All Chapters of Upik Abu dan Bola Cahaya: Chapter 41 - Chapter 50
52 Chapters
Bab 41. Jalan Maaf
***Upik hendak bangkit dari tempat duduknya, ia benar-benar trauma dengan Bambang. Melihat itu, Liom memegang tangan Upik, menganggukkan kepala, meminta Upik tak perlu kemana-mana. "Mau apa ke sini?" tanya Liom. "Nak, Bapak tahu kau sangat marah pada Bapak. Namun nak, kau juga tahu kalau semua yang terjadi adalah di luar dari kendali Bapak.""Termasuk membeli Upik dari rumah Bordir?""Aaah, maafkanlah kesalahan yang sudah berlalu, Nak. Ayo kita mulai kehidupan baru ke depan yang lebih baik.""Lebih baik apanya? Bapak bahkan sudah menyia-nyiakan masa-masa sehatku. Masa di mana masih ada Ibu dan aku di rumah itu. Dan sekarang, aku bahkan tak tahu berapa hari lagi aku bisa bertahan."Mendengar itu, Upik langsung menggenggam tangan Liom, menatap Liom dalam, menggelengkan kepalanya seolah tak mau mendengar Liom mengatakan itu. "Bapak akan menebus semuanya semampu Bapak, Julian. Andai kamu beri Bapak satu kali kesempatan lagi.""Pergilah dari sini! aku tak membutuhkanmu." Liom memalingk
Read more
Bab 42. Belum Selesai
***Tanah kuburan diremas oleh tangan keriput berkuku hitam. Seorang wanita paruh baya terlihat duduk berjongkok cukup lama di sisi kuburan yang baru. Mbah Dukun kemudian berdiri, kepalanya masih saja menunduk menatap pada gundukan tanah yang bertabur kembang itu. Melirik sekali lagi batu nisan sementara yang masih ditulis dengan spidol, tertera di sana nama Rianti binti Sarjono. Mbah Dukun berbalik arah, mengusap sisa air matanya, dan bergumam dengan menggeratakkan gigi-giginya, "Akan kubalas kalian semua!"Ia melangkah meninggalkan makam Rianti, sebuah mobil sedan putih yang sedari tadi menunggunya, ia naiki dan langsung melaju kencang. "Antar aku ke Rumah Sakit terdekat!"***Liom sedang disuapin oleh Upik. Ia mengaku tangannya kaku tiba-tiba tak bisa digerakkan, dan tangan satunya lagi tertusuk jarum infus, yang katanya lagi, itu menyebabkan ia sulit untuk bergerak. Upik yang lugu menurut saja, ia mengambil nampan makanan Liom dan ia suapi perlahan. Liom tampak pongah di depa
Read more
Bab 43. Bambang
***Perawat itu hanya diam, namun senyum tipisnya menyeringai. Tiba-tiba, Bambang yang melaju kencang di dorong oleh seorang Perawat masuk ke kamar. "Liom!! dia mbah Dukun!" teriak Bambang mencoba berdiri dan langsung ambruk dari kursi rodanya. Melihat keadaan itu, Perawat langsung mengambil langkah sigap. Ia meloncat melangkahi kepala Mpus, dan seketika berubah wujud menjadi sosok mbah Dukun. Mpus yang segera sadar akan hal itu, menarik sabuk panjang yang melilit pinggangnya, dan membentangkannya mengarah ke kaki mbah Dukun. Seketika, sabuk itu melilit kaki mbah Dukun dan segera ditarik oleh Mpus. Mbah Dukun langsung jatuh ke lantai, menyadari kakinya tengah terikat, ia langsung melihat ke arah Bambang, mengambil tusuk kondenya dan menusukkannya ke dada kiri Bambang. Bambang tertusuk, tusukan itu menancap ke jantungnya. "Bapak!!" teriak Liom. Liom mendekati Bambang seketika, membantunya untuk duduk, darah segar dimuntahkan Bambang, ia memegangi dadanya yang tertusuk. Perawat
Read more
Bab 44. Pendonor
