All Chapters of Setan-Setan yang Merasuki Tubuh Suamiku: Chapter 31 - Chapter 40
133 Chapters
31. Darah Perawan
Matahari sudah mulai meninggi, sinarnya pun mulai menyengat menyelimuti permukaan bumi. Meski begitu, kesibukan di salah satu kantor nampak masih tak menyurut, meski pun jam sudah menunjukkan pukul dua siang tetapi mereka masih berkutat dengan pekerjaan mereka di meja masing-masing, berharap bisa menyelesaikan semua pekerjaan mereka sebelum jam pulang datang.  Bagas yang tengah fokus dengan komputer di hadapannya, menoleh saat ada seseorang yang tiba-tiba merangkul pundaknya dari belakang.  "Gas, nanti kamu ikut kan?" Tanya Dion tiba-tiba.  "Hmm, gimana ya?" Ucap Bagas yang nampak sedang berfikir. "Aku gak mungkin ngebiarin Andira pulang sendiri." Serunya kemudian.  "Gimana kalau kamu bawa Andira saja." Usul Dion, namun Bagas tak langsung mengiyakan. "Ayo lah, kita kan sudah lama gak ngumpul bareng." Rayunya.  "Kalau begitu, aku tanya Andira dulu deh." Jawab Bagas, berinisiatif.  "Deal, kita ketemu di temp
Read more
32. Tamu tak diundang
 Braaakk.  Terdengar suara benda terjatuh dan menggelinding dari atas atap. Sayup-sayup telinganya pun mendengar suara tertawa seorang wanita, namun semakin lama suara itu kian menghilang seolah di telan oleh angin. Langit yang semula terlihat cerah pun berubah mendung seketika. Dengan cepat, awan hitam datang menggelayut menutupi birunya langit yang cerah. Suara petir menyambar, saling bersahutan di sertai datangnya angin kencang yang terdengar bergemuruh di telinga.  Braakk, braakk, braakk.  Daun pintu serta jendela, terdengar saling beradu hantam karena terjangan angin badai tersebut. Tari dan mbah Kaji keluar dari ruangan itu lalu berlari ke arah ruang tamu untuk melihat apa yang sedang terjadi. Sesaat setelah mereka sampai di ambang pintu ruang tamu, angin kencang dengan cepat menghantam tubuh tari yang masih berdiri di ambang pintu. Brugh. Tari terjungkal karena hempasan angin tersebut. Daun pintu yang masih terbuka l
Read more
33. Sepi di tengah keramaian
Cciiiiiiiittttttt...  Suara decitan ban besar dari truk trailer yang bergesekan dengan aspal, terdengar sangat memilukan di telinga orang-orang di sekitar tempat kejadian.  Meski Tari sudah berusaha sekuat tenaga untuk membuka pintu mobilnya, namun anehnya pintu itu seolah terkunci rapat dan tidak mau terbuka. Dia pun akhirnya sudah pasrah jika maut akan menjemputnya sekarang, karena ia benar-benar sudah terjabak di dalam mobilnya sendiri. Peluh yang bercucuran pun kian membasahi seluruh tubuhnya, tangan dan kakinya pun serasa mati rasa dan tidak bisa di gerakkan sama sekali kala truk trailer itu kian mendekat ke arahnya.  "Aaarrgh..." Kedua matanya terpejam rapat, Tari tak mampu melihat truk besar itu menghantam tubuhnya sendiri.  Cciiiiiiiittttttt... Meski sang sopir truk trailer itu mencoba untuk menghentikan laju mobilnya, namun karena jarak di antara keduanya yang terlalu dekat, hingga sang sopir pun tak mampu untuk me
Read more
34. Kotak hadiah
