All Chapters of Kejutan Saat Aku Pulang Membawa Istri Baru: Chapter 11 - Chapter 20
33 Chapters
Babak baru
Aku mencoba menyusul Nisa kekamar, mungkin aku masih bisa merayu. Tak susah menenangkan wanita yang marah. Cukup peluk dan kecup pucuk keningnya.Klek!Terkunci, Nisa tak ingin aku masuk. Ada rasa sesak didada sini. Biasanya Nisa marah tak pernah mengunci pintu. Apa aku telah membuat ia sangat kesakitan? Bukankah dia bilang sudah ikhlas menerima poligami ini.Aku duduk bersender pada pintu. Masih ada ganjalan hati. Aku menyakiti Nisa dengan menyetarakan derajatnya dengan Syasya yang ternyata hanya wanita bekas jamahan para buaya.Mataku panas tapi tak ingin menangis. Aku laki-laki, masa cengeng begini. Aku beranjak tapi rasanya sama sekali tak ingin pergi kekamar Syasya. Aku rindu Nisa bukan Syasya.Kujatuhkan bobot di sofa, tak peduli dengan keadaanya yang isinya sampah berserakan. Gelas dan piring kotor menumpuk pada sofa yang aku tiduri. Lelah! Bukan hanya raga tapi juga hati."Arman! Kamu baru satu minggu menikah dengan Syasya dan baru beberapa jam membawa Syasya kerumah ini. Sud
Read more
Kesal
Benar saja, sampai sore belum ada tanda-tanda kepulangan Nisa, mana Al dan El rewel. Dikit-dikit minta minum dikit-dikit minta makan, sekarang ngga tahu minta apa karena semua nangis kejer."Mas, bagaimana si ini? Mereka nangis Mulu!" Protes Syasya sambil mendengus."Ngga tahu nih! Kamu perempuan kan harusnya lebih tahu," jawabku. Aku aja jarang melihat mereka begini, biasanya kalau libur aku lebih suka menghabiskan waktu bermain game."Coba telfon ibunya, Mas. Kita ini pengantin baru. Bukannya kelonan malah di suruh jaga anak. Padahal Mas sudah bolos kerja hari ini. Aku sudah senang kita bisa main kuda-kudaan lagi!"Benar yang di katakan Syasya. Harusnya kan begitu. Hari ini aku sebenarnya harus masuk kerja tapi membolos karena tadi bangun kesiangan juga masih tak enak dengan kejadian semalam."Hallo, Nis! Kamu di mana?" tanyaku saat telfon Nisa di angkat."Iya, Mas. Aku sedang belanja nih. Masih banyak yang harus kubeli." Dari sebrang sana Nisa menjawab."Tapi ini Al dan El nangis!"
Read more
Kata cerai
"Bagaimana bisa? Coba kamu ingat-ingat, Mas. Sini dompetnya biar aku cari. Siapa tahu terselip saat kemarin kita membayar sesuatu." Syasya mengoceh, aku pusing dibuatnya. Pikiran stres. Bagaimana bisa? Seingatku aku kemarin menaruh ditempat biasa dan belum aku keluarkan kecuali ....Ya! Malam tadi aku mengeluarkan dompet dan menaruhnya di meja. Apa mungkin terjatuh?"Bagaimana, Mas? Mau selesaikan pembayarannya?" Kali ini kasir berkata, mungkin karena dibelakang sudah banyak yang mengantri.Bagaimana ini?"Gini aja, Mba. Saya ATM-nya ketinggalan, bisa tidak kalau sistem tranfer. Kebetulan saya ada M-banking-nya." Sedikit Mbak kasir berfikir."Kalau menurut prosedur si ngga bisa, Mas. Harus di gesek disini sebagai tanda bukti juga.""Pliss deh, Mba!" Aku memohon dan memasang wajah memelas."Bagaimana ya? Paling bisanya Mas tranfer ke saya lalu membayar dengan menggesek ATM saya. Tapi ....""Ya sudah gitu saja ngga papa, Mbak. Nanti aku lebihin." Aku sedikit senang karena punya harapan
Read more
Bunuh Diri
