Semua Bab Menaklukkan Duda Dingin: Bab 31 - Bab 40
128 Bab
31. Debar dalam Dada
“Kalau tidak berharga, tidak mungkin para arkeolog berlomba-lomba mencarinya. Kau menyinggung perasaan mereka, Nona Lim,” gumam Adam sambil terus memainkan rambut hitam muridnya. “Tapi itu berbeda. Mereka mencari amber untuk mempelajari dinosaurus dan sejenisnya, bukan untuk perhiasan. Dilihat dari sisi mana pun, batu itu tidak akan pernah menandingi berlian.” Sedetik kemudian, Amber mendorong lebih kuat. “Sekarang menyingkirlah! Aku lapar dan ini saatnya makan siang.” Tiba-tiba, Adam menggenggam sebelah tangan muridnya dan merapatkan pandangan. “Kau tahu kenapa orang tuamu memberimu nama itu?” “Apa?” balas sang wanita, galak. “Kau dan batu itu sama-sama sensitif dan rapuh.” Kekesalan Amber sontak meletup-letup. “Kau menyindirku?” Ia berusaha terdengar garang walau hatinya masih dilanda kegugupan. “Hanya mengatakan kejujuran,” desah Adam sembari memangkas jarak. Sang wanita kini dapat merasakan embusan napasnya. “Tapi, di sisi lain, kalian sama-sama menarik.” Tanpa terduga, pri
Baca selengkapnya
32. Hanya Bibir
Tanpa melepas pagutan, Tuan Smith mendorong Amber sedikit demi sedikit menuju kamar. Ketika ia merebahkan sang murid ke atas kasur, barulah wanita itu tersentak. “Adam ....” Belum sempat Amber bicara, pria itu kembali membungkam mulutnya. Tabuhan drum dalam dada sontak bertambah kencang. “Gawat,” pikir wanita yang tidak berdaya itu. “Ini tidak boleh dibiarkan. Sadarlah, Amber. Beruang Gila ini tidak mencintaimu. Dia hanya pria yang kesepian dan saat ini kau adalah pelampiasannya.” Dengan sekuat tenaga, Nona Lim melawan kehendak hati. “Adam—“ Tuan Smith tidak membiarkannya lepas. Tangan pria itu malah bergerak ke arah selatan. Sebelum si Beruang Gila sampai ke tujuan, Amber mendongak membebaskan mulutnya. “Adam, hentikan!” Pria itu seketika membuka mata. Napasnya yang terengah-engah terasa membara di leher sang wanita. Setelah beberapa kali mengerjap, ia akhirnya mengangkat wajah. Begitu menangkap sorot mata Amber yang nyaris putus asa, ia bergegas bangkit dan mencengkeram kepala.
Baca selengkapnya
33. Terbuai
Amber terbangun oleh kehangatan yang menggelitik lehernya. Sesekali, kelembutan itu berpindah ke pundak, membuatnya terbuai dan enggan membuka mata. Pijatan di dekat jantung pun menambah kenyamanan, membuatnya betah memperpanjang tidur. Ketika sesuatu memasuki bagian selatan, barulah perempuan itu membuka mata. Erangannya sendiri telah membangkitkan kesadaran. “Selamat pagi, Tukang Tidur,” sapa Adam tanpa memindahkan jari. Dengan lembut, dikecupnya pipi merah Amber. “Kita melakukannya lagi?” tanya wanita itu dengan suara serak. “Ya. Kau mau memarahiku lagi?” Sang pria mengangkat sebelah alis dan memperhalus gerakan. Akan tetapi, sang wanita malah kembali terpejam dan mendesah. “Apa gunanya aku marah? Semua sudah terjadi,” bisik Amber sebelum memutar badan dan menatap Adam lebih lekat. “Sihir apa yang kau gunakan kepadaku?” Sembari tersenyum miring, si Beruang Gila menggelitik telinga Nona Lim dengan napasnya. “Kaulah yang menyihirku. Aku tidak bisa melepasmu dari benakku.” Mend
Baca selengkapnya
34. Antara Cinta dan Nafsu
