All Chapters of Asisten Pribadi Tuan Muda: Chapter 91 - Chapter 100
125 Chapters
91. Disalahkan
"Saya pusing kenapa harus ada masalah lagi," keluh Vano memijit pelipisnya yang terasa pusing. Sehabis di marahi sang Papa, lalu mendapat pukulan kuat dan kemudian berdebat dengan Mita soal mertua dan suami idaman. Ia kembali mendesah lelah. Sungguh perdebatan yang nggak ada faedahnya dan malah semakin membuat kepala Vano semakin berdenyut pusing. Sedangkan Mita tampak merasa simpati dengan keadaan bosnya. Gadis bermata sipit itu menyenderkan punggungnya ke sandaran sofa. "Nggak ada cara lain, bapak harus bicara sama Bunga," kata Mita kemudian. Dia begitu tau watak bosnya yang keras dan suka nyinyir, namun ketika melihat bosnya yang berbeda seperti beberapa hari terakhir yang seolah nggak berdaya, membuat sisi kemanusiaan gadis itu terpanggil. Apalagi gadis itu memang bekerja untuk mengurus Vano. "Apa yang harus dibicarakan? Lagian kenapa Bunga malah mempermalukan dirinya sendiri dengan seperti itu," ucap laki-laki itu nyinyir. Dia menyandarka
Read more
92. Hal yang menakutkan
Jarum jam di arloji merk Daniel Wellington menunjuk pada garis yang sama dengan angka tujuh, sedangkan hari sudah petang dan angin pun tampak stabil berhembus. Nampaknya suasana yang telah berganti malam nggak membuat masyarakat berhenti antusias menikmati kesejukan yang terpancar di sebuah taman kota.Lampu-lampu yang terang dan warna-warni menambah ketenangan saat berjalan-jalan. Beberapa anak kecil pun nampak senang berlarian bersama dengan anggota keluarganya. Ada yang hanya sendiri, bersama keluarga dan ada juga yang bersama teman maupun pasangan.Satu hal yang sangat terasa di lubuk hati terdalam, yaitu rasa sepi saat melihat kebahagian terpancar beberapa orang yang melewatinya dengan gelak canda tawa. Nggak ada yang mengenalnya, sebab Bunga sudah bertransformasi menjadi sesosok manusia biasa yang hanya tampil dengan kaos dan celana jeans panjang tanpa make up yang super heboh. Gaya yang sangat sederhana nggak seperti biasanya.Sebab perempua
Read more
93. Emang mau?
Akhir-akhir ini banyak sekali ingatan-ingatan terdahulu yang muncul. Seperti ingatan tentang bagaimana bisa Mita pada akhirnya terperangkap di sebuah perusahaan besar dengan Bos yang begitu unik dan mengesalkan. Hal-hal tersebut menjadikan gadis itu kerap diam dan melamun sekarang-sekarang ini. Nggak seperti Mita biasanya. Dulu, gadis bermata sipit yang memiliki ambisi itu riang dan lucu dengan celotehan-celotehannya yang membuat orang lain tertawa. Ya walaupun beberapa saat sempat terlihat diam dan sangat lelah, tetapi Mita bisa kembali riang lagi. Sepertinya memang karakter Mita yang memiliki mood swing yang suka berubah-ubah. Namun tetap saja bagi Farhan, temannya itu nggak seperti biasanya dan membuatnya selalu terganggu saat melihat Mita melamun. Seperti saat ini. Dia sempat memperhatikan gadis itu mengaduk kopi di pantri dapur dengan sorot mata yang menerawang jauh lewat pintu masuk dan keluar. Dan segera laki-laki berpakaian kemeja yang mulai kusut itu
Read more
94. Kembali berulah
