Semua Bab MAMA MUDA VS MAS POLISI: Bab 41 - Bab 50
52 Bab
Bab 41
"Apa kamu akan selalu memenuhi setiap keinginan Aiswa?" Fattan kembali bertanya. Kedua mata elangnya menatap lekat wajahku. Segera aku menunduk. Lagi lagi caranya yang seperti ini membuatku merasa tersipu.Kuhirup udara sebanyak banyaknya mengisi ruang paru paruku, lalu mengeluarkannya secara perlahan."Aku sudah terlalu sering mengecewakannya. Dulu aku selalu menyia nyiakannya, tak pernah menganggapnya ada, bahkan pernah tak ingin dia untuk ada!" dengan nada berat aku berucap. Dadaku rasa terhimpit hingga sesak. Mengatakan ini, seolah memaksaku mengingat saat saat aku menjadi Ibu yang begitu buruk dulu."Aku ingin menebus semua kesalahanku padanya di masa lalu." imbuhku. "Apapun keinginannya, semampuku aku akan berusaha memenuhinya. Aku ingin menjaganya sebaik baiknya!"Fattan mengernyit mendengar semua penuturanku. Mungkin dia sedang meraba inti di balik semua kata kataku ini."Aku juga ingin menjaga Aiswa sebaik baiknya!" sebaris kalimat tiba tiba terlontar dari bibirnya.Reflek a
Baca selengkapnya
Bab 42
Malam semakin larut, tapi mata ini belum juga mau terpejam sempurana. Rasanya kelopak mata begitu ringan dan tak sedikitpun merasakan kantuk. Berdiri, duduk, lalu berbaring dan begitulah secara berulang ulang kuhabiskan malam ini di kamar. Sesekali kubolak balik ponsel di tangan. Membuka beberapa aplikasi di dalamnya. Dari sekedar membaca chat, melihat lihat postingan status ataupun video yang lagi viral. Tapi kesemuanya seperti tidak ada yang menarik sama sekali. "Kupijit keningku agar lebih rileks. Biasanya dengan cara itu selanjutnya aku akan bisa tertidur. Tapi aktifitasku ini pun terhenti karna sebuah suara menyapaku, "Mama belum tidur?" Aku menoleh. Mendapati Aiswa telah berdiri tegak di ambang pintu kamar. "Loh, Ais sendiri belum tidur?" tegurku sembari melambaikan tangan agar dia masuk."Tadi Aiswa udah tidur, tapi kebangun karna haus. Terus pas Ais ambil minum di dapur, Ais liat lampu kamar Mama masih nyala, pintunya juga masih terbuka," terang Aiswa yang kini telah duduk
Baca selengkapnya
Bab 43
"Ma - Mama! Hu hu hu..." Tangis Aiswa kembali pecah. Kedua tangannya terulur hendak memelukku. Aku segera membungkuk dan menangkap pelukannya. Kuusap lembut punggungnya dan berkata, "Sabar sayang!""Mama, Tan Tan udah mati. Gak ada lagi temen main Ais di rumah. Hik hik hik..." kata Aiswa di tengah isaknya. "Ais sayang Tan Tan. Kalau Ais kesepian, Tan Tan selalu temenin Ais. Sekarang juga Om Tan Tan ga kesini sini. Ais kangen Om. Tan Tan sama Ais tungguin Om buat main bareng. Hu hu hu..."Ya Tuhan, rasanya sakit sekali melihat putriku menangis tersedu sebab kehilangan teman seperti ini. Aku semakin mempererat pelukanku. Mencoba menguatkan hatinya yang pasti sudah sangat hancur saat ini."Mama," Aiswa berusaha melepaskan pelukan."Ya, Sayang!""Orang bunuh Tan Tan pakai ini," Aiswa menunjukkan sebuah tali sepatu warna orange di genggaman tangannya. "Dia juga sayat sayat tubuh Tan Tan. Tubuh Tan Tan banyak darah, Ma!" Aiswa kembali menangis tergugu mengingat sahabat kecilnya."Astaghfiru
Baca selengkapnya
Bab 44
