All Chapters of Petaka Lingerie Merah: Chapter 11 - Chapter 20
59 Chapters
11
Aku betul-betul BAB dengan sangat lancar dan cenderung diare usai minum jus apel tersebut. Perutku langsung sakit, padahal minuman berpencahar itu baru kuteguk beberapa detik. Kacau! Semua jadi kacau akibat kebodohan dan kekurangtelitianku. Aku menyesal mengapa aku seceroboh dan set*lol ini. Sekarang aku menyadari, bahwa di rumah ini benar-benar tak aman. Aku tak bisa leluasa mengerjai mereka, sebab kedua beradik itu bagai cenayang yang tahu segalanya.            Sekitar sepuluh menit aku di dalam toilet. Rasanya isi perutku terkuras. Aku yakin ini juga dikarenakan mentalku yang down duluan sewaktu di meja makan tadi. Huhft, bakal seperti apa lagi reaksi keduanya setelah aku keluar dari kamar mandi. Apakah Fitri akan mengejekku habis-habisan setelah ini? Entah.            Ragu-ragu, aku melangkahkan kaki keluar dari bilik kakus menuju ruang makan. Ternyata Ma
Read more
12
“Pa, Papa! Tolong bukakan aku pintu. Aku mohon, Pa!” Kedua tanganku menggedor-gedor pintu dengan kencang. Aku tak peduli lagi dengan ribut suara yang ditimbulkan. Hari ini aku hanya ingin mendengarkan cerita dan penjelasan. Itu saja. Sebab kesempatan yang kumiliki untuk datang ke sini sendirian tidaklah banyak.            “Aku hanya ingin tahu tentang Mas Haris dan Fitri. Itu saja. Aku mohon, bukakan pintu untukku. Setelah itu aku akan pergi!” Aku tak ingin berputus asa. Terus kuketuk daun pintu lebar yang terbuat dari kayu tebal berpelitur tersebut. Memang, tak ada jawaban. Sunyi senyap. Namun, bukan berarti aku harus menyerah sampai di sini saja.            “Papa, aku mohon, Pa.” Tanganku bahkan sampai ngilu. Kutekan-tekan bel yang tertempel di dinding secara berulang-ulang. Bahkan dari sini aku mampu mendengarkan suarany
Read more
13
            “Gita, lho, kok ke rumah Papa nggak bilang-bilang?” Mas Haris bertanya dengan wajah yang mengumbar senyum. Dia semakin mengeratkan rangkulan tangannya ke tubuh mungil sang adik yang kini menatapku dengan wajah tak bersahabat.            Aku langsung berdiri dengan tungkai yang gemetar. Bingung harus menunjukkan ekspresi apa. Bagaimana bisa dia menyusul ke sini? Apakah … di mobilku dipasanginya GPS? Bulu kuduk ini semakin meremang.            “I-iya,” jawabku dengan terbata dan keringat dingin yang tiba-tiba membasahi telapak.            Mereka berdua semakin dekat denganku. Saat Mas Haris tiba di sampingku dan melepaskan Fitri dari rangkulan, aku benar-benar takut luar biasa. Ya Tuhan, apa yang akan d
Read more
14
Papa membawaku ke kamarnya yang berada di dekat ruang keluarga. Dia membukakan pintu dan memapahku hingga ke tepian ranjangnya yang besar bersprei warna marun tersebut. Aku terkesiap saat lelaki itu menyuruhku untuk beristirahat sejenak di dalam kamarnya yang luas.            “Silakan kamu istirahat. Luka di wajahmu banyak. Lehermu juga tampak memar. Aku ambilkan obat dulu di belakang. Kamu tunggu di sini.” Sosok Papa terlihat lebih tenang ketimbang waktu aku datang barusan. Tak ada lagi mimik muntab dan nada yang kasar. Entah mengapa aku langsung merasa nyaman dan tak takut sama sekali untuk rebah di atas kasurnya.            Papa lalu keluar dari kamar dan menutup kembali daun pintu. Saat itulah mataku menyapu ke seluruh bagian kamar yang ukurannya bahkan lebih besar dari kamar kami di rumah milik Mas Haris. Kamar ini dilengkapi dengan lemari pa
Read more
15
Bagian 15            “A-aku … akan segera menceraikannya, Pa,” kataku dengan agak terbata. Kutatap Papa. Mencari penguatan di bola matanya. Lelaki itu mengangguk mantap. Wajahnya kini lebih tenang. Tak ada gejolak amarah di sana.            “Bagus. Hidupmu masih panjang. Apa yang kau takutkan?”            “Sebenarnya … aku malu jika harus menjanda secepat ini. Apalagi usiaku sudah 35 tahun.” Jujur saja kukatakan padanya tentang keresahan hati ini. Aku sama sekali tak malu untuk berbagi kegundahan kepada Papa. Sebab, bagiku beliau pun sudah mau jujur dan tak keberatan untuk menceritakan luka masa lalunya.            “Lantas, mengapa kalau sudah 35 tahun? Kau takut cibiran orang?&rd