***Bambang dilarikan segera ke ruang ICU, jantungnya masih berdenyut, namun ia sudah kehilangan kesadarannya. Liom, Mpus dan Upik mengejar sampai ke pintu, namun dihalangi oleh beberapa orang Perawat. Satu jam kemudian, Dokter keluar dari ruangan tersebut, meminta Liom untuk masuk ke ruangannya. Sesampainya di ruangan Dokter, "Sepertinya, pak Bambang sudah memiliki firasat, bahwa beliau akan pergi meninggalkan kita semua, Julian.""Apa maksud Dokter?"Pak Dokter menyerahkan beberapa berkas yang ditandatangani oleh Bambang. Di sana tertulis, jika kapanpun ia sekarat, jangan mengusahakan untuk menyelamakan nyawanya, namun usahakan mengambil organ hatinya, untuk diberikan pada anaknya Julian."Bbaa, bagaimana bisa saya atau kalian tim Dokter tidak mengusahakan Bapak saya untuk selamat, Dokter?""Julian, waktu kita tidak banyak. Sekarang pak Bambang sedang koma. Potensi untuknya bisa hidup kembalipun sangat kecil. Selagi organ tubuhnya seperti hati dan jantung masih berfungsi, segera
Read more
Bab 45. Santi
***Liom dibawa ke ruang Operasi. Mpus dan Upik duduk menunggu di ruang tunggu, tiba-tiba dua orang seperti terburu-buru berlari ke arah Mpus dan Upik. Seorang pria berpakaian rapi yang kemarin berbicara dengan Liom adalah Pengacara pak Bambang, dengan seorang wanita yang sedang hamil besar. Pria dan wanita itu tanpak ngos-ngosan saat sampai di dekat Mpus dan Upik, "Hah, hah, hah, apa Julian sudah di dalam?" tanya Pengacara itu masih dengan nafas tersengal-sengal. "Ya, baru saja." jawab Upik. "Kenalkan saya Rian, Pengacara pak Bambang. Dan ini Santi, Sepupu Liom satu-satunya." Mpus dan Upik membalas jabat tangan Pengacara itu. "Dimana keluarga Liom yang lain?" tanya Upik. "Mereka sama sekali tak tahu, bahkan tentang meninggalnya pak Bambang sekalipun. Ini adalah permintaan dari pak Bambang selagi hidup." jawab Rian sambil menoleh ke arah Santi. "Dan dia, kenapa dia di sini?" tanya Mpus. "Dia di sini, permintaan dari Julian." jawab Rian. Sementara itu, Santi hanya diam duduk
Read more
Bab 46. Menyembunyikan Santi
Liom sudah ada di ranjangnya, ia masih belum sadar juga, Santi duduk di sebelah kanan Liom, sementara Upik berada di sisi sebelah kiri. Santi menatap Upik sinis, "Namamu siapa?" tanya Santi. "Namaku, Upik.""Ha? kampungan sekali, cocok dengan dirimu.""Aku memang berasal dari kampung." jawab Upik tersenyum. Santi melihat senyum Upik seolah risih, ia berdiri beranjak dari duduknya. Rian masuk ke dalam ruangan bersama Mpus, "Upik, bisakah kau ikut denganku keluar sebentar?""Kemana?" tanya Upik. "Kau tak sendiri, Mpus juga ikut denganku.""Apa? nama pria aneh ini, Mpus? dan kau, Upik? hahahahahah!" santi tiba-tiba menertawakan Mpus dan Upik. "Kenapa dengan nama kami?" tanya Upik memperlihatkan wajah tak senangnya. "Menggelikan!" jawab Santi malah mendekatkan wajahnya ke arah Upik, seolah menyeringai. "Siapa namamu?" tanya Upik, tanpa terlihat gentar. "Namaku, Santi! Santi Purwita Sari. Cukup terdengar bangsawan bukan?" "Ya! tapi tidak dengan dirimu." jawab Upik. "Apa maksudmu
Read more
Bab 47. Identitas Baru
***"Sudah, sudah! Liom, memangnya di situ siapa nama aku dan Mpus tertulis?" tanya Upik. "Apa?! kau bahkan tak tahu membaca?" tanya Santi menertawakan Upik. "Aku juga tak tahu membaca." jawab Mpus memandang Santi yang seketika terdiam saat dipandangi tajam oleh Mpus. "Aaah, begini Santi. Selain untuk melindungimu, aku juga memberikan sebuah tugas untukmu. Kau tentu paham, kau di sini tidak gratisan kan?" ucap Liom. "Apa maksudmu, Liom!?" tanya Santi melangkah mendekati Liom. "Kau tentu tahu, Bapakku telah memutuskan hubungan dengan keluarga besar kita. Aku bahkan mengambil resiko, menyembunyikan istri seorang Pengusaha kaya di kota ini. Tentu kau juga paham itu tak gratis.""Liom, kupikir kau menolongku karna aku sepupumu satu-satunya. Kau tulus melakukan itu.""Kau bahkan tak perduli padaku, saat aku membutuhkan pertolongan dari semua orang.""Aaah, baiklah! aku terdesak, apa yang kau butuhkan dariku?!" tanya Santi. "Kau hanya perlu mengajari Mpus dan Upik belajar membaca, ber
Read more
