All Chapters of Di Balik Rupa Burukku: Chapter 131 - Chapter 140
263 Chapters
Bab 131
Setelah selesai belanja, Hasan menitipkan semua belanjaannya ke penitipan barang. Dia berjalan menggandeng Aina menuju restoran di lantai atas, sebelum sampai restoran, langkahnya berhenti di toko ponsel, lelaki itu menarik tangan istrinya menuju toko tersebut."Mau apa ke sini, Bang?""Mau lihat-lihat HP.""Bukankah Abang sudah punya HP?""Iya, tetapi sekarang ada HP yang memiliki fitur kamera dan bisa untuk internetan."Setelah menanyakan barang yang di maksud kepada pelayan toko, pelayan itu segera memberikan beberapa produk yang mereka jual."Ini produk terbaru, Pak. Namanya Blackbarry, bisa mengirim pesan dan bisa membuat grup obrolan, fitur kameranya juga bagus.""Kau mau, Sayang?" tanya Hasan dengan tatapan sayang pada istrinya."Untuk apa aku HP? Bukankah Abang baru membelikanku HP belum lama in?" "Iya, tapi HP ini sangat bagus, Abang bermaksud membelikanku." "Bang, tidak usah pemborosan, aku sudah punya HP.""Apa bisa tukar tambah di sini?' tanya Hasan pada penjual."Bisa,
Read more
Bab 132
"Apa maksudmu?" Aina mengernyitkan dahi, memandang Reni dengan tajam."Gak usah belagak kau, aku pikir kau anak orang kaya, huh tahunya? Kau hanya anak kampung dari SMA desa terpencil di Kuala Tungkal, kenapa setelah datang ke Jambi lagakmu macam orang kaya dan gedongan, wajarlah ... Kan ada om-om yang menjadikanmu simpanan. Senang kau ya? Memakai semua barang bermerk dari pemberian suami orang?" ujar Reni dengan nada yang betul-betul menghina. Sudut bibir Renata melengkung sempurna, dia tidak perlu berkoar-koar membuka aib gadis ini, cukup Reni si bodoh yang selalu dibawah kendalinya yang bergerak, mulut gadis itu selalu tajam seperti sembilu, mendapat mangsa yang bisa diperolok-olok membuatnya bertambah ganas dalam menyerang."Maaf, aku tidak banyak waktu meladeni omonganmu yang tidak jelas ini. Aku harus pergi!" hardik Aina sambil menepiskan tangannya dengan kuat.Tangan Reni sudah bisa dihempaskannya, namun bukan Reni jika tidak bertindak lebih agresif, dari zaman SMA dulu Aina s
Read more
Bab 133
Setelah jam setengah sepuluh, Aina pergi ke kampus, urusan warung masih di serahkan pada Anisa, karena gadis itu jadwal kuliahnya jam satu siang. Ketika sampai pelataran kampus, waktu masih ada setengah jam sebelum masuk, Aina mencari bangku santai di dekat lorong penghubung antar gedung. Lorong ini juga menghubungkan ke ruangan para dosen.Ketika Aina duduk, suasana tampak sepi, sepertinya yang masuk kelas pagi belum ada yang keluar walaupun ada beberapa mahasiswa yang melintas, tetapi sepertinya anak jurusan lain sehingga tidak mengenalnya.Tiba-tiba terdengar notifikasi di HP-nya berbunyi, gadis itu segera mengambilnya di tas, dibukanya aplikasi pesan di masanger.(Sayang)Aina tersenyum melihat satu kata yang tertera di layar, suaminya itu ... Benar-benar bucin.(Iya, Bang) balasnya.(Abang kangen) Tuh kan ... Baru dua jam pisah, dah bilang kangen.(Kita gak ketemu baru dua jam, gak usah ngegombal kangen)(Jangankan dua jam, semenit saja sudah kangen)Aina tidak tahan tertawa mel
Read more
Bab 134