Entah karena sengaja atau tidak, sang bos tiba-tiba saja menyuruh Andira untuk bekerja lembur merapikan semua berkas yang akan dia bawa ke rapat direksi besok. Padahal sebelumnya Andira sudah merapikan semua berkas itu dan menyusunnya rapi sesuai dengan urutannya. Tapi nyatanya, saat ini semua berkas itu berserakan di ruang kerja sang bos.Alhasil, rencana Andira yang hendak pergi untuk menemui sang suami pun batal. Hingga petang pun tiba, pekerjaan Andira belum juga selesai. Beruntung saat itu ada Sisi yang kebetulan belum pulang, dia adalah salah satu teman kerja Andira yang lumayan dekat dengannya. Dia bahkan mengusulkan diri untuk membantu Andira menyusun semua berkas itu. Hingga akhirnya empat puluh menit kemudian, pekerjaan mereka selesai dan tiga tumpuk berkas pun sudah rapi di atas meja. Andira bergegas untuk segera menemui sang suami yang sudah lama menunggunya di lobi. Namun saat bertemu pun dia justru di suguhkan dengan wajah sang suami yang terlihat s
Read more
35. Gelap menyelimuti
"I-ini?" Andira mengerutkan keningnya, saat melihat isi dari kotak putih tersebut.  "Ini untuk apa?" Tanyanya heran, sembari menunjukkan isi dari kotak itu. "Untukmu." Ucap Bagas, dia mengambil benda berbentuk persegi itu lalu memasangkannya pada ponsel andira. "Selesai." Serunya sembari mengalungkan benda itu di leher sang istri.  "Hahahaha.." Andira tergelak. Sekuat apa pun dia berusaha untuk menahan tawanya, namun pada akhirnya terlepas juga. Dia menatap benda kenyal berbentuk persegi yang tak lain adalah sebuah softcase bertali yang membingakai ponselnya.  "Lihat ini." Tunjuk Bagas pada bagian belakang softcase tersebut, di mana tertera huruf BA dengan font yang indah di sana. Yang mana huruf itu merupakan nisial dari mereka berdua yang di bingkai di dalam sebulah love.  "Waah, bisa nyala?" Saru Andira antusias saat melihat huruf itu bisa menyala terang saat Bagas menelponnya.  "Pakai ini di lehermu agar po
Read more
36. Dimensi lain
Melihat Bagas tergeletak di tanah, ketiga sahabatnya terkejut dan segera berlari mendekatinya. "Bagas bangun, kamu kenapa?" Dion menepuk-nepuk salah satu pipi Bagas, berusaha untuk menyadarkannya. Kedua temannya yang lain pun ikut mengoyang-goyangkan tubuh Bagas, namun Bagas tetap tak merespon.Tidak hanya itu, pengunjung cafe yang lain pun menjadi ikutan panik mendengar isak tangis Andira, mereka bahkan menghambur mengelilingi tubuh Bagas yang pingsan. Hingga salah satu dari mereka menyarankan agar segera membawa Bagas ke rumah sakit terdekat. Dion memutuskan untuk menitipkan motornya di cafe dan membawa mobil Bagas, karena hanya dialah satu-satunya orang yang bisa membawa mobil di antara temannya yang lain. Dion segera melajukan mobil Bagas meningkalkan area parkir cafe. Sementara dua temannya yang lain mengikuti mobil mereka dari belakang. Di kursi belakang, Andira yang memangku Bagas pun masih terus menangis dan mencoba untuk menyadarkan suaminya
Read more
37. Istanaku
Dalam sekejap, cahaya putih itu menarik tubuhnya masuk ke dalam dimensi lain. Ia pun terkejut dengan apa yang ada di hadapannya saat ini. "Tempat apa ini?" Gumamnya.Kedua matanya menyapu sebuah ruangan yang sangat luas dengan puluhan pilar-pilar berwarna emas menjulang dengan kokohnya, puluhan patung manusia berkepala buaya pun tak luput dari pandangannya itu. Jika dilihat dengan seksama, ruangan tersebut lebih mirip dengan sebuah istana. Dari kejauhan, ia melihat segerombolan pria bertubuh kekar tengah berkumpul di depan sebuah ruangan. Jika dilihat dari pakaian yang mereka kenakan, mareka lebih mirip seperti para pengawal kerajaan di jaman dulu. Sesekali mereka terlihat berjalan mengitari seluruh ruangan di sana. Tanpa sengaja, pandangan Andira tertuju pada salah satu ruangan yang tertutup rapat. Entah ruangan apa itu, tapi suara hatinya seolah menyuruhnya untuk segera pergi ke sana. Di saat para pengawal itu tengah berkeliling meninggalkan ruanga
