itu? Sepertinya sudah akrab? Haya bukannya tipe wanita yang tidak gampang dekat dengan lelaki? Melihat Haya kembali berjalan menuju rumah, Bu Mae berpura-pura kembali duduk di atas karpet bersama Samudra. "Siapa, Ya?" tanya Bu Mae penasaran. "Pak RT?" tanyanya lagi. "Bukan, Bu, itu Mas Wahyu.
Read more
77. Satria Cemburu
"Tunggu, Mas, ini hanya salah paham. Saya dan Haya sudah kenal lama. Sudah sejak Haya masih ingusan diusap pake tangan. Udah saya anggap seperti adik sendiri. Kebetulan saja kami bertetangga dan bertemu di warung sayur ini. Jadi, jangan salah paham," terang Wahyu saat ketiganya sudah berdiri sedikit menjauh dari warung sayur."Apa benar itu, Haya? Bukan ini alasan kamu ingin berpisah dari saya?" Satria menatap Haya dengan serius. Wanita itu hanya diam seribu bahasa, lalu sebuah ide muncul di kepalanya. "Iya, saya lagi dekat dengan Mas Wahyu. Cuma sekedar dekat saja, bukan yang lain," jawab Haya sambil melirik Wahyu dengan takut-takut. Lelaki itu terperangah dengan ucapan Haya. Apa maksudnya? Ada apa dengan Haya? "T-tapi ....""Sudah cukup, Mas! Saya bisa menarik kesimpulan bahwa kalian ini tengah berselingkuh," kata Satria lagi sambil menahan geram. "Sudah ya, saya mau pulang, keburu Samudra bangun!" Haya meninggalkan Wahyu dan Sa
Read more
78. Satria Bertemu Haya
"Hari ini kamu gak ke bengkel Bu Mae, Sa?" tanya Juwi pada putrinya. Salsa baru saja keluar dari kamar masih dengan piyama yang ia pakai semalam. Terlihat sangat sederhana dan apa adanya tanpa polesan make up."Kayaknya gak ke sana dulu, Bun. Bang Satria mau ke bengkel," jawab Salsa sambil mengulum senyum."Kamu gak rindu gitu," goda Juwi lagi. "He he he ... dosa rindu sama suami orang. Tahan dulu sampai semuanya beres. Salsa hari ini sidang, Bun, Bunda lupa ya?""Eh, iya ya, ya ampun, agendanya apa? Mediasi bukan?""Iya, Bun, tapi Mas Fajar gak datang. Mamanya juga gak datang. Biar Salsa aja sendiri. Bunda temani Salsa yuk!""Baguslah mereka tidak usah datang, biar masalah cepat selesai. Bunda mau ke toko kue kita jam dua siang. Kamu sidang jam berapa?""Jam sebelas, Bun, temani ya!" Salsa menatap bundanya dengan tatapan memohon. "Oke, sarapan dulu gih!" Juwi membuka tudung saji di atas meja. Ada banyak menu sarapa
Read more
79. Panjar Suami
"Isi aja semampu Abang," kata Salsa menunjuk formulir gugatan perceraian yang sudah ada di tangan Satria. "Bisa juga dengan alasan sudah tidak cocok. Saya dengar dari Bunda karena masalah ranjang lagi ya? Nah, bisa jadi emang anunya udah gak cocok sama anunya, Bang, hi hi hi ...." Salsa tertawa malu sambil menutup mulutnya.Ekspresi Satria berubah muram. Ia mengira Salsa tengah meledek dan senang dengan musibah yang tengah ia hadapi, padahal gadis itu tidak bermaksud apapun. Ia hanya merasa geli dengan nasib Satria yang terus saja kawin cerai hampir dua tahun belakangan ini. "Saya mencintai Haya dan ini sangat berat untuk saya. Melepas orang yang kita cintai, karena kesalahan kita sendiri itu rasanya sungguh berat. Mbak Salsa mungkin belum pernah merasakan cinta dengan seseorang sehingga menganggap kisah saya ini lelucon, tapi asal Mbak tahu, jika saja bisa memilih, maka saya memilih tidak bercerai. Saya ingin membangun rumah tangga bersama Haya dan
Read more
PREV
1
...
5678910
DMCA.com Protection Status