All Chapters of Okay, Boss!: Chapter 11 - Chapter 20
45 Chapters
11. Tragedi Tusuk Sate
Tepat pukul delapan malam Raka masih betah berada di kantor. Saat ini dia sedang membicarakan hal yang serius dengan Ilham. Dia tidak menyangka jika kerja sama untuk proyek besar terancam gagal karena klien-nya juga pendapatkan penawaran dari perusahan arsitektur lain.    Jika sudah seperti ini maka Raka harus berpikir ulang tentang keuntungan-keuntungan apa saja yang akan ia tawarkan agar kerja sama tetap terjadi. Proyek besar ini memiliki banyak keuntungan, tentu Raka akan berusaha untuk mendapatkannya.   "Tau dari mana ya si Doni kalau Pak Naru mau bikin proyek besar?" tanya Ilham bingung.   Raka menatap Ilham aneh. Kadang pria itu bisa sangat pintar dan juga bodoh di waktu-waktu tertentu.   "Udah banyak beritanya kali, Ham. Kenapa masih tanya?"   "Ya heran aja gitu, udah jelas-jelas Narutama Group mau pakai Adhitama Design, tapi
Read more
12. Rival Berat
Di dalam mobil, Nindy tampak fokus dengan ponsel dan kertas di tangannya. Sedangkan Raka sedang sibuk menyetir. Jika dalam keadaan seperti ini, justru Raka yang terlihat sebagai asisten. Ini karena Nindy yang tidak bisa menyetir mobil. Tidak masalah bagi Raka, setidaknya keberadaan gadis itu sebagai asisten sedikit membantu pekerjaannya.   "Gimana?"   Nindy mengangguk dan membuka kembali ponselnya, "Kata Pak Yoseph pemasangan Tower Crane udah hampir selesai. Kayaknya hari ini bisa beres semua sih, Pak."   "Bagus."   Raka membelokkan mobilnya ke arah lokasi proyek pembangunan. Bangunan itu adalah salah satu proyek yang ia rundingkan dulu bersama karyawannya. Proyek apartemen mewah yang memakai desain dari Dodit.   "Kamu ke Rudi sekarang, minta dua alat pelindung diri sebelum masuk ke area proyek. Saya mau ketemu Pak Yoseph dulu."   "Oke, Bos."  
Read more
13. Wisata Masa Lalu
Di dalam ruangan yang berbau khas itu Nindy menunduk dengan takut. Dia memainkan tangannya yang basah dengan gelisah. Sedari tadi Nindy tidak berani untuk mengangkat kepalanya. Dia terlalu takut dengan tatapan tajam Raka yang baru saja sadar setelah melakukan operasi patah tulang kemarin.   "Mau sampai kapan kamu nunduk?" tanya Raka dengan suara pelan.   Masih dengan menunduk, Nindy menggeleng pelan. Sesekali dia mengelap cairan hidung yang ikut mengalir bersama air matanya.   "Liat saya."   Nindy kembali menggeleng. Dia akan semakin merasa bersalah jika melihat keadaan Raka.   "Liat saya Nindy," ucap Raka tenang tapi penuh dengan penekanan.   "Nggak mau, takut." Nindy berucap lirih.   Raka menghela napas dan menyandarkan kepalanya di kepala ranjang. Pemulihannya terhitung cepat dan dia sudah bisa duduk sekarang meskipun tangannya masih s
Read more
14. Menjadi Badut
Di pagi hari, Nindy sudah fokus dengan pekerjaannya. Dahinya berkerut mencoba untuk berkonsentrasi agar tidak melakukan kesalahan. Tidak ada kertas atau pensil di depannya kali ini, melainkan tangan Raka. Sudah satu minggu pria itu keluar dari rumah sakit dan selama itu pula pekerjaan Nindy menjadi berkali-kali lipat banyaknya.   "Jangan dalem-dalem," ucap Raka menarik tangannya.   Nindy berdecak dan kembali menarik tangan Raka, "Jangan banyak gerak deh, Pak. Saya potong juga nih jarinya."   "Silakan, tapi kamu yang urusin saya seumur hidup."   "Gabut banget saya ngurusin Bapak seumur hidup?" balas Nindy aneh. Dia masih fokus pada pekerjaannya, yaitu memotong kuku Raka.   "Gimana tugas desain yang saya kasih?" tanya Raka sambil meminum kopinya.   "Masih proses."   "Sekarang kamu bawa nggak? Saya mau liat."   Nindy men
Read more
15. Perhatian Terbagi
Jam makan siang telah tiba. Suasana kantin kantor yang tidak terlalu ramai dipilih Nindy sebagai tempat untuk menenangkan diri. Semenjak Arinda sibuk dengan pekerjaannya, Nindy jarang menikmati masakan sahabatnya itu. Mau tidak mau dia harus membeli makan siang sendiri. Beruntung Nindy sudah bisa berbaur dengan karyawan lainnya.   Mata Nindy mengedar ke segala arah. Dia tersenyum saat melihat Tomi dan Dodit yang tengah menikmati makan siang sambil berbincang. Dengan membawa gulungan kertas di tangannya, Nindy berjalan mendekat dan menghempaskan tubuhnya di kursi kosong.   "Kusut banget wajahmu, Nind."   "Kayaknya aku kena mental deh, Mas," ucapnya sambil menyandarkan kepalanya di atas meja.   Tomi terkekeh mendengar itu. Semua karyawan tahu tentang tugas yang Raka berikan pada Nindy dan semua juga tahu jika Nindy baru saja mendapatkan semprot dan cacian indah dari atasannya itu.  
