All Chapters of Gelar Mandul dari Gundik Suamiku: Chapter 61 - Chapter 70
72 Chapters
Bab 61
Sedangkan Bilna, sakit di panggulnya semakin menjadi-jadi. terkadang ia juga mengalami kesulitan dalam bernafas, ditambah dengan kepala pusing dan pucat. Pendarahan yang tidak tahu apa sebabnya di iringi rasa nyeri. Membuang air seni pun tidak nyaman. Ponsel Bilna tiba-tiba berdering, menandakan adanya panggilan masuk. Bilna dengan meringis mengangkatnya. Mila. "Ya, Mil. Kenapa?" "Ini mbak. Jacob demam, badannya panas. Nggak mau turun. Gimana ini mbak Bil?" Ada-ada saja yang membuat pikiran Bilna semakin kacau. "Anak itu... Uuuh semakin merepotkan." Gumam Bilna semakin kesal. "Maaf, Mil. Ini saya lagi menahan sakit." "Lho, mbak sakit apa?" "Belum tahu, Mil. Perut mbak bagian bawah semakin perih, di tambah dengan bagian sensitif mbak juga semakin nggak nyaman ketika buang air." "Nah kan apa Mila bilang dulu. Kan Mila udah sering buat menyarankan mbak supaya ke dokter." "Mbak tidak menyangka akan menjadi seperti ini kejadiannya,
Read more
Bab 62 Hasutan teman
Bab 62 Hasutan teman"Rama, kamu mau join grup telegram alumni SMA kita, nggak?"Ujar Jhoni, teman sekelasku semasa SMA dulu. Kebetulan kami di pertemukan di sebuah aula pertemuan yang ternyata dihadiri juga olehnya. Dia seorang staf karyawan di sebuah perusahaan tekstil. Rupanya dia diutus oleh atasannya untuk mewakili perusahaan mereka "Lain kali aja Jhon." Aku menjawab singkat."Lho kok jawabannya lain kali? Eh Rama, kamu tahu nggak kalau di grup itu ada Vera?"Aku diam sejenak."Vera siapa maksudmu?" tanyaku."Apa? Kamu udah lupa sama Vera? Ha ha ... Nggak usah pura-pura lupa kamu, Rama!" Jhoni tertawa seolah aku memang berpura-pura."Serius, Jhon. Aku nggak tahu Vera mana yang kamu maksud." aku masih menjawab datar."Astaga, Rama. Maksudku ya Vera yang dulu kamu pacarin.""Ooooh!" Aku ber oh ria."Gimana? Kamu ingat kan? Eh yang pasti Vera yang sekarang udah jauh lebih cantik dari yang dulu, Ram. Dia kerja di sebuah instalasi rumah sakit swasta. Dan dia bahkan lebih populer dib
Read more
Bab 63
Bab 63Aku menghentikan laju mobilku di depan sebuah rumah yang cukup besar. Sengaja aku kemari tanpa membuat janji terlebih dahulu kepada sang pemilik rumah. Di hari libur seperti ini, aku ingin mengajak teman kecilku itu untuk refreshing otak "Selamat siang, Pak!" aku menyapa kepada seorang satpam yang di tengah berjaga di gerbangnya.Pak taryo, sang satpam membukakan pintu untukku. Ya, Pak Taryo adalah seorang satpam yang sudah lama bekerja pada keluarga Rama. Dan dia sudah cukup kenal denganku. Tentu saja karena aku sesekali kerap berkunjung ke rumah tersebut."Ramanya ada, Pak?" tanyaku."Ada di dalam." jawab Pak Taryo sambil tersenyum."Jam segini kok belum pada keluar? Betah banget berdiam diri dalam rumah. Ini kan hari libur." ucapku lirih Terkadang aku memang merasa aneh dengan sikap Rama, laki-laki itu menurutku terlalu senang mengurung diri, kalau pun sesekali ia keluar, pasti bareng sama anak istrinya, kecuali dalam urusan kerja. Dalam urusan kerja pun, kukira kalau bo
Read more
Bab 64
