All Chapters of Perfect CEO: Chapter 81 - Chapter 90
110 Chapters
81. Hanya Milikmu
"Nenek, kenapa Om Bara sampai saat ini belum pulang?" tanya Azka yang berada di pelukan Ira. Malam ini Ira menemani Azka tidur karena sejak selesai belajar, Azka tidak bisa memejamkan matanya. Dan sejak Bara pamit keluar untuk menemui Berlian, Azka tidak berhenti bertanya kapan omnya pulang. "Mungkin pulanganya nanti pas sudah larut, Azka. Kamu tidur duluan ya," pinta Ira menepuk-nepuk paha cucunya agar cepat tidur. Kebiasaan Azka sejak kecil, tidak bisa tidur kalau tidak ditepuk pahanya. "Kenapa harus larut, Nek? Aku ingin bertemu Om Bara," jawab Azka. "Sabar ya. Tumben banget kamu nanyain om kamu saat om kamu pergi." Ira merasa aneh dengan cucunya. Biasanya Azka tidak begitu rewel saat Bara pergi. Tapi malam ini cucunya tidak seperti biasanya. Azka terus rewel dan merengek hanya karena Bara tidak kunjung datang. "Telfonin Om Bara, Nek. Aku pengen Om Bara pulang sekarang," ucap Azka merajuk. Bocah kecil itu juga menggoyang-goyangk
Read more
82. Kencan Di Rumah
Kalau sudah berdua, Bara dan Berlian sangat sulit lepas. Bara seolah tidak merasa cepek sama sekali setelah seharian bekerja. Saat ini waktu sudah menunjukkan pukul setengah spuluh malam, tetapi Bara masih berada di rumah Berlian. Saat ini kedua orang dewasa itu tengah menonton televisi di ruang tamu Berlian. Bara menyandarkan tubuhnya di sofa, sedangkan Berlian duduk sembari bersandar di dada Bara. Meski sudah sama-sama dewasa, Berlian dan Bara masih menonton serial kartun anak-anak. Kartun kuning the movie yang selalu menjadi kartun favorit Bara. Bara biasa menonton dengan Azka, kali ini ia mentonton dengan Berlian. Tangan Bara benar-benar tidak bisa dikondisikan. Tangan pria itu terus mengelus puncak kepala Berlian. Mengelus rambut Berlian menjadi candu untuk Bara. Suara dering ponsel terdengar nyaring, Berlian menegakkan tubuhnya senejak untuk meraih hpnya di saku piyamanya. Panggilan suara dari Kenan. Berlian menggeser ikon merah untuk menolaknya. Ini
Read more
83. Kesempatan Baik
"Berlian, nanti aku jemput jam lima ya," kata Bara mengulurkan tangannya di puncak kepala Berlian. "Setelah pulang kerja, ayo nanti jalan-jalan sama Azka sekalian," ajak Berlian. Bara menimang sejenak, semalam setelah ia pulang ibunya bercerita kalau Azka menangis karena tidak ingin dirinya menikah dengan Berlian. Alasan Azka pun karena tidak ingin kasih sayang Bara terbagi. Mungkin dengan lebih mendekatkan Berlian dan Azka, semua akan baik-baik saja. "Baik, nanti kita jalan-jalan." "Aku ingin membeli bahan makanan sama belajar memasak. Sekarang sudah waktunya kerja, cepat gih nanti kamu terlambat," oceh Berlian. "Baik, aku ke rumah sakit dulu, ya," pamit Bara. Berlian melambaikan tangannya pada Bara, sedangkan Bara kembali menyalakan mesin motornya. Bara meninggalkan area perusahaan Indah Jaya dan menuju tempatnya bekerja. Bara melajukan motornya ke rumah sakit tempatnya bekerja. Setelah sampai, sebelum ia memasuki ru
