All Chapters of Lamaran untuk Bayi Tak Bernasab: Chapter 21 - Chapter 30
91 Chapters
Syarat dari Harris
“Apa kabar baik dan apa kabar buruknya, Dokter?” “Kabar baiknya adalah kondisi Bhama sempat menurun sudah berhasil stabil kembali. Sedangkan kabar buruknya adalah jika keadaan Bhama seperti in terusi maka kami harus mengambil tindakan lainnya.” “Lakukan saja dokter, lakukan saja yang terbaik untuk anak kami,” ujar Harris mewakili Anin yang tak bisa berkata-kata lagi. Hati perempuan itu kembali hancur untuk kesekian kalinya, ia hanya bisa duduk sembari memeluk Bhima. “Sayang,” panggil Harris, lelaki itu berjongkok di depan Anin. “Keadaan Bhama sudah stabil, kita doakan semoga smakin hari semakin membaik ya.” “Kenapa tidak aku saja Mas yang sakit? Kenapa harus anakku? Kenapa harus Bhama?” pekik Anin membuat Bhima yang dalam dekapannya menangis. Harris cepat-cepat menggendong Bhima, ia memberikan waktu untuk Anin menumpahkan perasaa
Read more
Belajar dari Mantan?
Anin menutup wajahnya, apa yang dikatakan oleh Harris benar adanya. Ia tak bisa terus dalam keadaan terpuruk seperti ini, tak hanya dirinya yang bersedih ada Harris dan Bhima juga. Bhakna anak itu menjadi ‘korban kesedihan’nya. “Aku minta maaf, Mas.” “Tak perlu minta maaf, hanya saja jangn bersikap seperti ini terus, Sayang. Kasihan Bhima,” sahut Harris. Anin mengecup pucuk kepala putranya itu, ia bertekad untuk tidak menjadi Ibu yang lemah untuk kedua bayi kembarnya. Keduanya dikejutkan oleh kedatangan seorang suster yang menanyakan keadaan Anin, perempuan itu mengatakan jika dirinya sudah merasa lebih baik meskipun begitu, suster tetap menyarankan Anin untuk beristirahat. “Kamu mau pulang? Atau tetap di sini?” tanya Harris. “Aku ingin di sini tetapi Bhima mungkin lebih nyaman jika berada di rumah. Jadi kita pulang saja,&rdqu
Read more
Baby Blues
“Kita bahas pernikahannya nanti saja ya, sekarang kita makan dulu,” ujar Anin mengalihkan pembicaraan. “Tinggal jawab saja apa susahnya sih Nin?” ujar Harris, ia mulai kesal dengan sikap Anin. “Kamu itu lelaki paling baik hati yang pernah kutemui seumur hidupku, kamu itu sempurna, Mas.Betapa beruntungnya perempuan yang kelak jadi pendampingmu,” jawab Anin ambigu. “Menurutmu siapa perempuan beruntung itu?” lanjut Harris. Anin tak menjawab, ia hanya menunjukkan senyum manisnya kepada Harris. “Kenapa Cuma tersenyum? aku butuh jawaban, Anindia.” “Aku ingin menjawab perempuan itu adalah aku tetapi aku tak merasa percaya diri, Mas. Lagipula aku masih fokus pada kesehatan Bhama jadi, biar waktu yang menjawabnya ya,” tutur Anin. “Aku akan tunggu hingga waktu itu tiba.” “
Read more
Percaya Padaku, Mas
Anin berjalan menuju dapur, ia bertekad akan membuatkan teh yang enak untuk Harris. Begitu sampai di tempat masak itu, Anin segera menyalakan kompor  dan menyiapkan semua bahan-bahannya, ia menakar gula agar tehnya tak kemanisan. Airnya yang dimasaknya sudah matang, buru-buru Anin menuangkan ke dalam cangkir. Kini teh buatan Anin siap di sajikan. Perempuan bertubuh kurus itu membawa teh panas tersebut dengan hati-hati menuju ruang kerja Harris. Di dalam ruangan berukuran 3x4 meter itu tampak Harris sedang serius bekerja. Pandangannya tak lepas dari layar komputer jinjingnya. “Mas, ini tehnya sudah jadi. Semoga rasanya enak ya,” ujar Anin seraya meletakkan secangkir teh di atas meja. “Pasti enak ‘kan yang membuat Nyonya Dananjaya,” goda Harris. Anin memukul pundak Harris gemas, ia menjadi salah tingkah usai disebut demikian oleh Harris. Lelaki itu menyeruput teh panas itu meski masih dal
Read more
Buah Tangan Harris
“Jika bukan Tuan Setya lalu siapa lagi, Pak?” “Entahlah, mungkin anaknya dari perempuan lain atau saudaranya, siapa yang tahu,” jawab Harris, lelaki masih kesal jika membicarakan hal tersebut.  Suasana di antara keduanya tampak canggung sekarang. Damar tak berani mengajak sang atasan jika kondisi hatinya masih sepeti itu. Padahal Damar ingin segera pulang. Setelah menunggu beberapa saat, akhirnya Harris menyuruh kaki tangannya itu untuk pulang, ia juga teringat akan Anin di rumah. “Terima kasih untuk informasinya ya,” kata Harris, jika tidak ada Damar maka ia tak akan tahu akan kecurangan tersebut. Damar pergi lebih dahulu dari tempat tersebut sedangkan Harris masih di sana untuk menenangkan dirinya. Permasalah ini tak mungkin ia bawa ke rumah. Lelaki itu tak ingin membawa masalah kantor sampai rumah. Ketika sedang menikmati angin yang men