PoV Nisa."Baik! Nanti kita ketemu di kantor ya, Bu!" Aku menutup sambungan telfon dari Bu Maria--Direktur utama-- di perusahaan Mas Arman.Setelah mendapat kata talak semalam dari Mas Arman. Itu artinya mulai hari ini aku mandiri, setelah apa yang di sampaikan Bu Maria waktu itu, membuat aku untuk menerima tawarannya, sekaligus biar Mas Arman tahu kalau aku bisa lebih hebat dari dia."Laki-laki hebat memang butuh seorang wanita tapi wanita hebat tak butuh laki-laki." Kata itu yang terngiang di pikiranku sejak aku dekat dengan Bu Maria. Dia juga lah yang membuat drama seolah Pak Denis memperjuangkan ku. Nyatanya semua hanya sandiwara. Mana mau seorang Direksi mau menikahi mantan istri bawahannya?Kali ini aku membawa anak-anak, Bu Maria, wanita berusia 45 tahun itu tak mempunyai anak, hingga sangat suka dengan Al dan El. Bahkan dia ingin Al dan El di titipkan dirumahnya saat aku bekerja. Dia menyiapkan baby sitter khusus untuk kedua anakku.Aku memasuki ruangan Bu Maria, dia telihat
Read more
Motor Baru
Sehari ini aku dibuat dongkol. Udah kena malu karena mau bunuh diri tapi gagal. Kupikir dengan memancing seperti itu, Nisa yang hatinya lembut akan tergugah dan mau menerimaku lagi. Nyatanya? Duh! Mana semua karyawan jadi berbisik ngehibahin aku lagi.Pulang kerumah, bukan di sambut kopi seperti biasa yang Nisa lakukan, Eh ... Syasya malah ngomongin uang ... Uang dan uang lagi! Memang sii, kalau biasanya Nisa menyambut dengan masih bau dapur kali ini Syasya dengan wangi mengoda. Aroma parfum menguat, tapi nyatanya tak mau di sentuh saat aku tak mengeluarkan uang."Mas? Kenapa diam saja pada Mbak Nisa! Diakan sudah menghabiskan uang tabunganmu, Mas!" sanggah Syasya begitu aku masuk. Kupikir dia akan menghidangkan aku secangkir kopi."Pokoknya Mas harus minta ganti rugi! Blas ... Bla ... Bla ...." Aku pusing dan tak lagi mendengarkan ocehan nya. Mungkin aku mengiyakan saja. Siapa tahu setelah itu dia diam."I-iya iya, Sayang." ucapku lembut sambil langsung meraih pinggangnya. Ia beronta
Read more
Terjatuh
"Hai jangan sembarangan menuduh!" Nisa menepis tangan Syasya dengan kasar.Bakal jadi perang dunia ketiga ini kalau dibiarkan."Siapa lagi! Ini pasti kamu iri dengan kecantikanku makanya berbuat main dukun. Awas saja! Nanti aku cari dukun dan kembalikan semua ini kepengirimnya!"Nisa hanya tersenyum miring, seolah tengah mengejek Syasya yang berfikir terlalu premitif. Tak mengerti dengan pola pikir Syasya. Bagaimana dia yang modern tapi masih berfikir dan percaya tentang dukun? "Sudah, sudah, Sya! Ayo kita bawa kedokter saja. Biar segera di tangani." Aku melangkah keluar diikuti oleh Nisa yang kembali ke kamarnya. Mau kemana dia? Pikirku melihat dia yang sudah berpenampilan rapi tapi belum mengenakan hijab.Syasya membonceng dengan menutup semua wajahnya menggunakan kerudung yang tidak di pakai secara benar. Mungkin dia malu! Aku yang membawa motor akhirnya sedikit kesusahan karena posisi Syasya yang duduk miring dan tak berpegangan."Yang benar, Sya!" teriakku dari depan karena Syas
Read more
Berebut
Aku langsung menyambangi mereka bertiga, terlihat raut kaget pada ketiganya."Eh, Mas. Udah pu-lang!" Syasya tergagap."Siapa dia, Sya?" tanyaku pada Syasya dengan pandangan menatap pada dua laki-laki berwajah sangar."Sini, Mas! Aku mau ngomong!" Syasya menarik tanganku masuk kedalam. Aku tak bisa berontak. Rasa penasaran ku kian membuncah."Mas! Itu kedua laki-laki tadi mencari Mbak Nisa. Katanya dia mau menagih hutang." Aku menautkan alis. Apa benar? Setahuku dan seingatku selama hidup bersama Nisa tak pernah ada orang ataupun tetangga yang kesini menagih?"Katanya hutangnya gede. Sudah dua bulan ngga di cicil. Makanya dia kesini untuk menagih. Aku bilang aja Mbak Nisa sudah pindah.""Benarkah, kalau gitu biar aku temui saja!" Apa benar Nisa memiliki hutang? Untuk apa?"Tu-tunggu, Mas. Aku tak mau kamu bicara jujur tentang Mbak Nisa!" Syasya menarik tanganku. Namun, aku tepis dan keluar untuk menemuinya.Aku celingukan. Dua laki-laki tadi tak ada didepan rumah. Aku benar-benar maki