Read more
84. Kebimbangan
Bara berjalan lesu menyusuri lorong rumah sakit sembari membawa tas kerjanya. Jam sudah menunjukkan pukul lima sore, pria itu baru saja menyelesaikan pekerjaannya. Sejak pagi tadi wajah Bara sangat murung, ia menjalani hari yang berat sejak pagi. pikiran Bara masih belum terbuka untuk membuat keputusan. Bara juga tidak sampai hati memberi tahu Berlian, karena melihat tabiat Berlian, pasti akan menimbulkan pertengkaran untuk mereka. Hubungan Bara dan Berlian masih seumur biji jagung, baru mulai dan lagi hangat-hangatnya. Bara pikir ia tidak akan mendapatkan kesempatan ke luar negeri, maka itu Bara berani menjanjikan pernikahan untuk Berlian. tetapi sekarang keadaan sangat berbanding terbalik. Bara menuju parkiran dengan pandangan yang masih tampak kosong. Saat sampai di motornya. Bara segera mengeluaran dari area parkir. Ia sudah membuat janji dengan Berlian untuk jalan-jalan sore ini dengan Azka. Bara juga ingin Azka bahagia. Ada kecemburan sosial antara Azka dan Berlia
Read more
85. Tidak Melepas Kesempatan
"Tunggu!" sebuah suara mencegah Berlian dan Azka yang akan pergi dari lobi. Berlian menolehkan kepalanya menatap ke arah Kenan yang sejak tadi masih mengikutinya. Berlian memutar bola matanya jengah, gadis itu membalikkan tubuhnya dan menghadap Kenan sepenuhnya. "Ada apa lagi, Pak Ken?" tanya Berlian. "Ada investor yang ingin bertemu dengan Bu Berlian," ucap Kenan menunjukkan hpnya yang berisikan surel dari investor untuk merk baru Berlian. Berlian mengambil alih hp Kenan dan menbaca surel itu. Azka yang semula sudah bahagia dan yakin kalau mereka akan benar-benar pergi untuk jalan-jalan pun kini menjadi terdiam, raut wajah Azka juga mulai murung. Bara yang melihat perubahan Azka, langsung mengambil alih Azka ke gendonganya. "Berlian, kalau kamu sibuk, tidak apa-apa kita jalan-jalan lain kali," kata Bara. "Kenapa kamu berkata seperti itu?" tanya Berlian. "Aku tidak mengerti bagaimana cara membantumu mendirikan merk bar
Read more
86. Partner Yang Kompak
"Yeyyy asik!" Azka berteriak senang saat Bara mendorongnya di atas troli dengan kencang. Sejak memasuki mall, Azka sudah meminta untuk naik ke troli. Bara mendorongnya setengah berlari yang membuat bocah itu kegirangan. Mall yang terletak di tengah kota jakarta itu adakah salah satu properti milik keluarga Berlian. Sejak mereka datang pun, para pramuniaga menyambut dengan sopan. "Kakak, ayo naik ke sini!" ajak Azka menepuk tempat sampingnya. Keranjang dorong itu lumayan besar dan masih muat kalau Berlian masuk. "Kamu saja, kakak sudah besar," jawab Berlian. Namun sesaat kemudian Berlian memekik kencang saat Bara mengangkat tubuhnya dan memasukkannya ke troli. Azka berteriak kesenangan dan menggeser tubuhnya agar Berlian lebih leluasa duduk. "Masih muat, Berlian. Kamu kan seperti anak kecil," kata Bara. "Aku malu dilihatin orang," bisik Berlian menatap sekelilingnya. Banyak orang yang tengah menatapnya sembari tertawa geli. Wajah Berlian terasa memanas.
