Semua Bab Mahar 50 Juta dari Si Petani: Bab 11 - Bab 20
34 Bab
Kemarahan Kanaya
"Cuih, pria seperti dia tidak pantas diperebutkan, Nay." Bu Tarjo meludah tepat di bawah kaki Akbar. "Dia bisa besar kepala nanti. Sudah, ayo pulang! Biarkan saja dia menikah dengan Dilsah. Sama-sama masa depan suram," cibir Bu Tarjo kasar. Dilsah menarik ujung bibirnya sinis. Sejak awal dia tahu jika Akbar adalah pria yang sempat datang ke rumah Kanaya. Namun entah mengapa dia justru menerima pinangan dari Ustad Jefri dan hatinya terasa mantap sekali pada Akbar. "Kang, kalau Kang Akbar menikahi Dilsah hanya karena dia meminta mahar yang murah, aku berjanji akan menerima pinangan Akang dengan mahar berapapun," kata Kanaya merengek. Bu Tarjo menoleh dan menatap putrinya dengan sengit. Kedua tangannya berkacak pinggang, bola matanya melebar sempurna mendengar Kanaya memohon-mohon di depan seorang pria miskin. "Tolong jangan balas aku dengan cara seperti ini, Kang. Aku ... mana mungkin aku rela kalau Akang menikah dengan wanita udik seperti dia.""Lalu wanita seperti apa yang seharusny
Baca selengkapnya
Oh, Hamil?
"Bapak mau menyaksikan pernikahan Dilsah sebelum Bapak tutup usia ....""Pak ...." Dilsah memanggil lirih. Wajahnya yang tanpa make up terlihat basah. "Jangan berbicara makin melantur. Gak baik," imbuh Dilsah. Bu Mila menyusut hidungnya di samping Emak Lamba. Acara pertunangan yang seharusnya berjalan bahagia kini justru dipenuhi tangis. "Seminggu setelah hari pertunangan, saya akan menikahi Dilsah di depan Bapak dan Penghulu."Dilsah menatap nanar pada sosok pria yang duduk bertekuk lutut di depan Bapak. Ucapan Akbar entah mengapa tidak membawa kebahagiaan bagi Dilsah. Ada perasaan risau yang bergelayut ketika pria itu menyanggupi akan mengambil alih dirinya dari Bapak. "Dua hari setelah pertunangan," sahut Bapak egois. "Bapak mau dua hari setelah hari ini kalian menikah.""Pak, jangan memberatkan Mas Akbar, menikah mendadak tentu akan merogoh kocek lebih banyak," sela Dilsah tidak terima. "Seminggu setelah hari pertunangan, Bapak jangan ....""Menikah besok atau seminggu ke depan
Baca selengkapnya
Amira
"Emak pamit ya, Nduk, jaga kesehatan karena dua hari lagi kalian akan menikah." Suara Emak Lamba membuyarkan fokus Dilsah dan Akbar. Sejenak, teriakan Kanaya bagai angin lalu bagi kedua pasangan yang berdiri sejajar itu. "Terima kasih sudah memudahkan jalan untuk Akbar sehingga dipermudah meminang kamu, Dilsah."Dilsah tersenyum. Dia memeluk Emak Lamba dan berbisik. "Emak jaga diri baik-baik, sampai ketemu dua hari lagi."Bu Mila terkekeh melihat putri dan besannya berpelukan erat. "Kalian ini sudah seperti calon mertua dan calon menantu yang akan dipisah jarak saja."Semua orang tertawa. Ya, benar. Rumah Akbar dan Dilsah bahkan hanya terpisah satu kampung tapi Emak Lamba dan calon menantunya sejak tadi tiada henti saling memeluk seakan-akan keduanya tidak akan bertemu dalam jangka waktu yang cukup lama. "Jangan hancurkan suasana yang mengharu biru, Bu Mila," sahut tetangga yang lain. "Kelihatan sekali kalau Emak Lamba be
Baca selengkapnya
Penyesalan Tak Berguna
Laela yang mendengar suara perempuan dari halaman sedikit berlari mendekati Pak Bagiyo yang tengah berdiri di ambang pintu. "Siapa ... P-- pak?" Suaranya tercekat ketika melihat seorang wanita dengan pakaian modis sambil menenteng tas mahal sedang berdiri di samping mobil mewah."Hai, La," sapa Amira sambil tersenyum sinis. "Semua orang disini belum tau kalau kamu hamil?"Baru redam kasak-kusuk para tetangga, kini kembali riuh ketika seorang wanita asing yang tiba-tiba datang dan mengatakan tentang kehamilan Laela. "B-- bicara apa kamu? Pergi dari rumahku!" usir Laela seraya berteriak. "Aku bahkan gak kenal kamu siapa ....""Oh ya?" sahut Amira begitu tenang. "Yakin kamu gak tau siapa aku? Yakin, kalau kamu gak kenal siapa Bara Hermawan?"Pak Bagiyo menoleh dan menatap tajam putrinya yang saat ini sedang gemetaran hebat. Wajah Laela menegang. Bibirnya ingin menyahut semua perkataan Amira, namun keberani
Baca selengkapnya
Kegigihan Kanaya
