All Chapters of Okay, Boss!: Chapter 21 - Chapter 30
45 Chapters
21. Rasa Kecewa
Siapa bilang menjadi dewasa itu mudah dan menyenangkan? Mungkin yang mengatakannya adalah orang-orang yang belum mengetahui realita hidup yang sebenarnya. Seperti yang Nindy alami saat ini. Dia terlalu naif jika berpikir orang-orang yang memperlakukannya baik akan selalu berbuat baik. Kenyataannya adalah tidak. Dia masih tidak percaya jika hanya dengan satu kejadian bisa membuat pandangan baiknya terhadap seseorang hancur seketika.  Suara helaan napas kembali terdengar. Di dapur kantor, Nindy mengaduk kopinya dengan pelan. Matanya masih menatap dinding kaca dengan tatapan kosong. Entah sudah berapa lama Nindy berdiri di sana, dia sendiri tidak tahu. Dia hanya ingin menyendiri untuk menghindari tatapan kasihan dari karyawan. Tiga hari telah berlalu sejak Raka memberitahunya untuk menunggu sesuatu yang tidak pasti. Apa Nindy jahat jika berharap desain yang Maya buat akan gagal? "Nind?" Suara itu membuyarkan lamunannya
Read more
22. Perasaan Aneh
Hidup memang penuh kejutan. Namun kali ini Nindy mendapatkan kejutan yang luar biasa. Dia keluar dari ruang dapat dengan lemas. Mendadak dia sulit bernapas karena rasa sesak di dadanya. Bukan, ini bukan penyakit. Nindy merasa sesak setelah mendengar hasil rapat hari ini. Dua minggu telah berlalu dan Maya sudah menunjukkan desain yang ia buat. Rasa takut yang Nindy rasakan selama ini menjadi kenyataan. Saat mendengar pendapat para karyawan tadi, Nindy harus melapangkan dadanya. Bukan, dia tidak kalah. Hanya saja saat ini Adhitama Design memutuskan untuk maju dengan dua desain, yaitu miliknya dan milik Maya. Kecewa? Tentu saja. Nindy ingin bersikap egois dan meminta Raka untuk menggunakan desainnya saja, tapi lagi-lagi Nindy harus memikirkan para karyawan dan nasib perusahaan. Berhasil bekerja sama dengan Narutama Group bukan main untungnya. Nindy tidak mau jika rasa egoisnya akan merugikan satu perusahaan. "Kamu nggak pap
Read more
23. Hancur Sudah
Empat orang yang berpenampilan rapi mulai memasuki gedung utama kerajaan bisnis Narutama. Raka dan Maya tampak berjalan di depan diikuti Nindy dan Ilham. Akhirnya hari yang ditunggu-tunggu telah tiba. Hari ini adalah hari penentuan tentang siapa yang layak bekerja sama dengan Narutama Group. "Kamu gugup?" tanya Ilham saat mereka menunggu lift. "Banget, Pak. Mending saya ngadep dosen dari pada Pak Naru." "Kamu harus terbiasa, Nind. Soalnya dunia kerja itu kejam," ucap Maya. "Iya, Mbak. Kejam banget malah," jawab Nindy dengan menunduk. Pintu lift terbuka dan mereka semua mulai masuk. Saat lift akan tertutup, tiba-tiba seseorang menghentikannya. Rahang Raka mengeras saat melihat siapa yang berada di hadapannya saat ini. "Wah, kebetulan. Bareng ya?" ucap Doni diikuti dua karyawannya. Suasana di dalam lift terasa sangat mencengkam. Raka tampak
Read more
24. Hilang Kepercayaan
Hari ini terasa begitu berbeda. Suasana kantor yang biasanya menyenangkan berubah menjadi suram. Kabar mengenai kegagalan Adhitama Design dalam proyek besar Narutama sudah menyebar ke seluruh kantor. Bahkan petugas kebersihan ikut membicarakan masalah ini. Hanya satu pendapat yang Nindy dengar di telinganya, yaitu hampir semua orang kantor menyalahkannya. Mereka berpikir jika dirinya dengan sengaja menjual desainnya pada Doni karena sakit hati. Jam kantor yang belum dimulai membuat Nindy memilih untuk menyandarkan kepalanya di atas meja. Semangatnya dalam bekerja mendadak hilang. Apalagi saat mendengar bisikan-bisikan setan yang masih membicarakannya. "Nin, kamu sakit?" tanya Tomi di sampingnya. Nindy menggeleng dengan masih menelungkupkan wajahnya di atas meja. Sesekali dia mengantamkan kepalanya pelan berharap jika dia akan terbangun dari mimpi. Bukannya terkabul, Nindy malah semakin yakin jika semua yang terjadi meman
Read more
25. Mencari Bukti
Keluar dari zona nyaman memang menakutkan. Namun sebagai manusia, bertahan di satu titik tidak akan membuat semuanya berubah menjadi baik. Kadang manusia harus berani melangkah agar bisa mendapatkan hasil yang maksimal. Di dalam sebuah kafe yang tampak ramai itu, Nindy menunduk dengan resah. Dia mengabaikan suasana riuh di sekitarnya dan memilih untuk menyendiri. Sesekali dia melirik jam tangannya untuk melihat waktu. Sudah lima belas menit dia menunggu tapi pria yang ingin ia temui tak kunjung datang juga. "Maaf lama, saya ada rapat sebentar tadi." Seorang pria datang menghampiri. Nindy mengangkat wajahnya dan tersenyum manis. Dia berdiri untuk menjabat tangan pria yang sangat ingin ia temui sejak tadi. "Nggak papa, Pak. Saya senang kalau Pak Doni mau meluangkan waktu untuk saya." "Jadi Nindy? Kenapa kamu temui saya?" Doni mulai membuka menu, "Kamu sudah pesan?" tanyanya lagi. "