Read more
16. Orang Ketiga
Dengan bersenandung kecil, Nindy mengeluarkan beberapa buah dari lemari pendingin. Dia tampak senang hari ini. Meskipun jadwalnya padat karena harus mengurus Raka tapi pria itu jarang memanggilnya akhir-akhir ini. Itu karena keberadaan Maya di sampingnya. Keberadaan wanita itu sedikit membuat Nindy tenang karena Raka tidak lagi mengganggu ketenangannya.   "Ngapain, Nind?" tanya Dodit yang masuk ke dapur kantor dan mulai mengambil cangkir. Sepertinya pria itu akan membuat kopi.   "Potong buah, Mas. Buat sarapan Pak Raka."   "Tumben, biasanya sarapan di rumah."   "Tadi aku berangkat sendiri." Nindy mendekat dan berbisik, "Pak Raka berangkat sama Mbak Maya tadi," lanjutnya.   "Mereka balikan?"   Nindy mengangkat bahunya pelan, "Kayaknya iya, mereka lengket banget kayak upil sama tembok."   Dodit tertawa, "Bagus deh kalau udah ada pawangnya.
Read more
17. Iri Hati
Cuaca malam ini tampak lebih bersahabat. Berbeda dengan hari sebelumnya yang mendung dan berangin. Hal ini dimanfaatkan Nindy untuk menagih janji Dodit yang bersedia membantunya. Kapan lagi dia mendapatkan mentor gratis dari orang yang ahli di bidangnya?    Meskipun sering dimarahi Raka, kemampuan Dodit juga tidak bisa diremehkan. Terbukti jika ia berhasil dipercaya Raka untuk menangani salah satu proyek pembangunan apartemen. Meskipun peran Raka sebagai pemimpin perusahaan juga berpengaruh tapi tetap saja, Nindy akan lebih memilih Dodit yang baik hati dan tidak kesurupan setiap hari.   Nindy memanfaatkan ruang tamu kostnya yang kosong. Bersyukur tidak ada pertandingan bola malam ini sehingga tidak ada acara nonton bersama. Nindy bisa belajar dengan leluasa.   "Sebenarnya kalau dilihat-lihat desain kamu itu bagus, Nind."   "Aku juga mikir gitu, Mas. Tap
Read more
18. Api Cemburu
Di kantin kantor, Nindy mengangguk paham setelah mendengar penjelasan dari Dodit. Dia sudah merevisi semua poin-poin yang Raka minta. Namun sebelum menunjukkannya pada pria itu, Nindy akan meminta pendapat dari Dodit terlebih dahulu. "Untuk keseluruhan udah bagus. Aku suka desain kamu." Nindy tersenyum manis, "Makasih ya, Mas. Kayaknya cuma Mas Dodit yang muji desain aku." "Pak Raka juga bakal suka kok." Nindy mengibaskan tangannya, "Udah lah, aku nggak bakal berharap kalau sama Pak Bos."  "Emang saya kenapa?" Suara itu membuat tubuh Nindy menegang. Reflek Dodit menunduk dan mengumpat dalam hati. Sepertinya kali ini dia akan kembali mendapatkan omelan dari Raka. Ingatkan Dodit untuk bekerja dengan baik mulai dari sekarang. Jika tidak, maka Raka akan memanfaatkan kesahalannya untuk meluapkan amarah. 
Read more
19. Modus Revisi
Malam sabtu adalah malam yang paling Nindy sukai sejak dulu. Menurutnya, malam Sabtu adalah gerbang menuju kebahagiaan dan kebebasan. Setelah hari minggu tiba, maka keresahaan akan kembali ia rasakan. Hari senin bagaikan gerbang neraka yang membuatnya tertekan. Meskipun malas, tapi Nindy harus tetap bersiap-siap. Tidak ada waktu baginya untuk beristirahat. Setelah pulang kerja, dia langsung membersihkan diri dan bersiap untuk kembali ke rumah Raka. Seperti yang Nindy katakan kemarin, ia meminta pria itu untuk membantunya mengerjakan tugas yang diberikan. Hanya Raka sendiri yang mengetahui maksud dari keinginannya. Saat merapikan rambut, Nindy melirik kalender kecil yang berada di atas meja. Dahinya berkerut saat melihat tanggal hari ini. Perlahan senyum lebar muncul di wajahnya. Nindy meraih ponsel sambil berdoa. Dengan cepat dia membuka satu aplikasi dan mengecek sesuatu di sana. Detik berikutnya Nindy berteriak heboh saat melihat saldonya
Read more
20. Proyek Besar
Nindy mengintip ruang rapat yang terlihat sangat ramai. Dia menghela napas kasar dan memainkan tangannya gelisah. Apa yang sebenarnya Raka rencanakan? Nindy tidak tahu jika ia harus mempresentasikan desain yang ia buat di depan semua karyawan. Bayangkan saja, semua karyawan. "Nind, semangat ya." Tomi menyemangatinya dan berlalu masuk ke ruangan. Nindy mendengkus dan berjalan ke sana-ke mari dengan gelisah. Dia hanya asisten dan karyawan baru di sini. Bagaimana bisa Raka meminta seluruh karyawan untuk melihatnya? Sepertinya Nindy tahu apa yang akan pria itu lakukan. Raka sengaja ingin mempermalukannya. "Ngapain berdiri di sini?" Suara itu membuat Nindy berbalik. "Pak, kenapa semua karyawan ikut rapat?!" Nindy bertanya dengan panik. "Karena ini rapat penting," jawab Raka santai. "Saya takut. Pak Raka ngerjain saya ya?" Raka melirik ruang ra
Read more
PREV
12345
DMCA.com Protection Status