Aina tidak bisa mengatakan apa-apa, dia hanya tercengang melihat dosen tampan itu memintanya menjadi PJ. "Bagaimana, Ai? Apakah kau bersedia?" "Eh?" Aina tersadar ketika mendengar perkataan Steven kedua kalinya "Anu, itu ... Dari mana bapak tahu kalau saya punya HP Blackbarry?" "Aku melihatnya kau memainkannya tadi. Kau jadi PJ tugas sekarang, oke?" "Maaf, Pak. Tidak bisa, cari yang lain saja," ujar Aina malas. Kenapa pula dosen ini main perintah saja tanpa mempertimbangkan dia bersedia atau tidak. "Tapi yang lain gak punya BBM?" "Kan ada ketua tingkat, biasanya yang mengurusi seperti ini kating, Pak," elak Aina. "Saya sudah bilang, di kelas ini hanya kamu yang punya BBM. Sudah diputuskan ya, PJ nya kamu." "Pak, saya tidak bisa. Saya takut lalai, saya banyak kegiatan, Pak." "Kegiatan apa sih? Sok sibuk banget," celetuk seorang mahasiswi yang gagal jadi PJ tadi. "Iya, ih." "Yah, sibuk apalagi, kalau gak sibuk ngelayanin om-om senang." Sepertinya komentar teman-temannya
Read more
Bab 135
Suara tuk ... tuk ... Dari sepatu high heel yang di kenakan Aina seperti irama dahsyat di telinga Hasan. Lelaki itu tercengang melihat bibir merah menyala yang begitu seksi, tubuh wanita itu, ya Tuhan ... Busana apa yang dikenakan? Membuat air liurnya menetes, Aina bahkan tidak memakai celana dalam dan bra di dalamnya."Happy birthday, Suamiku sayang ...," ujar gadis itu dengan suara berbisik."Ayo, tiup lilinnya!"Bagai kerbau yang dicucuk hidungnya, lelaki itu mengikuti kata-kata wanita itu dengan patuh. Musik di HP sudah Aina matikan, aroma handbody lation yang lembut tercium dari kulit gadis ini, Aina tidak memakai parfume, karena memang Hasan tidak menyukainya."Ini kadonya, Sayang ... Bukalah."Hasan segera duduk di tepi ranjang, diikuti oleh Aina. Lelaki itu membuka kotak yang diikat pita biru dengan rapi. Sebuah dompet dan ikat pinggang terlihat di dalamnya."Apakah Abang suka hadiahnya?""Hmmm, suka. Suka sekali."Hasan baru bisa bersuara sekarang, setelah beberapa saat tadi
Read more
Bab 136
Aina dan Hasan sampai di kedai bakso yang Aina dan teman-temannya kelola, Aina sendiri tidak menyangka jika halaman kedai ini cukup luas, bisa menjadi lahan parkir pelanggan, kira-kira lima sampai enam mobil bisa diparkirkan di sini, untuk motor justru bisa lebih banyak. Mobil Hasan yang sangat bagus itu, terparkir cantik di halaman kedai, membuat Ihsan, Kamal dan Anisa segera berdiri, penasaran dengan calon pelanggannya yang sedikit lebih berbeda. Padahal kedai dalam keadaan ramai, tetapi ketiga orang itu tanpa sadar, berdiri di pintu kedai menyambut pelanggan istimewa itu. Ketika Aina turun dari mobil itu, mereka cukup tercengang, terlebih seorang lelaki gagah dan tampan ikut juga turun dari mobil, lelaki itu memiliki aura yang membuat ketiganya merasa semakin kecil, aura kebangsawanan lelaki itu membuat mereka terpesona secara alami. "Hei, kok bengong! Itu banyak pelanggan kok gak dilayani!" tegur Aina membuat mereka tersadar. "Eh, Bos ...." "Hush! Jangan panggil Bos, itu ada
Read more
Bab 137
"Bukan karena itu, tetapi aku ingin membantu Anisa, Ihsan dan Kamal, agar mereka memiliki penghasilan untuk membiayai kuliahnya, mereka nyaris tidak kuliah karena tidak mampu membayar SPP, dengan usaha ini, aku berharap mereka bisa berdikari dan mandiri," ujar Aina panjang lebar."Jadi, dari mana kau mendapat modal semua ini?""Warung ini menyewa, aku memakai uang mahar darimu, Bang. Sebagian tabunganku sudah kupakai untuk modal usaha ini, sebagian sudah kupakai membayar uang kuliah," ujar Aina, kini berani menatap mata suaminya "Kau membayar kuliah pakai uang pribadimu? Kenapa tidak mengambil uang yang ada di ATM yang kukasih?""Waktu itu, Abang belum memberiku ATM."Ha? Jawaban Aina cukup mencengangkan bagi Hasan, apakah dia lalai memperhatikan kebutuhan istrinya? Bukankah dia sudah berjanji untuk membayar semua uang kuliahnya? Lelaki itu menghembuskan napasnya berat, dia merasa sangat bersalah pada istrinya ini."Lain kali, kalau ada kebutuhan apapun, ambil di ATM yang Abang kasih