Read more
26. Bom Meledak
Hari telah berganti. Dengan wajah yang kaku, Nindy berjalan menuju pintu utama perusahaan Adhitama Design. Tangannya menggenggam erat ponsel yang menampilkan pesan singkat yang Raka kirim semalam ketika ia sudah tidur. Pesan singkat itu sangat membuat Nindy marah. Tidak, dia tidak marah jika Raka memecatnya. Dia justru marah karena pria itu memecatnya secara sepihak tanpa mau mendengarkan penjelasannya sedikit pun. "Mbak Nindy!" Satpam berusaha mengejar Nindy yang berjalan dengan cepat. "Jangan tahan saya, Pak. Saya cuma mau ketemu Pak Raka sebentar." Satpam itu berhenti dan mengangguk pelan. Dia sudah mendengar masalah internal yang terjadi di perusahaan. Entah dari mana semua karyawan mendengar berita-berita aneh mengenai Nindy. Namun dapat Nindy pastikan jika semua itu adalah fitnah. "Nindy?" panggil Daffa yang baru saja keluar dari ruangan Ilham. "Kamu di sini? Gimana keadaan kamu? Aku baru denge
Read more
27. Tertimpa Batako
Ekspresi datar dari wajah Raka tidak bisa disembunyikan. Tidak ada lagi senyum ramah untuk para pekerja yang menyapanya. Hanya senyum tipis tak sampai mata yang ia berikan. Sepertinya Raka sudah lupa bagaimana caranya untuk tersenyum. Raka menghela napas kasar saat melihat kendaraan berat yang melintas di hadapannya. Kendaraan yang mengangkut besi-besi itu membuatnya teringat pada seseorang. Seorang gadis ceroboh yang anehnya ia percayai menjadi asistennya. Raka tidak habis pikir kenapa dia bisa mempercayai Nindy sampai sebegitunya mengingat masa lalu mereka yang tidak baik. Namun tidak bisa dipungkiri jika kerja Nindy selama ini memang bagus sebelum kejadian kelam itu terjadi. "Ka, jangan ngelamun." Maya menepuk pelan bahu Raka. Raka mengerjabkan matanya dan bergerak mundur, mencoba memberi jarak pada kendaraan berat yang lewat. Dia tidak ingin kembali masuk rumah sakit. "Udah ketemu Pak Anton belum
Read more
28. Meminta Maaf
Penyesalan memang selalu datang terakhir. Tidak ada hal lain yang Raka pikirkan saat ini selain Nindy. Semua kesalahpahaman ini membuatnya tampak seperti orang bodoh. Dia malu karena telah mengambil keputusan secara sepihak, tapi dia tidak malu untuk mengakui kesalahannya. Sampai saat ini Raka masih tidak habis pikir dengan apa yang dilakukan Maya. Wanita itu sudah berubah. Dia berbeda dengan Maya yang dulu. Raka menyesal pernah berpikir jika wanita itu masih sama seperti dulu. Kekuasaan dan keserakahan telah menggelapkan hatinya. Raka tidak mengangka jika Maya bisa melakukan hal selicik itu. Mata Raka tidak beralih sedikitpun dari ponselnya. Dia masih berusaha untuk menghubungi Nindy. Sudah 30 menit dia menunggu di depan kost tapi gadis itu tak kunjung mengangkat panggilannya. Raka tahu jika Nindy marah, tapi apa yang bisa dia lakukan selain meminta maaf? Jika bisa, Raka ingin memutar waktu agar lebih mempercayai Nindy. 
Read more
29. Menghapus Masa Lalu
Bunyi ponsel yang berdering membuat Raka mengalihkan pandangannya. Dia kembali fokus menghabiskan air putihnya saat melihat nama Maya di sana. Tidak ada niatan sedikitpun di dalam hatinya untuk mengangkat panggilan itu. Hanya dalam waktu yang singkat, semua keadaan langsung berbalik. Yang awalnya ia mengabaikan panggilan Nindy, sekarang dia berubah mengabaikan panggilan Maya.   Raka tidak suka dikhianati. Dia benci jika kepercayaan yang sudah ia berikan akan disalahgunakan. Dalam kasus ini, Maya adalah contohnya. Entah kenapa Raka baru sadar jika dia terlalu mengistimewakan wanita itu. Ucapan Ilham yang menohok membuatnya membuka mata lebar.   Ponsel Raka berhenti berdering, tapi tak lama dia mendengar suara bel rumah yang berbunyi. Raka meletakkan gelasnya dan bergegas untuk
Read more
30. Saling Terikat
Rasa putus asa membuat Raka berbuat nekat. Sejak berada di dalam taksi hingga sampai di rumahnya, pria itu tidak mengalihkan sedikitpun pandangannya dari Nindy. Bahkan saat mengambil air minum pun, dia memaksa Nindy untuk ikut agar tidak kabur darinya. Raka benar-benar serius dengan ucapannya. Jika dengan menculik Nindy bisa membuatnya berbicara dengan leluasa maka dia akan melakukannya.  Nindy menghela napas kasar dan berdiri dari duduknya. Dia ikut masuk ke dapur dan melihat isi kulkas. Dahinya berkerut saat tidak menemukan apapun di dalam sana. "Seenggaknya kalau mau culik orang siapin makanan dong, Pak." Nindy menutup pintu kulkas dan bersandar di sana dengan lemas. "Kamu laper?" tanya Raka geli.&
Read more
PREV
12345
DMCA.com Protection Status