“Ck, laki-laki itu lagi,” gerutu Adam sebelum mendengus cepat. “Siapa?” tanya wanita yang melongok dari balik punggung kekarnya. “Tunanganmu,” jawab Tuan Dingin ketus. Mendeteksi kekesalan sang pria, Amber sontak mengulum senyum. “Berhentilah menyebut Sebastian tunanganku. Kami hanya bersahabat,” tegasnya seraya memiringkan kepala, memeriksa raut wajah Adam dari sudut pandang yang lebih jelas. “Jadi, apakah boleh aku mengangkat telepon darinya?” “Kenapa kau meminta izin dariku? Memangnya, aku suamimu?” celetuk Tuan Dingin, terdengar agak kekanakan. Tawa kecil spontan terlepas dari mulut sang wanita. “Kau adalah guruku dan sekarang, kita sedang dalam pembelajaran. Karena itu aku meminta izin darimu. Jadi, boleh atau tidak?” “Angkat saja,” jawab Tuan Smith sambil menegakkan badan. Pria itu tahu, posisinya menyulitkan Amber untuk meraih ponsel. Dalam hati, ia berharap nada dering berakhir sebelum sang wanita sempat menerimanya. “Aku tidak akan lama,” bisik Amber sembari menepuk-n
Baca selengkapnya
35. Tinggallah di Sisiku
“Kita mau ke mana? Bukankah aku harus menyelesaikan tugas?” tanya Amber dengan nada yang cenderung datar. "Amber, apakah kau percaya kepadaku?" Mendapat balasan semacam itu, alis sang wanita terangkat lebih tinggi. "Kenapa bertanya begitu?" "Jawab saja. Kau percaya kepadaku atau tidak?" desak Adam dengan kepala yang agak dimajukan. Ia ingin ketulusannya terlihat. Namun, sekalipun jarak pandang mereka terpangkas, Nona Lim tetap menaruh curiga. Ia tidak bisa menerka apa yang direncanakan oleh Tuan Smith. "Ya," sahutnya setengah hati. Sedetik kemudian, sang pria menyodorkan sebuah penutup mata. "Kalau begitu, pakai ini." Melihat benda yang terbuat dari kain hitam tersebut, Amber sontak mengernyit. "Dari mana kau mendapatkan ini?" "Tenang saja. Ini bersih dan wangi. Pakailah!" Adam menyerahkan penutup mata itu ke tangan sang murid. Namun, bukannya menurut, Amber malah memicingkan mata. "Kau tidak berencana membawaku ke danau lalu mendorongku ke dalam kolam, bukan? Ingat! Aku in
Baca selengkapnya
36. Jatuh dalam Pelukanku
“Kau yakin akan melakukan apa saja untukku?” Amber menaikkan sebelah alis, melukiskan keraguan. “Ya. Percayalah padaku.” Adam memegangi kedua pundak sang wanita dan menyejajarkan pandangan. “Aku akan menjadikanmu seorang ratu,” ucapnya penuh penekanan. “Bisakah kau membuktikannya kepadaku? Aku ingin kau mengalami apa yang kurasakan saat kau menindasku dulu,” tutur Amber santai. Ia merasa berada di atas angin. “Tidak masalah. Aku memang pantas mendapat balasan. Silakan lakukan semaumu,” sahut Tuan Dingin sembari merentangkan tangan. Ia seperti sudah pasrah menerima segala jenis perlakuan. “Kalau begitu,” desah sang wanita sebelum tersenyum miring, “terima ini!” Dengan sekuat tenaga, Amber mendorong pundak Adam. Namun, bukannya melihat pria itu jatuh, dirinya malah terpental mundur dan mendarat di tumpukan salju. “Akh!” Menyaksikan kekonyolan perempuan itu, Tuan Smith nyaris memuncratkan tawa. “Hei, apakah kau baik-baik saja?” Dengan wajah cemberut, Amber berusaha bangkit. “Kenapa
Baca selengkapnya
37. Kembalinya Masa Lalu
Seketika, paru-paru Adam bergetar hebat dan wajahnya memucat. Keringat dingin perlahan-lahan mendesak keluar. Masa lalu telah berseliweran dalam benaknya. Nyaris tidak ada tempat untuk Amber bertahta. “Kenapa baru sekarang dia menghubungiku?” gumam pria itu sebelum terpejam menahan air mata. Retakan dalam hati yang dikiranya telah sirna kini menganga lebar. Rasa sakitnya menjalar seakan meremukkan badan. Tiba-tiba, Amber mendorong pintu dan melangkah masuk. Adam pun tersentak dan membuka mata. Dengan kesadaran utuh, tangannya dapat kembali digerakkan. Secepat kilat, pria itu menghapus pesan yang tidak lagi diharapkan. “Bukankah aku tepat waktu? Kami hanya mengobrol selama dua setengah menit,” tutur Amber santai. Tanpa membuang waktu, Adam mengeringkan bukti kesedihan. Setelah mengisi paru-paru dengan udara yang lebih segar, ia beranjak dari kursi dan langsung merengkuh kekasih barunya. “Aku mencintaimu, Amber. Aku sangat mencintaimu,” bisiknya terdengar sangat putus asa. Mendapa