Read more
38. Hutan
Saat Bagas baru tersadar dari tidurnya, dia terkejut saat mendapati dirinya berada di tempat asing seperti ini, terlebih dalam keadaan kedua tangan yang terikat dengan sangat kuat. Matanya pun terbelalak saat puluhan ekor buaya dewasa mengerumuni dan mengelilingi dirinya yang terikat. Buaya-buaya itu menatap dirinya dengan mulut yang menganga, seolah siap untuk menerkamnya kapan saja. Tidak ada yang bisa Bagas lakukan, apa lagi di saat sosok yang diselimuti asap hitam itu muncul. Jangankan untuk berteriak dan meminta tolong, tubuhnya bahkan membeku dan tak bisa bergerak sedikit pun. Yang bisa ia lalukan hanya menahan rasa perih saat sosok itu menghantam tubuhnya dengan benda yang selalu ia bawa. Benda yang menyerupai sebuah cambuk namun terdapat dua mata pisau yang sangat tajam di ujungnya. Sosok itu juga selalu mengucapkan hal yang sama sebelum menyiksanya. "Karena kamu sudah menolak hatiku, maka tidak ada yang boleh memilikimu. Baik itu diriku atau pun diri
Read more
39. Terjebak
"I-ituu?" Andira terbelalak saat melihat hewan berkaki empat dengan kulit lorengnya, tengah melintas tidak jauh dari tempat mereka berada sekarang."Sssstt." Bagas segera memberi isyarat agar sang istri tetap tenang. Dia mengedarkan pendangannya untuk mencari tempat persembunyian yang aman. "Ikuti aku, hati-hati dengan langkahmu dan jangan mengeluarkan suara." Bisik Bagas pada sang istri. "Obornya?" Tanya Andira dengan berbisik juga, dia heran saat melihat sang suami malah mematikan penerangan satu-satunya yang mereka miliki. "Ssstt! Tinggalkan saja, itu akan mengundang perhatian harimau itu." Bisiknya lagi, lalu ia segera menggandeng tangan istrinya dan membawanya pergi. Mereka mencoba untuk tetap tenang dan berjalan mengendap-endap, menjauhi si kucing besar itu. "Naiklah." Bisik Bagas menunjuk pohon besar di depannya, namun sang istri malah menggeleng. "Kenapa?" Tanyanya. "Aku tidak tahu bagaimana caranya naik." 
Read more
40. Akar mimang
"HAHAHA.. KALIAN TIDAK AKAN PERNAH BISA KELUAR DARI SINI, SELAMANYA KALIAN AKAN TERJEBAK DI HUTAN TERLARANG INI!" Mendengar suara itu, Bagas dan Andira pun terkejut. Entah dari mana suara itu berasal, suara itu benar-benar membuat keduanya terpaku di tempatnya. Angin malam kian berhembus kencang, menghantam tubuh keduanya hingga dingin semakin menusuk tulang. Suara hewan nokturnal pun saling menderu, membuat suasana malam kian mencekam. "Siapa pun dirimu, aku akan membawa istriku keluar dari tempat terkutuk ini!" Tantang Bagas. Tidak ada jawaban, hanya suara desiran angin malam yang terdengar berhembus di sela-sela pepohonan.  Sementara itu, Andira masih tergugu. Suara itu mengingatkan dirinya akan suara teriakan di istana tadi. Bayang-bayang akan puluhan ekor buaya yang sedang mencabik tubuh manusia dengan sangat lahap, kembali tergambar di benakknya. Bagas pun segera menyadari gelagat sang istri yang terlihat cemas, ia menatap wajah sang istri
Read more
PREV
123456
...
14
DMCA.com Protection Status