Bab 64 Aku tertegun dengan cara berpikirnya Rama. Cara berpikirnya sungguh berbeda dengan cara berpikirku. Tidak, aku tidak setuju dengan cara pandangnya dia. Aku berpikir bagaimana caranya agar aku bisa menyadarkannya. Aku tak sampai hati jika melihatnya selalu dalam penguasaan istrinya. Istrinya memang cantik sih, tapi sebagai lelaki seharusnya dia tidak boleh hanyut dalam pesona kecantikan perempuan. Akhirnya aku mendapatkan ide bagus."Ram, gimana kalo kita jalan bareng hari ini? Kita ke puncak. Besok kan masih hari libur, jadi kita bisa bermalam di sana. Itung-itung refreshing otak. Gimana? Kamu mau, kan?"Aku harap-harap cemas menanti jawaban dari Rama. "Aduh, aku hari ini udah terly buat janji sama Bian, dia pasti nagih janji sama Papa dan Mamanya." Aku melengos."Bian anakmu?" keningku terasa berkerut."Iya, memang siapa lagi."Rasanya kalau lama-lama berada di dekat Rama Aku bisa gila rasanya. Entahlah aku menilai Rama seperti sudah tidak punya ruang lingkup sendiri, di
Read more
Bab 65
Bab 65Rama memang keterlaluan. Terlalu b*doh dia di mataku untuk sok menasehati. Pake menyarankan aku untuk menghargai Nayla segala.Nayla mah tetaplah Nayla, gemuk, pendek, dan nggak menarik sama sekali. Meski di modalin berapa saja, dia tetep ajah gendut dan jelek. Yang ada nanti cuma buang-buang duit ajah. Kan tambah rugi akunya. Bener-bener nggak deh kalo harus modalin Nayla ***"Nayla! Kamu dari mana ajah, ini kok meja makan kosong gini. Kamu tahu nggak kalo suami pulang di jam segini? Kenapa nggak nyiapin makan siang?" aku bicara membentak pada wanita yang telah aku nikahi sejak lima belas tahun yang lalu.Kulihat tubuh bongsornya bergerak-gerak ketika ia berjalan, membuatku bergidik jijik. Uuuh, rasanya aku menyesal telah menikahi wanita segemuk dia. Bener-bener istri yang nggak bisa menjaga dan mengurus tubuhnya agar tetap ideal."Jawab aku Nayla, kenapa kamu nggak nyiapin makan siang buat aku?" dekali lagi aku menekankan pertanyaan padanya karena dia belum juga menjawab p
Read more
Bab 66
Bab 66"Gimana, Mas, apa Rama mau kamu ajak ke puncak?" Intan, wanita penghibur langganan ku bertanya.Aku menghela nafas,"Belum bisa katanya, Tan." jawabku pendek."Lhoo, kenapa? Apa dia nggak tertarik sama fotoku?"Yaaah, aku lagi-lagi menarik nafas panjang. Memang kemarin itu Intan memintaku untuk memperlihatkan potretnya pada Rama, dengan harapan Rama mau kuajak ke puncak. Tentu saja Intan menunggu kami di sana. Rencanaku, aku berharap Rama mau menuruti kemauanku, dan secara tidak langsung dia bakalan kujadikan alat untuk tidur bareng Intan di puncak. Tapi nyatanya laki-laki:takut istri itu menolak."Kenapa malah diam, Mas Jhon? Apa kamu sengaja ya nggak pamerin fotoku sama dia? Kalau begitu mah mana mau dia ke puncak. Coba kalau Mas memperlihatkan potretku itu padanya, dijamin deh dia bakalan mau turut serta."Aduh, kamu salah besar, Intan. Rama tidak semudah itu.Meski tidak kupungkiri aku belum menyodorkan foto Intan padanya. Tapi sebelum aku melakukan itu, aku sudah dikecew
Read more
Bab 67
Bab 67"Siapa yang mengirimkan pesan seperti ini? Siapa?"[Rama, aku tunggu kamu di depan Mutiara Hotel ya. Sesuai sama janji kamu kemarin. Masih ingat kan kamu bilang apa. Oke deh ditunggu malam ini. Seperti biasa, jam 08.00 malam jangan lupa. Hmm... Jangan sampe ketahuan Aliyah ya, Sayang.]Degh!Jantungku berdegup, apa maksudnya coba.[Oh ya, Rama, jangan lupa katanya kamu pengen beliin aku cincin buat hadiah ulang tahunku besok? Makanya sebaiknya kamu nginep aja malam ini di Mutiara hotel, biar pagi besok kita langsung ke toko perhiasan buat memenuhi janji kamu. Aku pengen kamu beliin aku liontin yang berwarna biru. Hehee]Aku semakin tidak mengerti dengan pesan itu. Aneh benar-benar aneh.Sementara aku melihat jekas ekspresi marah pada wajah istriku.Aku tidak bisa menyalahkannya. Bagaimanapun aku bisa memposisikan diri sebagai dirinya yang merupakan istriku. Jujur saja jika seandainya aku yang berada pada posisinya saat ini tak urung aku juga pasti akan termakan emosi. Siapa ya