"Bengong lagi!" Fattan menjitak jidatku, memutus rangkaian pemikiran di otakku. Huuh, kebiasaan!"Oh, ya udah ga pa pa. Makasih udah sempetin waktu buat Aiswa," ujarku dengan sedikit terpaksa senyum.Aku kembali terdiam. Padahal semula banyak sekali yang ingin aku tanyakan padanya. Tentang pesannya tempo hari agar aku lebih mawas diri dengan orang orang sekitar, tentang banyaknya CCTV yang ia pasangkan di rumah. Termasuk juga soal yang barusan, siapa orang yang selalu memberinya kabar tentang aku dan Aiswa.Semua pertanyaan itu rasanya menguap begitu saja dari otakku setelah mendengar kata 'tunangan' darinya barusan. Yang ada hanya segumpal perasaan aneh yang sangat tidak nyaman dan terasa menyesakkan. Kecewakah aku?****"Ayo, sesuap lagi!" titah Fattan lagi. Menyodorkan sendok ke bibir Aiswa, yang kemudian disambut bocah itu dengan membuka lebar mulutnya. "Anak hebat!" pujinya karna Aiswa berhasil menghabiskan makanannya.Melihatnya, aku dan Ibu pun tersenyum. Bernapas lega sebab Ai
Baca selengkapnya
Bab 45
Dengan langkah gontai aku kembali kepada Aiswa. Nampak ada yang berbeda kali ini darinya. Wajah pucatnya kini telah sedikit merona. Binar matanya juga telah kembali cerah seperti sedia kala. Seolah kehadiran Fattan benar benar menjadi obat yang sangat mujarab baginya.Mendapati kenyataan ini, hatiku lagi lagi dilanda dilema. Satu sisi aku merasa senang sebab kehadiran Fattan benar benar memberi pencerahan dalam kehidupan kami, terutama putriku. Sisi lainnya mau tak mau kami juga harus tahu diri untuk menjaga jarak dengan lelaki yang sebentar lagi menjadi pasangan orang lain itu."Ma..." lirih suara Aiswa memanggilku."Ya," sahutku."Mama suka sama Om Tan Tan?"Jeddaaar...! Pertanyaan Aiswa barusan membuat jantungku tersentak. "Ap - apa maksud Aiswa? Eh, ya, eh... sukalah. Kayak Aiswa sama Nenek, juga suka kan?"aku bertanya balik, menutupi kegugupanku. Huuf, kenapa juga aku bisa gugup begini?"Suka! Suka banget malah Aiswa sama Om, abis Om Tan Tan baiiiiikk... banget sih!" bocah itu m
Baca selengkapnya
Bab 46
"A - apa?" tanyaku terbata, yang hanya dijawab dengan senyum mencibir di wajahnya."Kenapa? Kamu cemburu?" semprotnya langsung kala melihat ekspresiku seperti orang bingung."Diih...! Siapa juga yang cemburu? Ngapain juga?" tepisku buru buru, yang sekali lagi malah membuat tawanya kembali pecah."Apanya yang lucu sih?" sewotku. Aku mendelik melihatnya, menangkap sinyal sinyal keusilannya akan mulai beraksi."Hahaha... Ya kamu itu yang lucu. Udah jelas jelas cemburu gitu!" masih di sela tawanya, ia menjawab dengan pedenya. Lalu dengan cueknya kembali menstater mesin mobil dan melajukannya.Aku sendiri, masih dengan perasaanku yang tidak menentu selanjutnya hanya diam seribu bahasa. Rasanya lidahku kehilangan kata kata begitu saja. Toh, melanjutkan pembahasan hanya akan menjadikanku bulan bulanan olehnya. Sudah sering dia menggodaku seperti ini dan dirinya lalu tertawa puas saat aku sudah mulai dongkol.Kutekuk mukaku, kode bahwa aku tak ingin berbicara apapun lagi dengannya.Tapi bukan
Baca selengkapnya
Bab 47
"Bengong! Gimana, diterima tidak?" dia kembali bertanya."Aaah...?" aku makin tergagap. Ya ampun! Orang ini benar benar ga ada basa basinya menanyakan hal seperti ini, ya? To the point saja maunya. Melamarku dengan cara seperti ini. Sungguh nggak ada romantis romantisnya sama sekali!Eiiits...! Apa? Romantis? Lah, malah pikiranku kemana mana ini jadinya! Aku menepuk jidat frustasi."Aina!" kudengar Ibu memanggil. Kemudian setelahnya, ia sudah berdiri di ambang pintu. Raut mukanya kulihat seketika berubah canggung saat menatap ke dalam ruangan. Ah, iya! Jarak aku dan Fattan berdiri rupanya begitu dekat. "Maaf, mengganggu!" ucap Ibu sedikit kikuk."Nggak kok, Bu! Ada apa?" tanyaku. Dan di saat yang bersamaan, Fattan pun memutar badan ke arah Ibu berdiri. Ia lalu tersenyum dan menyapa, "Oh, Ibu?""Emm... Aina, ada tamu untukmu!" Ibu berkata mengungkapkan maksudnya menghampiri kami. Ekspresinya nampak ragu ketika mengatakannya."Tamu?" ulangku, sedikit mengernyit. Perasaan tidak ada tema