Read more
16
Bagian 16            Mataku segera menangkap kamar Fitri yang terletak di seberang kamar milik Papa. Pintunya terbuka separuh. Tanpa pikir panjang lagi, segera aku masuk dan mencari di mana keberadaan Papa.            “Papa!” panggilku sembari menoleh kiri dan kanan. Lelaki itu ternyata sedang menyedot debu dengan vaccum cleaner di bagian sudut kamar dekat toilet. Bunyi mesin vakum langsung terhenti. Lelaki itu menatapku dengan heran. Segera aku berlari ke arahnya.            “Mas Haris barusan meneleponku. Dia mengancamku, Pa. Dia menyuruhku untuk keluar dari rumah ini. Kalau tidak, semua video hubungan intim kami akan disebar. Aku tidak tahu dia mendapatkan video itu dari mana. Namun, yang jelas, orang gila itu sudah memasang kamera tersembunyi di seluruh sudut rumah!” Na
Read more
17
Bagian 17            “Ayo, kita cek.” Papa langsung turun meninggalkan mobilnya yang sudah dia panaskan. Aku pun turut mengikuti langkah beliau. Berjalan di balik punggungnya sembari memegang ujung kemeja Papa. Jujur, aku masih sangat syok. Terbayang gorokan di leher tubuh yang terbaring di jok belakang mobil. Sekilas saja aku melihatnya. Namun, sangat berbekas di ingatan. Aku memang seperti mengenal wajah itu, meski pipi dan dahinya tampak ada luka-luka besetan. Matanya, ya, matanya yang membelalak tapi mirip seseorang. Akan tetapi, apa mungkin …?            Papa melongok dari celah pintu kemudi yang tadi kubuka lebar, tanpa mau menyentuh apa pun di sana. Lelaki itu berseru keras sembari memundurkan langkahnya, hingga hampir menubrukku.            “Itu Fitri! Ya, itu Fitr
Read more
18
Bagian 18            “Pa, aku ingin tetap di sini. Aku percaya Papa.” Aku mengatakan kalimat tersebut dengan keteguhan hati yang mulai tumbuh. Aku yakin jika Papa sungguh tak akan membuatku kecewa.            “Terserahmu. Itu adalah pilihanmu sendiri. Aku tidak memaksamu untuk tinggal atau pun pergi.” Papa memberikan tatapan tajamnya. Aku tidak merasa tertekan atau bagaimana sebab menangkap sorot matanya tadi. Namun, malah timbul sebuah semangat untuk terus menjalani setiap kejadian tak terduga yang bakal diciptakan oleh lelaki yang bakal menjadi mantan suamiku tersebut.            Suara notifikasi pada ponsel yang tergelatak di atas kasur, tiba-tiba berbunyi. Anehnya, bunyi penanda ada pesan masuk di aplikasi WhatsApp tersebut berderet-deret. Seperti ada beberapa bahkan pu
Read more
19
Bagian 19            Lama kelamaan kesadaranku timbul. Pendengaran ini mulai muncul. Suara derap langkah yang hilir mudik, gonggongan anjing, dan bunyi orang ngobrol-ngobrol. Ada bau minyak angin yang menguar. Menusuk hidung sampai paru-paru. Sontak mataku membuka lebar. Kuperhatikan sosok Papa menatap dengan posisi telapak tangannya yang disungkupkan ke wajahku.            “Sudah sadar kamu, Git?” tanyanya dengan nada yang khawatir.            Aku refleks memegang pelipis. Rasanya kepalaku berat. Aku menyapu dengan pandangan, mencoba menerka di mana sekarang berada. Ternyata aku tengah berbaring di atas sofa ruang tamu. Kulihat polisi-polisi berseragam tersebut hilir mudik berpencar ke seluruh sudut rumah. Sibuk meneliti ini dan itu. Membuka laci-laci pada meja panjang yang diletakkan
Read more
20
Bagian 20            “Sabar, Gita,” ucap Papa sembari cepat merangkul bahuku. Beliau pasti mengerti bahwa aku tengah syok gara-gara kabar mendadak ini. Bukan, aku tak sedih bila Mas Haris tiba-tiba ditemukan tewas dalam keadaan gantung diri. Namun, aku masih bertanya-tanya, mengapa semuanya terjadi begitu cepat bagai gasing yang berputar dan kali ini gasing itu tak kunjung menunjukkan tanda-tadnda bakal berhenti. Aku heran luar biasa. Apalagi tentang kamar yang terbakar. Ada apa?            “Tim kami akan mendalami kasus ini. Termasuk kematian suami Bu Gita.” Polisi berambut cepak dengan kulit kuning langsat tersebut mengangguk tipis. Dalam dekapan rangkul Papa, aku hanya bisa diam dan setengah menahan limbung. Tidak, aku harus kuat. Aku tak boleh jatuh pingsan lagi dan merepotkan Papa. Lelaki paruh baya di samping ini telah banyak dis
Read more
PREV
123456
DMCA.com Protection Status