Bab 48. Hadiah
***Lima hari dalam perawatan, akhirnya Liom diperbolehkan pulang, namun harus terus melakukan kontrol rutin ke Rumah Sakit. Mpus, Upik, Rian dan Santi berada satu mobil dengan Liom. Tujuan mereka adalah ke rumah Bambang di tengah-tengah Perkebunan. Ya, rumah masa kecil Liom dan keluarganya, sekaligus rumah yang didiami Rianti selama ini."Santi, kau tidur dengan Upik di kamar tamu lantai dua ya!? dan aku bersama Mpus." Liom membuka percakapan. "Ogah banget berbagi kamar dengan perempuan kampung ini." jawab Santi. "Yasudah, kamu tidur bersama Mpus saja." kata Liom. "Kamu apa-apaan sih, Liom!? di rumah ini ada banyak kamar tamu, kenapa gak masing-masih saja sih?" "Kamu sedang hamil besar, seseorang harus selalu ada di sisimu untuk berjaga-jaga." terang Liom. "Okee! oke! baiklah! tapi, aku tak mau seranjang dengannya." "Di kamar tamu nomor dua, itu khusus untuk anak. Jd ranjangnya ada dua, selesai kan?!" jelas Liom pada Santi. Santi hanya diam meski tetap bersungut-sungut tak je
Read more
Bab 49. Teror Pertama
***Sosok itu menekan tombol-tombol itu, kemudian membuka-buka berkas yang ada di sana. Sepertinya sosok itu berhasil membuka pintu brankas itu. Mpus membuka pintu kamar itu lebar, sosok itu langsung menoleh dan terkejut. Ia tampak tak menduga seseorang bisa menyadari apa yang ia lakukan di kamar Bambang. "Kau lupa dengan sumpahmu, Rian?" tanya Mpus. "Aaaaah, kukira kau siapa!?" Rian tampak sedikit lega dan memasukkan berkas itu kembali ke dalam brankas. "Kau sedang apa?" tanya Mpus. "Aku sedang mengganti pin sandinya, aku khawatir Santi melihatku tadi menekan tombol sandinya.""Aku berharap kau tak lupa akan sumpahmu!" "Aku tak mungkin berkhianat. Meskipun kemarin Julian tidak membuat perjanjian darah padaku di depanmu, aku takkan berkhianat!""Kuharap demikian, kalau kau berusaha mengkhianati Liom, kau pasti tahu akibatnya.""Aku sudah selesai merubah pinnya, apa kau mau bertahan di sini?" Rian beranjak dari posisi berjongkoknya, hendak keluar kamar. Mpus membiarkan Rian berl
Read more
Bab 50. Terpesona
***Liom dan Upik langsung mengejar dan melihat ke bawah. Mata mereka melotot, tangan mereka seakan ingin meraih, namun hanya railing tangga yang bisa mereka raih dan genggam. Sementara si Kurir berlari menghindar dan mendekati Lelaki asing yang masih bersujud kesakitan. Liom dan Upik melihat ke bawah, Santi berada di sana, namun tidak ada hal yang mengenaskan terjadi. Santi sedang digendong melayang oleh Mpus. Melihat itu, Liom dan Upik langsung terduduk lemas, mereka menghembuskan nafas lega. Tak terbayangkan jika Santi mengalami hal yang mengerikan itu, jatuh dari lantai dua dalam keadaan hamil besar. Tubuh Santi digendong Mpus masih dalam keadaan melayang. Mata mereka beradu, namun Mpus segera mendongakkan wajahnya melihat ke atas. Sementara Santi masih syok dan terperangah. Antara percaya dan tidak percaya, mereka berdua benar-benar sedang melayang di udara, kaki Mpus sama sekali tidak menapak di lantai. Ia pandangi wajah Mpus yang teduh dan tampan. Seketika ia terjebak lagi
Read more
PREV
123456
DMCA.com Protection Status