Read more
87. Permintaan Berlian
Lebih dari lima kantung plastik besar bahan makanan yang dibeli Berlian, lima kantung tas belanjaan berisi baju, sepatu, sandal, dan lima kantung tas mainan milik Azka. Bara nyaris pingsan ketika melihat bayaknya barang yang dibeli Berlian. Semua bisa dilakukan gadis itu dalam kedipan mata. Berlian menyerahkan kartu debit unlimitid pada kasir setelah hampir satu jam menghitung belanjaan Berlian. "Tolong antar ke rumah saya sekarang, ya," kata Berlian pada staf toko yang ia kenal. Perempuan itu menganggukkan kepalanya. "Sudah selesai, ayo pulang," ajak Berlian pada Bara dan Azka. "Belanjaannya gimana, Kak? Kita kan gak bisa bawa pakai motor. Motor Om Bara kecil," ucap Azka dengan polos. "Nanti diantar ke apartemen Kakak. Sekarang kita pulang," kata Berlian, "Berlian, bukankah ini berlebihan?" tanya Bara menatap ngeri belanjaan Berlian. "Tidak ada yang berlebihan." "Kalau kamu minta ganti uangny
Read more
88. Gara-gara Piyama
“Azka, ayo makan yang banyak!” titah Berlian menambahkan telur ke mangkuk Azka.“Kak Berlian juga makan yang banyak ya. Biar Om Bara gak ngatain kakak kecil lagi,” kata Azka dengan sura yang tidak begitu jelas karena bocah itu tengah memasukka banyak makanan ke bibirnya.Saat ini Azka, Bara dan Berlian tengah berada di pinggir sungai tempat jajanan jalanan berada. Mereka duduk beralaskan tikar yang di tengahnya ada meja kecil. Mereka tengah memakan somay dan batagor yang kini akan menjadi makanan favorit Berlian.“Iya kakak makan juga kok. Enak banget,” kata Berlian, setelahnya gadis itu nenyuapkan somay ke bibirnya.Setelah tadi puas di mall, mereka memutuskan mencari makanan di pinggir sungai tempat di mana Berlian dan Bara awal bertemu. Dulu mereka datang sebagai dokter dan pasien, juga seperti kucing dan tikus yang tidak pernah bisa akur. Tetapi sekarang keadaannya berbeda. Berlian datang ke sini untuk kedua kalinya
Read more
89. Kenyataan
"Menurut informasi yang saya dapat, memang ini rumahnya, Bu," ucap Bian pada Berlian. Saat ini mereka tengah berada di depan rumah sederhana yang sebenarnya tidak jauh dari rumah Berlian. Rumah dengan cat ungu itu sangat kecil. Berlian terus mengamati rumah itu yang tampak tertutup. Berlian selalu mengaku dirinya pintar, tetapi ada yang lebih pintar darinya, yaitu Bian. Bian bisa menyembunyikan fakta ini yang sudah lama ingin ia ketahui. Berlian menggelengkan kepalanya karena ulah sekretarisnya. "Bian, apa gaji yang aku berikan tidak cukup?" tanya Berlian melirik Bian. Bian yang sadar pun segera menggelengkan kepalanya. "Gaji yang Bu Berlian berikan lebih dari cukup. Saya juga sudah bilang saya melakuannya bukan demi uang. Tapi demi kebaikan Bu Berlian," jelas Bian. Berlian menganggukkan kepalanya singkat, gadis itu mulai melangkahkan kakinya menuju rumah ayahnya. Rumah bercat ungu itu milik ayah Berlian, Evan. Berlian bersikeras m
Read more
90. Pernyataan Evan
"Kamu pikir aku gak kecewa dengan diriku sendiri? Aku kecewa juga, Evan. Andai waktu bisa aku ulang, aku pasti akan menyayangi anakku, aku akan mencurahkan banyak waktuku untuk Berlian. Hidup cuma satu kali, tetapi aku banyak menyia-nyiakan waktu untuk memupuk kebencian anakku sendiri padaku. Tetapi setelah aku berpikir ulang, aku sadar yang aku lakukan sudah benar. Tidak apa-apa aku dibenci anakku, daripada anakku tumbuh menjadi anak manja yang tidak bisa apa-apa." Evan terdiam, pria itu mengambil duduk di ranjang. Bagaimana pun di sini ia yang salah. Bertahun-tahun ia lari dari kenyataan, lari bahwa dirinya lah yang salah. Risa tidak salah apa-apa, bahkan berita yang ia sebar tentang Risa menceraikannya karena ia miskin adalah salah besar. Bukan karena ia miskin lalu Risa menceraikannya, tetapi karena ia sudah menjual banyak aset mantan istrinya. "Kenapa, Evan?" tanya Risa. Evan mendongakkan kepalanya menatap Risa. "Kenapa kamu menyebar berit
Read more
PREV
1
...
67891011
DMCA.com Protection Status