Read more
Bab 68
Bab 68Hari ini aku berniat menyibukkan diri dengan kegiatan bersama beberapa teman kantor. Kebetulan ada sebuah kegiatan yang diadakan hari ini.Biasanya di hari libur seperti ini, aku akan senantiasa berlibur bersama Rama dan Bian, putraku. Kalaupun ada kegiatan, aku biasa memilih untuk tidak ikut, sebab waktu bersama keluarga lebih penting bagiku.Tapi tidak dengan hari libur kali ini. Aku seperti tidak berselera untuk menghabiskan waktu bersama Rama. Laki-laki yang baru saja membuat hatiku terluka.Sederetan pesan yang sedemikian gamblang menunjukkan siapa si pengirim pesan, membuatku sulit untuk mempercayai kata-kata ramah. Untuk saat ini, aku merasa tak bersimpati sedikitpun dengan segenap alasan yang ia utarakan. Bisa saja itu hanyalah salah satu cara yang Rama tempuh untuk mengambil kepercayaanku kembali. Tidak Rama! Tidak akan semudah itu untuk mengembalikan kepercayaan ini.Memang ini pertama kalinya seumur-umur pernikahan kami aku mendapati ujian seperti ini. Dan ini merup
Read more
Bab 69
Siang ini serasa aku tidak berselera untuk menyelesaikan semrawut agenda pekerjaan di perusahaan. Batinku masih terbayang-bayang dengan sikap Aliyah yang sedang menaruh curiga padaku. Aku memilih untuk duduk di restoran seorang diri. Biasanya aku sangat bersemangat untuk pulang dan menemui Aliyah dan juga Bian. Tapi kali ini aku merasa pasti akan sia-sia bila aku pulang. Sebab Aliyah pasti akan kembali mengabaikan aku. Sesuatu yang cukup membuatku tersiksa."Hai...!" aku di kejutkan dengan suara yang tidak terlalu asing di telingaku.Aku menoleh."Jhoni? Kamu lagi?" Jhoni terlihat tersenyum menanggapi respon dariku. "Sendirian ajah?" tanyanya."Iya nih." jawabku."Kenapa nggak bareng temen?" tanyanya."Ah sesekali menyendiri, Jhon." jawabku datar."Kenapa malah terlihat sendu, Bro? kamu punya masalah apa? Hayoo ngaku,! Iya, kan? Sini ..! Cerita sama aku ajah!" Jhoni duduk di depanku setelah memesan santap siangnya."Ah enggak, aku nggak punya masalah apa-apa kok." jawabku menyembu
Read more
Bab 70
Bab 70Aku fokuskan kembali pendengaranku agar lebih baik. Entahlah karena rasa benci ku padanya juga membuat aku penasaran dengan apa sebenarnya yang mereka obrolkan. Orang-orang biasa menyebut sifatku ini kepo. Tapi aku peduli amat.Ternyata tidak meleset pendengaranku sebelumnya, bahwa laki-laki itu benar-benar menolak ajakan temannya untuk berlibur hanya karena ayah dan anak mereka.Busyet sekali. Mungkin saja dengan cara itu ia sudah merasa menjadi pahlawan untuk Aliyah. Aku yakin sekali anggapanmu itu pasti salah, Rama. Andaikan saja kau sadar pada kenyataannya akulah yang lebih lama hidup bersama aliyah dibanding kamu yang baru beberapa tahun saja menikahinya. Jadi, aku belum merasa kalah dibanding kamu. Memang itu kenyataan kok.Beberapa saat kemudian aku lihat laki-laki itu pergi meninggalkan teman yang tadi berusaha merayunya untuk pergi berlibur bersama tanpa keikutsertaan Aliyah. Kulihat ada raut kesal pada wajah temannya yang ia tinggalkan.Ingin rasanya aku merebut A
Read more
PREV
1
...
345678
DMCA.com Protection Status