Read more
Kemalingan
Langkah panjangku langsung menuju sasaran. Mereka sejenak menghentikan aktifitasnya merebut motor Nisa."Siapa kamu dan apa urusanmu dengan motor ini!" Laki-laki bertato itu seketika menghardik."Kalian tak tahu siapa wanita ini! Dia itu istri ku, urusanmu dengannya juga urusanku!" Aku tak kalah garang."Hhaaha ... Terserah kamu yang penting aku dapatkan motor ini secepatnya." Mereka masih memaksa.Aku memandang Nisa, wajah dia sudah terlihat ketakutan."Siapa mereka?" tanyaku.Dia mengeleng, "aku ngga kenal, Mas. Mungkin dia perampok!" "Hei! Jangan bilang kami perampok. Kami hanya menjalankan tugas untuk menagih hutang!"Kali ini aku kembali menatap Nisa, "kamu punya hutang?"Dia kembali mengeleng, "mungkin mereka salah orang.""Mana kami salah! Jelas-jelas motor ini yang keluar dari rumah Santi!""Tunggu-tunggu, kalau tidak salah kemarin kan yang datang kerumahku kan?"Mereka saling pandang dan mengingat ingat."Oh, benar. Kamu lelaki yang tiba-tiba datang dan langsung di tarik mas
Read more
Kemarahan Nisa
Belum sempat untuk memukul dia berteriak dan jatuh pingsan."Syasya!" Sontak aku langsung melepaskan tongkat golf begitu saja. Kutepuk-tepuk pipinya. Dia masih saja menutup matanya. Duh! Bagaimana ini?Kucari minyak angin, tak kutemukan. Biasanya ada di atas kulkas. Nyatanya hilang bersama kulkasnya. Kemana lagi ini aku mencari sesuatu yang bisa kujadikan alat untuk membangunkan Syasya yang pingsan.Ah, aku punya ide! Aku mengeluarkan dompet, kebetulan hari ini abis gajian dan tadi sempat ke ATM untuk mengambil tunai. Kutaruh lembaran merah satu lembar di kening. Masih belum sadar. Dua tiga hingga lima.Plok! Dia langsung menangkap uang yang di keningnya.Alhamdulilah! Akhirnya sadar juga. Syasya terlihat tersenyum penuh gembira."Kamu kenapa di gudang dan kenapa barang-barang di rumah ini hilang?" Cecarku langsung pada Syasya tanpa jeda."Anu, Mas. Tadi aku cari matras buat alas tidur. Soalnya kasur serta dipannya di bawa rentenir yang menagih hutang Mbak Nisa!"Apa? Kali ini aku yan
Read more
Dinner
PoV NisaAku di buat kalap, siapa yang tak murka melihat isi rumah telah raib. Kelakuan siapa lagi kalau bukan si Syasya alias Santi. Wanita jalang yang telah menipu Mas Arman habis-habisan. Rasanya ingin sekali aku meremasnya. Menjadikan dia segulung kertas dan kubuat bola hingga aku tinggal menendang saja!Setelah aku berduel sengit, aku memilih masuk kekamar, Al dan El menangis membuat aku yang tengah membuat perhitungan dengan Mas Arman dan istrinya itu terhenti.Hufh! Kulkas, TV, sofa juga beberapa perabotan yang kira-kira kayak jual sudah raib. Aku memandang penuh kesedihan. Sudah tak kulihat batang hidung manusia tak bersyukur itu. Biarlah! Semoga mereka tak kembali lagi kesini.[Nis, ada waktu? Kita Dinner yuk!] Wa dari Pak Denis kubaca. Dia ngajak makan malam? Ada apa gerangan.[Maaf, Pak. Apa ada perlu dengan kantor. Saya sedang dirumah sendiri dan tak ada siapa-siapa. Ngga bisa ninggalin anak-anak.] jawabku.Tak ada balasan. Hanya centang berwarna biru. Apa Pak Denis marah
Read more
PREV
1234
DMCA.com Protection Status