Read more
Pesan Sang Ibu
“Apanya yang apa, Anin? Kamu tidak paham maksud, Ibu ya?” Anin semakin tegang, ia memang tidak tahu maksud ucapan wanita yang sudah melahirkan Harris itu. “Ibu sedang memujimu, Nak. Kamu tetap bisa merawat diri meskipun punya anak bayi,” jelas Nyonya Setya. Seketika Anin merasa lega, ia tadi mengira Ibu Harris menyindir dirinya yang dandan ternyata justru sebaliknya. “Te –terima kasih untuk pujiannya Bu, aku hanya berusaha terlihat rapi, saja,” ucap Anin. Senyuman manis mengembang di bibirnya, ia tak menduga dandanan yang seadanya mendapat pujian dari Nyonya Besar itu. Anin sungguh beruntung bisa bertemu dengan keluarga Adijaya. didikan keluarganya sungguh baik dan santun. Pantas saja Harris selalu baik padanya karena ibunya juga berbuat hal yang sama. Nyonya Setya lantas beralih menuju box bayi tempat Bhima tidur. Nyonya Besar itu ingin
Read more
Kebahagiaan Harris
“Tuhan Maha Baik, dia menitipkan makhluk kecil ini pada aku dan istriku padahal kami belum menggelar perayaan,” kata Harris. “Atau mungkin tak perlu menggelar perayaan, begini saja sudah bahagia,” sambungnya. Wajah Harris tampak sinis pada lelaki yang ada di hadapannya. “Kita pulang yuk, Mas,” ajak Anin. Perempuan itu takut jika belama-lama di sana maka Harris akan bertengkar dengan pria bernama Ridwan. “Kami permisi dulu ya, istriku mengajak pulang. Kami mau makan malam dulu,” ujar Harris dengan menekankan kata istri. Lelaki itu tampak senang menggoda temannya. Usai mengatakan hal itu, Harris dan Anin lalu bergerak menuju lift. Anin menekan tombol di dinding , tak lama kemudian pintu terbuka dan mereka masuk ke dalamnya. “Kenapa kamu berkata begitu pada dia, Mas?” protes Anin. “Dia pantas diperlakukan begitu, saya
Read more
Berpulang
“Apa maksudmu? Kamu tidak boleh berbicara begitu, sayang,” ucap Harris menguatkan Anin. Karena ia tahu jika ucapan seorang ibu adalah doa. “Kita akan segera berkumpul bersama dengan Bhama. Secepatnya.” “Tetapi aku merasa harus melepaskannya, Mas.” “Nin ...” Harris tak percaya diri mendengar kata-kata itu terucap dari bibir tipis Anin. Perempuan yang selama ini mengharapkan berkumpul dengan anaknya tiba-tiba mengatakan hal tersebut. “Sayang, kita tidak boleh berputus asa begini.” “Aku tidak bisa melihat anakku terus tersiksa, Mas. Aku belajar untuk mengikhlaskan dia, aku tak mau mempersulit keadaan lagi,” kata Anin, ia terlihat pasrah. Harris membantu perempuan itu untuk duduk di kursi sementara mereka menunggu kabar selanjutnya tentang Bhama. Anin tak lagi menangis, ia hanya memandang kos
Read more
Deja Vu
Harris segera membawa tubuh lunglai Anin menuju mobilnya, ia mendudukkan perempuan itu di kursi. Harris mencoba membangunkan Anin dengan menepuk pipinya namun sayang Anin tak juga bangun. Pria bergegas masuk ke dalam ruang kemudi, ia akan memeriksakan Anin ke klinik yang terletak jauh dari TPU. Lelaki muda itu membawa mobil dengan kecepatan penuh, tak heran jika ia sampai klinik dengan cepat. Ia membuka pintu mobil, mengeluarkan Anin dan membawanya ke dalam klinik. “Tolong ... suster ...” ujar Harris panik. Perawat yang ada klinik tersebut sigap dalam membantu Harris, ia menyuruh lelaki itu untuk menidurkan Anin di ranjang kemudian melakukan pemeriksaan. Harris mengerti jika ia harus menjauh ketika dokter memeriksa Anin. Ia menunggu di luar sembari berdoa untuk perempuan yang dicintainya itu. Tak lama kemudian dokter menemui, Harris buru-buru mendekat, ia ingin tahu kondisi Anin. “T
Read more
Layaknya Seorang Istri
“Pasti Bu, Harris akan kabari Ibu secepatnya. Beri waktu untuk Harris cari tahu ya,” ujar pria itu sembari memeluk ibunya. Setelah ibunya menghilang dari pandangannya Harris berjalan menuju dalam rumahnya, ia mengunci pintu. Harris bergerak menuju kamar Bhima. “Hai sayang,” sapa Harris pada perempuan muda itu. “Ibu sudah pulang ya, Mas. Kamu antar sanpai bawah?” tanya Anin ketika Harris memasuki kamarnya. “Tidak, Ibu tidak mau diantar malah menyuruhku untuk menjaga kamu dan Bhima. Kamu masih pusing?” “Sudah tidak pusing lagi, aku baik-baik saja, Mas,” sahut Anin. Harris mengelus surai hitam milik Anin. Perempuan itu masih terkulai lemas di atas ranjangnya, “Kita makan dulu yuk, kamu mau makan apa?” tawar Harris seraya mengeluarkan ponselnya. “Aku belum lapar, Mas,” tolak Anin.
Read more
PREV
123456
...
10
DMCA.com Protection Status