Semua Bab Jerat Cinta Duda Bucin: Bab 71 - Bab 80
135 Bab
Ada Apa Dengan Cucu Saya
Sussana sudah berada di ruang tindakan, sedangkan Halimah menghubungi Akbar menggunakan ponsel Sussana tetapi tidak ada jawaban. Merasa butuh teman untuk mendampingi Sussana melahirkan, Halimah menghubungi suaminya. Gerry bergegas menuju ruangan tempat Sussana dan istrinya berada. “Bagaimana kondisi Sussana?” tanya Gerry. “Pembukaan enam,” jawab Halimah. Tangannya sedang menggenggam erat tangan Sussana yang meringis menahan sakit. “Kalau sedang tidak nyeri, kamu bisa duduk atau berjalan, bisa mempercepat pembukaan dan kelahiran,” saran Halimah yang dijawab Sussana dengan anggukan. “Bunda, a-ku pi-pis ya,” ujar Sussana. Halimah mengecek bagian bawah tubuh Sussana. Terlihat cairan bening yang membahasahi sprei. “Pecah ketuban. Suster,” panggil Halimah. Sudah dua jam berlalu, dokter memeriksa kembali keadaan Sussana. "Masih pembukaan enam ya, air ketubannya juga sudah kering, kita induksi ya," jelas dokter yang kemudian memberikan suntikan induksi untuk mempercepat proses pembukaan.
Baca selengkapnya
Aku Harus Bertemu Sussana
Dokter yang menggendong bayi Sussana menggelengkan kepalanya ke arah Dokter kandungan. “Cucu saya kenapa Dok?” tanya Halimah merasa ada yang aneh dengan sikap para dokter dan suster. “Maaf Bu, bayi Ibu Sussana tidak selamat.” “Tidak mungkin Dok, coba diperiksa lagi. Cucu saya pasti selamat, dia sehat selama proses kehamilannya,” ujar Halimah dengan air mata yang terus membasahi wajahnya. Dokter kandungan mengangguk, pemeriksaan dilakukan kembali. Halimah menjerit saat dokter kembali mengatakan bayi Sussana tidak selamat. Gerry merangsek masuk ke dalam ruangan mendengar jeritan Halimah. Merengkuh istrinya yang menangis sambil menoleh ke arah Sussana lalu menatap bayi yang berada dalam gendongan dokter. Sussana sudah berada dalam ruang perawatan, tapi belum siuman. Halimah dan Gerry mencoba menguatkan hati mereka, karena ada Sussana yang harus mereka khawatirkan. Sudah memfoto bayi yang tidak merasakan pelukan ibunya saat terlahir dan kini sudah terbujur kaku akan kembali ke pemilikN
Baca selengkapnya
Surat Perceraian
"Bunda, kenapa kita pindah kamar?" tanya Sussana. Halimah hanya diam, ia sedang menuangkan air pada gelas Sussana. "Minum dulu, setelah ini makan," titah Halimah."Mas Akbar kenapa belum datang? Ayah udah menghubungi belum?" tanya Sussana lagi. Halimah tetap diam menahan geram mengingat apa yang disampaikan suaminya bahwa ada yang mengirimkan foto-foto Akbar dengan wanita lain.Sussana belum bisa bergerak bebas, sesekali ia meringis karena carain yang masih keluar dari bagian intinya juga rasa perih yang masih tertinggal. Mengikuti saran dokter untuk makan agar staminanya cepat pulih, itu pun dibantu Halimah yang menyuapi dengan penuh perasaan."Ayah," panggil Sussana, saat melihat Gerry yang baru saja datang. "Mas Akbar kemana? Kenapa belum datang juga? Ayah sudah menghubungi belum?” tanya Sussana. Gerry menghampiri ranjang pasien, melihat menu yang tidak habis, ia pun bertanya, "Kamu sudah makan?""Sudah. Ponsel aku di mana ya? Kemarin dibawa enggak Bun?" Sussana menatap nakas dan s
Baca selengkapnya
Menikah Dengan Nola