Baca selengkapnya
38. Kebodohan Besar
Napas Adam kini bergemuruh. Rasa panas dalam dada tidak mampu lagi diredam. Kenangan yang terputar dalam otaknya sukses mencungkil luka. Dengan mata merah, ia menatap nama perempuan di layar komputernya. “Kenapa kau kembali di saat aku sudah berhasil melupakanmu?” batin pria itu sembari mencengkeram mouse lebih erat. “Tidak bisakah kau melepasku dari bayang-bayangmu?” Setelah menarik napas berat, Adam mulai menggeser kursor. Namun, bukannya menekan tombol hapus, ia malah membuka pesan itu. “Dear Adam, Kenapa kau tidak membalas pesanku? Apakah kau sudah menghapusku dari ingatanmu? Atau menempatkan perempuan baru di hatimu? Sudah bisakah kau mengganti arah cahayamu? Aku tahu kau kecewa padaku. Tapi, aku selalu berharap kau sudah memaafkanku. Belakangan ini, aku tidak bisa berhenti memikirkanmu. Aku menyesali keputusanku dulu. Hari-hari setelah kepergianmu menjadi sangat redup. Salahkah jika aku mengharapkan kau kembali kepadaku? Aku sangat bodoh telah membuang jimatku.” Setetes a
Baca selengkapnya
39. Kalau Memang Tak Cinta
Selangkah demi selangkah, Amber mendekati pintu. Hatinya berdebar dan tangannya gatal. Kegugupan telah menajamkan sel-sel sarafnya. “Adam pasti menyembunyikan sesuatu di sini,” batinnya yakin. Beberapa saat kemudian, ia telah duduk di depan komputer dan menekan tombol ON. Tanpa membuang waktu, wanita itu memeriksa email. Hanya itu cara Adam berkomunikasi dengan dunia luar. Namun anehnya, tidak ada pesan mencurigakan di kotak masuk. “Apakah Adam menghapusnya?” gumamnya seraya memeriksa tempat sampah. Detik berikutnya, perhatian Amber tersedot oleh sebuah nama. “Ruby?” Dalam sekejap, ingatan tentang foto yang dibakar oleh Adam terlintas dalam benaknya. “Apakah perempuan anggun berambut merah itu ... wanita ini? Mantan istri Tuan Smith?” Sambil menahan napas, ia membuka pesan. Begitu mulai membaca, matanya langsung berkaca-kaca. Dadanya sesak seakan terimpit oleh beban berat. “Salahkah jika aku mengharapkan kau kembali kepadaku?” Berulang kali Amber membaca kalimat ini. Semakin seri
Baca selengkapnya
40. Apakah Aku Terlalu Keras Padanya?
“Selamat ulang tahun, Amber!” seru tiga orang wanita yang baru muncul pada layar. Mendapat sambutan semacam itu, si penerima panggilan sontak tertawa. “Terima kasih, Teman-Teman. Aku tidak menduga kalian ingat tanggal lahirku.” “Kami tidak mungkin lupa. Ada Nona Sekretaris yang mencatat segalanya di sini,” celetuk Katniss. “Kau tahu? Dia sudah mengirim reminder sejak dua hari yang lalu,” sambung wanita yang mendekap seorang bayi laki-laki di pangkuannya. “Wah, terima kasih banyak, Mia,” desah Amber penuh haru. “Katniss dan Gaby berlebihan. Jangan kau percaya. Justru merekalah yang mengingatkanku untuk mengatur jadwal panggilan ini.” Sambil tertawa samar, Amber memiringkan kepala. “Kalau begitu, terima kasih untuk kalian semua. Aku sungguh terkesan dengan perhatian kalian.” “Jadi, bagaimana kabarmu, Amber? Kenapa kau tampak lebih kurus?” timpal Gabriella sambil menggenggam tangan putranya agar tidak meraih ponsel. “Benar. Kau juga terlihat pucat,” sambung Katniss seraya memerik
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
13
DMCA.com Protection Status