Vano harusnya nggak perlu heran kalau Mita mampu mendatangkan Bunga di depannya. Namun walaupun dia percaya, tetap saja ada keterkejutan saat seorang perempuan dengan jaket kulitnya bak rocker itu mengambil duduk di depannya.Bahkan Bunga terlihat santai membuka kacamata hitamnya, mencoba acuh kepada sosok laki-laki yang terus menatapnya.Dan bagaimana bisa Vano melepaskan pandangan. Sebab apa yang dia lihat nggak seperti Bunga yang dia kenal. Biasanya perempuan itu selalu bergaya feminim dan terlihat manis maupun sok manis.Namun sesaat Vano tertegun. Bunga sudah berubah. Perempuan itu tampak lebih kuat juga acuh dari Bunga yang dia kenal sebelumnya. Hal itu tentu membuat Vano sedikit tertohok sekaligus merasa simpati akan perubahan Bunga yang nggak biasanya.Kan mungkin saja diakibatkan karenanya.Kendati Vano masih kaget, Mita malah menyambut kedatangan Bunga dengan wajah yang sumringah. Dia menampilkan senyumnya dan memberikan salam ba
Read more
95. Akan menjadi lebih brengsek
Seperti kasus Bunga, mungkin orang lain yang mengenalnya akan tetap mengira dia tetap Bunga yang menyebalkan dan suka membanggakan dirinya sendiri. Nggak banyak orang yang ingin mengerti mengapa Bunga memiliki sikap seperti itu. Mita memang nggak mengenal akrab, atau mengenal lama seperti Bianca yang mengenal Bunga. Tetapi rasa empati itu melebihi dari orang yang tau Bunga sejak lama. Mita memang menganggap Bunga sebagai orang yang menyebalkan dan nggak asik, sukanya membanggakan dirinya sendiri juga egois. Namun dibalik itu, Mita merasa kasihan atas kehidupan yang menyedihkan perempuan yang dia kenal sebagai pacar bosnya itu. Bagaimana enggak. Bunga begitu plin-plan dulu. Sejak awal Bunga memang nggak pernah melihatnya dengan sinis. Tetapi selalu saja mengajaknya berbincang walau kendali penuh obrolan di pegang oleh Bunga. Perempuan itu menyombongkan diri, bahwa dirinya memiliki banyak teman, memiliki pengalaman, gaul dan lebih plus-plus sosialnya ketimbang
Read more
96. Masalah selesai
[Flashback] "Van, sudah punya pasangan?" tanya laki-laki dewasa yang sering Vano panggil Papa. Ia sedang duduk di ruang tengah sembari menonton acara televisi saat Vano lewat akan menuju kamarnya. "Kok tiba-tiba?" tanya Vano mengernyit bingung sendiri. Dia nggak jadi menuju kamarnya dan mengambil duduk di samping Papanya. "Tiba-tiba gimana? Emang umur kamu berapa coba?" "Masih dua puluh enam, Pah." "Masih?" Pak Iskandar menoleh dramatis. "Dua puluh enam itu sudah tua, Van." "Tua apanya?" Vano nggak terima. Jelas saja, baginya usianya sekarang masih tergolong muda bukan tua seperti yang dikatakan sang papa. "Ya tua, apalagi kamu belum pernah punya pasangan kan?" "Kata siapa?" "Loh, emang ada?" "Enggak sih," balas Vano membuat sang papa mendengus. "Di usia kamu Van, harusnya sudah menggandeng perempuan, ya minimal kenalkan lah dulu sama mama dan papa," timpal sosok wanita anggun yang tiba-
Read more
97. Untuk pertama kali
“Gimana? Selesai, Pak?” tanya Mita setelah mendapati seorang laki-laki masuk ke dalam mobil Mercedes-Benz GLB-Class. Raut wajahnya datar seperti biasa, sehingga membuat Mita kesulitan menebak apakah semua baik-baik saja atau malah kebalikannya. “Hemm.” Hem kali ini, iya. Tetapi gadis bermata sipit itu belum puas atas jawaban bosnya. Ada perasaan was-was karena dirinya masih menebak-nebak tentang apa yang telah terjadi. “Semua baik-baik kan, Pak?” “Hem,” guman Vano sekali lagi. Kemudian laki-laki itu menyuruh Mang Joko untuk pergi dari parkiran restoran yang menjadi pertemuannya dengan Bunga. Ia masih acuh dengan asistennya, membuat Mita mendengus karena mendapat jawaban hem lagi. Walaupun hem yang ini juga bermaksud iya. “Bunga gimana?” “Apanya yang gimana?” Mita kian berdecak. Semakin nggak jelas saja obrolan dengan bosnya. Lagipula mengapa bosnya sangat menyebalkan di saat yang nggak memungkinkan. Mita bertanya dengan baik-ba