Gerry serius dengan ucapannya, ia tidak ingin membiarkan Sussana bertemu kembali dengan Akbar. Halimah hanya pasrah mengikuti apa yang suaminya lakukan dan berharap yang terbaik untuk sang putri. Setelah dokter memperbolehkan Sussana pulang, Gerry membawa Sussana ke kediaman adiknya. "Kamu sabar ya, cantik. Umur kamu juga masih muda, masih bisa punya anak yang banyak," ucap tante Niar. Sussana hanya tersenyum sedih merespon orang-orang di sekitarnya yang berusaha membesarkan hatinya. Selain mengobati hatinya yang hancur, karena kehilangan bayi yang sudah dia lahirkan, serta kecewa pada Akbar. Sussana masih berjuang merasakan sakit pada fisiknya. Tidak bisa mentransfer air susunya membuat payudaranya bengkak, sakit, keras dan terasa penuh. Bahkan terkadang Sussana menggigil karena ASInya yang penuh. Kalau sudah begini Sussana akhirnya menangis, Halimah pun terkadang ikut menangis karena tidak tega dengan apa yang dirasakan oleh putrinya. Dua bulan berlalu, Sussana masih ti
Baca selengkapnya
Akan Sangat Menarik
"Kalau Sussana menggugat cerai kamu, segeralah menikah dengan Nola," titah Yudha. Nola seakan mendapatkan angin segar, tidak menyangka jika Yudha mendukung dia dengan Akbar. Bira menoleh pada Zudith yang terlihat tidak suka mendengar apa yang diucapkan suaminya. Akbar beranjak dari duduknya, "Mau ke mana?" tanya Nola. Akbar berdecak, “Bagaimana bisa aku berdekatan dengan orang yang sudah memprovokasi Sussana sehingga mempengaruhi kehamilannya dan harus melahirkan lebih awal dari waktu perkiraan lahir." "Akbar, jangan mencari kambing hitam. Semua ini takdir, tidak ada yang bisa mencegahnya. Kita semua berduka dan seharusnya kalian perbaiki hubungan bukan seperti ini. Papih tidak suka dengan cara keluarga Malik mengatasi masalah ini." "Akbar, apa maksud kamu?" tanya Zudith. "Sussana mendapatkan kiriman foto aku dan Nola dengan posisi seakan kami intim padahal hanya pose pengambilan gambarnya saja yang terlihat seperti itu dan pengirimnya adalah dia," ujar Akbar sambil menunjuk
Baca selengkapnya
Hukuman Untuk Akbar
“Jadi, kamu menolak tawaran Om?” tanya Bayu pada Sussana. Mereka saat ini sedang berbicara di ruang keluarga. Untuk sementara ini, Halimah menitipkan Sussana di kediaman Adiknya. Sampai dirasa Sussana siap untuk tinggal mandiri. Sussana menatap Bayu dan istrinya bergantian, yang juga sedang menatap ke arahnya. “Iya,” jawab Sussana mantap. “Aku hanya ingin mulai semuanya dari awal. Mau tahu kemampuan diri aku sejauh mana. Kalau langsung dapat jabatan enak, namanya tidak tahu diri,” sahut Sussana. Tinggal dengan Om Bayu dan Tante Mia, yang memiliki dua orang anak yang masih usia sekolah. Daffa dan Dena yang sedang duduk di bangku SMA. “Sussana, karena kamu tinggal dengan kami di sini. Otomatis kamu jadi tanggung jawab kami. Ada yang perlu Tante pastikan di sini.” Sussana mengangguk sambil mendengarkan maksud pernyataan dan pertanyaan Tante Mia. “Apa kamu akan merahasiakan status kamu? Jika ada pihak yang datang mencari kamu, terutama dari pihak keluarga Akbar, kami harus merahasiakan
Baca selengkapnya
Wanita Itu Sussana
Satu tahun kemudian.Sussana menyandarkan punggung pada kursi yang dia duduki. Melipat kedua tangannya di dada sambil menatap dua rekan kerjanya yang sedang berdebat. Kedua orang itu berdiri sambil memuntahkan opini masing-masing tanpa mau mengalah.Rekan lain yang hadir di ruangan rapat, ada yang menyoraki, hanya menjadi penonton bahkan memberi semangat dengan ikut memprovokasi. Sussana masih bekerja di perusahaan konstruksi milik Bayu. Tiga bulan setelah dia terima sebagai staf marketing lalu diangkat menjadi menjadi manager. Saat ini ingin sekali Sussana menjambak kedua rekannya yang sedang adu mulut.BrakSussana membanting tumpukan berkas ke atas meja. Semua atensi beralih kepadanya, dua orang yang berdebat cenderung bertengkar berdeham lalu kembali duduk. Kini ruangan kembali hening, Sussana membuka proposal kerjasama yang ditolak oleh rekanan perusahaan. “Dari pada kalian mendebatkan laporan yang jelas-jelas projectnya sudah selesai, lebih baik kita evaluasi kenapa ini bisa d