Baca selengkapnya
Bab 48
"Na, mau makan siang bareng?" tanya Winda yang kini telah berdiri di samping mejaku."Aduh, kayaknya ga deh Win! Kerjaan aku masih numpuk banget soalnya," tolakku halus seraya menggelengkan kepala. "Tapi nitip aja kali, ya?""Emm... gimana ya?" Winda menyipitkan mata sambil mengerucutkan bibirnya. Pura pura berpikir. Menggodaku!Spontan saja kucubit pinggangnya. Membuatnya memekik geli, "Auu..., iya - iya, aku beliin! Ha ha ha...""Ehm... ehm...!" Mendengar suara deheman, aku dan Winda refleks menghentikan candaan kami. Hampir bersamaan kami menoleh. Sesosok pria dengan langkahnya yang tegap berjalan menghampiri kami."Eh, Pak Daniel!" sapa Winda pertama kali. Sementara aku hanya tersenyum dan menganggkukkan kepala melihat kehadirannya. "Kayaknya ada yang bakal diajak makan siang bareng, nih!" celetuk Winda melirik lirik ke arahku. Hmm, lagi bersiap siap usil dia rupanya!Aku melotot, dengan maksud supaya Winda berhenti berceloteh dan menggodaku. Karna memang dirinya sudah hapal di
Baca selengkapnya
Bab 49
"Gimana, bagus kan, Ma? Surprize dari kita?" Aiswa bertanya masih dengan senyum lebar di bibirnya. Alih alih menjawab pertanyaannya, diriku yang masih mematung karna shock, hanya mampu melongo tanpa seucap kata pun."Bagaimana Aiswa bisa berada di sini sekarang? Bahkan mungkin tiba lebih dulu dariku! Bukankah tadi kata Ibu, Aiswa sudah tidur lebih awal? Dan undangan makan malam itu, palsu?Seribu pertanyaan itu kini saling berjejal di pikiranku.Kupandang Fattan juga Aiswa bergantian. Rona ceria di wajah mereka mungkin sangat kontras dengan wajahku yang pucat pasi saat ini.Fattan melepaskan gandengan tangannya dari Aiswa. Ia kemudian berjalan menuju sebuah meja. Menuang segelas air putih dari sebuah dispenser. Lalu kembali berbalik kepada kami. "Minumlah!" titahnya, menyodorkan gelas kepadaku. Sepertinya ia mulai paham tentangku yang belum juga pulih dari keterkejutan.Tanpa menjawab lagi aku pun meraih gelas tersebut, dan menenggak isinya hingga tandas. Perlahan napasku yang tadinya
Baca selengkapnya
Bab 50
"Kamu sudah siap?" Fattan bertanya ke sekian kalinya dengan pertanyaan yang sama, sejak dari ia menjemputku di rumah, hingga perjalanan menuju rumahnya.Dan aku sendiri hanya mengangguk tiap kali ia bertanya demikian.Sebenarnya aku sendiri tidak terlalu yakin dengan kesiapanku. Sebentar lagi aku akan bertemu dengan wanita yang paling penting di hidup Fattan selama ini. Mamanya. Jujur saja, aku sangat nervous. Berkali kali kumenghela napas panjang untuk mengurangi kegugupan. Tapi sepertinya sama sekali tak berhasil.Ciiittt...!Rem mobil berdecit pelan saat mobil memasuki sebuah garasi yang sangat luas. "Keluar!" titah Fattan disertai senyum manisnya. Ia juga mencubit gemas pipiku. "Tenang saja, Ibuku adalah wanita teranggun di dunia. Dia bukan singa yang akan menerkammu. Ha ha..."Fattan terkekeh memamerkan deretan gigi putihnya yang rapi. Aku segera keluar dari mobil setelah pintu mobil terbuka secara otomatis. Pemandangan yang tak biasa kini tersuguh di depan mataku. Bagaimana ti
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
DMCA.com Protection Status