Read more
Bab 138
Aina sampai kampus tinggal lima menit lagi masuk kelas, dia tidak sempat berpamitan lagi dengan suaminya langsung berlari menuju kelas. Mata kuliah pendidikan Pancasila yang diampuh oleh Bu Margaretha, memiliki disiplin lebih ketat dari dosen lain. Dosen paruh baya itu tidak segan-segan mengusir mahasiswanya yang terlambat.Untung saja Aina tepat waktu masuk kelas walaupun dengan ngos-ngosan. Setiap tugas dengan Bu Margaretha nilai Aina selalu A sempurna, karena setiap tugas yang diberikan harus tulis tangan dan harus dengan ejaan tata bahasa Indonesia yang benar, Aina sudah biasa melakukannya, apalagi dulu di Kuala Tungkal juga mendapat bimbingan kepenulisan dari pak Seno. Bu Margaretha selalu respek terhadapnya, di kelas nilainya selalu tertinggi, yang lain walau isi tugasnya bagus tetapi masih dijumpai tanda baca yang salah.Karena terburu-buru masuk, Aina tidak lagi memperhatikan situasi sekarang seperti apa, banyak tatapan mata teman-temannya menghujamnya dengan tajam dan penuh e
Read more
Bab 139
Aina akhirnya pulang, dia terpaksa tidak masuk perkuliahan hari ini karena peristiwa tak terduga tersebut, setelah sampai rumah, dia hanya terlentang di atas kasur. Sekujur tubuhnya terasa sakit, terutama kulit kepalanya, para gadis di kampusnya ternyata sangat barbar dan agresif.Aina segera menelpon suaminya, namun sampai dua kali panggilan HP-nya tidak aktif juga, gadis itu hanya menghembuskan napas berat, menatap langit-langit kamar yang terasa sunyi dan sepi. Kemarin ketika suaminya itu pulang, lelaki itu langsung memeluknya dan mengabarkan jika dia harus mendampingi pak gubernur menghadiri pekan budaya di kabupaten kerinci, mereka di sana selama dua hari, besok sore sudah kembali. Selama menikah dengan Hasan, baru nanti malam Aina tidur sendiri sampai pagi, biasanya Hasan akan pulang ke rumah walau malam telah larut. Pagi tadi rasanya berat dia melepas suaminya itu, dia bahkan memeluknya lama dan erat, tidak tahu jika hari ini dia mendapat kemalangan seperti ini.Tiba-tiba HP d
Read more
Bab 140
"Permisi, Pak?" "Oh, kau sudah datang?" ujar Steven. "Aina? Kau kuliah di sini?" Lelaki itu menatap Aina dengan mata berbinar, Aina juga cukup terkejut dengan tamu dosennya ini. "Elu kenal sama Aina, Bro?" tanya Steven sambil mengernyitkan dahi "Kenal," jawab lelaki itu sambil tersenyum penuh misteri. "Kenal di mana?" "Ada lah, siapa yang gak kenal sama gadis secantik ini." Perkataan dan senyuman lelaki itu terasa ambigu, Aina mengerakkan giginya sedikit kesal, lelaki ini ... Semakin disopanin semakin ngelunjak sepertinya. "Aina, mari ikut saya ke ruangan Bu Margaretha, kau sudah ditunggu di sana," ujar Steven mengabaikan ucapan temannya dan merasa ada masalah yang lebih urgent. Bu margaretha? Duh, gawat ... keluh Aina dalam hati. "Bro, aku ngurus mahasiswaku dulu, kau silahkan santai-santai dulu di sini," ujar Steven menatap lelaki itu. "Iya, silahkan. Aku juga ada beberapa email yang harus kucek dulu," ujar lelaki itu sambil menyandarkan tubuhnya di sandaran sofa dan mem
Read more
PREV
1
...
1213141516
...
27
DMCA.com Protection Status