Baca selengkapnya
Bertemu Kembali (1)
'“Aku ke toilet dulu,” ucap Sussana saat keluar dari lift. Ternyata Meta tidak menunggu Sussana, wanita itu langsung meninggalkan hotel dan mengirimkan pesan pada Sussana. 'Tau bakal ditinggal, aku bawa mobil sendiri aja kali,' batin Sussana. Antrian di toilet membuatnya lama berada di sana. Sussana pulang menggunakan taksi, terjebak macet membuatnya dia menyesal memilih taksi dan seharusnya menggunakan ojeg. Esok pagi, Sussana menggunakan ojeg untuk mengantarkannya ke kantor. Sussana fokus pada layar komputernya. Bahkan tidak menyadari saat seseorang mengetuk pintu dan masuk. "Mbak Sussana, diminta ke ruang Pak Bayu." "Oke," jawab Sussana tanpa menoleh pada staf yang menghampirinya. "Mbak melamun ya?" Sussana menoleh, "Enggak, aku sedang fokus pada ini," jawabnya lagi sambil menunjuk layar. "Mas Raka tadi ke sini, tapi katanya mbak sedang melamun. Makanya diminta saya yang menyampaikan pesan dari Pak Bayu." 'Telpon ada kenapa harus lewat Raka untuk panggil aku datang,' batin
Baca selengkapnya
Bertemu Kembali (2)
Sussana terpaku saat melihat Akbar yang menunggunya. Akbar berjalan menghampiri Sussana. "Sussana," panggil Akbar, saat ini mereka saling berhadapan. "Berhenti," ucap Sussana sambil memejamkan matanya. Sussana berusaha menguasai dirinya. Dadanya terasa sesak dengan degup jantung yang lebih kencang dari biasanya. Kedua tangannya mengepal. Nafasnya memburu berusaha meraup oksigen sebanyak dia bisa. Entah masih ada kecewa, marah atau benci pada Akbar. Namun, aroma parfum tubuh Akbar yang sangat tidak asing di hidung Sussana menjadi aroma menenangkan. Jauh di lubuk hati, Sussana memang merindukan Akbar. Sussana baru akan berucap, tetapi Akbar tiba-tiba berlutut, wajahnya tepat menghadap perut Sussana. Akbar menunduk, "Maafkan aku, maafkan Aku Sussana." "Diam!" pekik Sussana. Dengan terisak, wajah Sussana kini sudah basah. "Mas Akbar tidak berhak bicara maaf, Mas Akbar tidak berhak meminta maaf. Mas Akbar tidak merasakan apa yang sudah aku lewati. Tidak tau rasanya tersiksa karena keh
Baca selengkapnya
Kembali ke Jakarta
"Ayo Mas, kamu enggak ada kerabat di sini. Jangan sampai sakit parah." "Ada kamu, sayang." "Aku 'kan kerja." Akbar berdecak, "Tolong ambilkan ponsel aku, biar aku hubungi sekretaris cabang. Biar dia yang temani aku," ujar Akbar tanpa membuka matanya. Sussana duduk di pinggir ranjang menatap Akbar, ada rasa tidak suka mendengar Akbar meminta seorang sekretaris untuk merawat dirinya. "Aku pesankan makan ya? Setelah itu minum obat." Akbar hanya berdeham, lalu menggeser posisinya berbaring dan menjatuhkan kepalanya pada pangkuan Sussana. Sussana merasa canggung dengan posisi mereka saat ini. Dia ingin menyentuh wajah dan mengelus rahang Akbar, tapi urung dilakukan. Memilih meraih gagang telpon untuk menghubungi layanan kamar. Akbar beranjak dengan malas saat Sussana memaksanya untuk makan. "Kenapa enggak habis?" tanya Sussana saat Akbar menyerahkan kembali piring makan yang isinya baru habis sebagian. "Enggak nafsu, pahit," ujar Akbar sambil bersandar di head board. "Kal
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
678910
...
14
DMCA.com Protection Status