Read more
98. Mendapat restu
Hari sudah sore dan mulai akan datang malam, namun jalanan ibu kota nggak ada tanda-tanda sepi dari kendaraan. Kemacetan sudah mereda beberapa saat yang lalu. Jalanan yang sudah normal pun mulai dijadikan patokan syukur untuk pengendara yang akan pulang ke rumah masing-masing. Setelah bekerja, setelah berkutat dengan tugas pekerjaan serta harus menghadapi kemacetan disaat tubuh hanya memiliki sisa-sisa energi itu rasanya nggak mudah. Emosi sering tersulut hanya karena hal-hal sepele, sehingga saat mendapati jalanan yang mulai sedikit longgar, sudah cukup untuk dijadikan rasa syukur di hari yang melelahkan. Motor scoopy fi sporty yang di tumpangi oleh Mita dengan helm nya yang bergambar minions itu mulai masuk ke sebuah gang rumahnya. Lampu-lampu di setiap rumah sudah menyala menerangi kedatangan malam. Dia menekan klakson serta membuat gestur anggukan kepada seorang satpam yang melambai padanya. Lelah, ingin cepat-cepat istirahat. Dalam bayangan gadis
Read more
99. Bualan Hansel
Angin malam berhembus menerpa wajah baby face milik Mita. Bibirnya menampilkan senyum sembari melambaikan tangan ke arah laki-laki yang kini sudah menunggangi motornya. Malam mulai larut, tiba waktunya untuk Mita beristirahat di atas kasur. "Kapan-kapan main balik ya?" ucap Gilang setelah mengancingkan helm nya. "Kalau di undang," balas gadis itu yang tetap menghantarkan Galang menuju luar halaman rumahnya. "Jelas di undang dong, cuman butuh jadwal kosong mu aja." "Aku belum ada jadwal kosong," timpal Mita kembali. "Sibuk?" "Sok sibuk," balas Mita terkekeh. "Nanti lah, bisa diatur jadwalnya." Gilang hanya menampilkan senyum manisnyanya. "Nanti di kabarin lagi," katanya kemudian  "Iya dong, tadi loh nggak ngabarin." Mita tiba-tiba berseru. Namun sadar akan kesunyian malam dia pun mulai kembali menormalkan suaranya. "Jangan bikin kaget tiba-tiba lah Lang, nanti jantungan gimana?" "Nanti di kasih nafas
Read more
100. Memperhatikan
"Eh Mita, bentar ... bentar ..." suara Farhan mengintruksi saat gadis independen yaitu Mita baru akan memasuki sebuah lift menuju ruangan bosnya.Dia segera menoleh memperlihatkan wajahnya yang khas keturunan Chinese."Apa?""Yaelah, selow aja kali, gue gak akan minta sama apa yang lo bawa," sahut Farhan yang kemudian sudah berhadapan dengan gadis bermata sipit itu."Punya bos juga," kata Mita. "Ada apa sih? Gue buru buru nih, mau anter makan siang tuan bos besar.""Gue cuman mau nitip berkas cok, minta tanda tangan, soalnya males banget mau ke atas, nanti gue ambil di Bang Billy."Mita segera menerima berkas dalam map yang diberikan Farhan kepadanya. Laki-laki yang suka tebar pesona itu seperti biasa tampil dengan gaya yang memikat."Eh, bentar!" Seru Farhan tiba-tiba dengan mencengkram pundak Mita begitu gadis itu akan masuk ke dalam lift."Apa lagi?" tanya Mita mencoba sabar dengan kelakuan rekan kerjanya itu."Mana P
Read more
PREV
1
...
8910111213
DMCA.com Protection Status