"Mbak Kanaya?"Suara Kang Dadang yang memanggil dari halaman rumah membuat Akbar dan Emak terperanjat. Tiba-tiba saja percakapan mereka yang sejak tadi menyanjung Dilsah terhenti. Bahkan Emak Lamba berjalan keluar dan ... benar saja, ada sosok perempuan dengan wajah berantakan tengah terduduk di halaman sambil meremas baju yang melekat di dadanya. "Ada apa, Dang?" Emak bertanya, "Kamu yang bawa dia kesini?"Kang Dadang menggeleng. "Sejak pulang dari sawah tadi aku lihat dia sedang berdiri di depan rumah Emak. Tiba-tiba menangis sambil terduduk di tanah, aku panggil dia, Mak, tapi gak ada respon," papar Kang Dadang bingung. Emak beralih fokus pada tubuh Kanaya yang masih terlihat bergetar. Matanya menutup rapat dan tangisannya pun masih berlanjut. Namun aneh, Kanaya seakan tidak mendengar percakapan orang-orang di dekatnya."Coba didekati, Mak. Takutnya nanti ada omongan tidak enak, apalagi dia menangis di depan rumah Emak," saran Kang Dadang iba. "Emak gak usir dia kan tadi?""Emak
Baca selengkapnya
Pilu sekali kamu, Nay
Kanaya pulang sambil mengendarai motornya yang sengaja diparkir di depan halaman rumah Akbar. Diusapnya air mata dengan kasar dan sekali lagi dia menoleh ke belakang sambil menyumpah. "Kamu gak akan bahagia, Kang!" Sepanjang perjalanan hati Kanaya dipenuhi dengan kebencian yang semakin menjadi-jadi untuk Dilsah. Sejak duduk di bangku sekolah, dia dan Dilsah adalah rival. Bahkan tak jarang Kanaya menjadi sasaran kemarahan Bu Tarjo karena nilai-nilainya jauh lebih rendah dibanding Dilsah yang mereka anggap tidak pantas menempuh jalur pendidikan.Masih teringat jelas bagaimana dulu Kanaya sering menghina Dilsah yang kerap membawa dagangan ke sekolah demi membantu Sang Ibu. "Kalau gak mampu bayar sekolah, mending jualan aja, Sah. Malu-maluin tau kalau ke sekolah bawa dagangan," cibir Kanaya sinis. "Lagian anak orang miskin mah di rumah aja, itung-itung nunggu jodoh ... itupun kalau ada yang mau. Ha ... ha ... ha ...." Kanaya tertawa lebar bersama teman-teman gengnya sementara Dilsah han
Baca selengkapnya
Gagal menjadi Orang Kaya
***"Pembicaraan kita sepertinya cukup ya, La," kata Amira mengalihkan pandangan Pak Bagiyo dan Bu Tarjo pada sosok Kanaya yang bertingkah aneh. "Kamu dan Mas Bara boleh menikah, asal aku dia ceraikan lebih dulu."Bara menggeleng cepat. Air muka pria itu berubah panik ketika Amira menginginkan perceraian dengannya."Ra, jangan memutuskan segala sesuatu secara sepihak, Mas gak akan menceraikan kamu. Titik!""Mas pikir, berselingkuh dan menghamili wanita lain bukan keputusan yang sepihak?" tanya Amira begitu tenang. "Ada kamu berdiskusi sama aku kalau berbuat serong?" Sudut bibir Amira terangkat. Hatinya perih, namun pantang baginya menunjukkan kehancuran yang ia terima."Ra, Mas khilaf ....""Enak saja bilang khilaf!" sentak Laela sengit. "Setelah lama bermain-main denganku dan menitipkan benih, Mas bilang itu cuma khilaf? Ringan sekali mulutmu, Mas Bara!"Pak Bagiyo mengusap wajahnya kasar. Belum usai masalah Kanaya, kini dia dihadapkan dengan permasalahan Laela yang cukup pelik."Lag
Baca selengkapnya
Licik
"Bu Tarjo, gak ikut bantu-bantu di rumah Bu Mela?" tanya Bu Ramli sengaja. "Besok Dilsah menikah, sebagai tetangga yang rumahnya paling dekat, bisa lah kita bantu-bantu disana."Bu Tarjo melengos. Pagi ini dia kurang bersemangat karena Laela yang ketahuan hamil bersama pria yang tidak punya apa-apa. Kecewa. Apalagi ketika tahu bahwa Bara hanyalah sebatang kara yang tidak berharta."Kalau mau bantu-bantu di rumah Mila, ya sana! Gak perlu ajak-ajak!" sahut Bu Tarjo ketus. "Lagian apa sih yang mau dibantu, pernikahan juga sederhana gak pakai tenda, mau bantu-bantu apa disana? Sudah baik Kanaya menolak Akbar, kalau gak ... duh, kasihan sekali menikah cuma di depan penghulu. Amit-amit!"Bu Ramli menarik ujung bibirnya sinis. "Yang penting itu halalnya lebih dulu, Bu. Percuma gelar pesta pernikahan mewah, eh gak taunya mempelai wanita udah bunting duluan. Meskipun mahar yang dikeluarkan gede, tapi tetap saja harga diri murah," sindir Bu Ramli. Lagi-lagi tetangga samping rumah Dilsah itu sen
Baca selengkapnya
Semua yang Bernapas Pasti Akan Mati
"Sekali lagi kamu datangi rumah Dilsah, Mamak patahkan kakimu!" ancam Bu Tarjo sarkas. Pak Bagiyo yang baru bangun tidur melangkah mendekati keributan yang terjadi di rumahnya. Sejak beberapa hari terakhir, keluarganya memang sedang dirundung banyak masalah. Jadi tak heran jika suara Bu Tarjo yang memekak telinga sudah terdengar pagi ini. "Kenapa lagi?" tanya Pak Bagiyo malas. Dia duduk di salah satu kursi dan menaikkan dua kakinya ke atas meja. "Bikin masalah dia di rumah Dilsah?" Bu Tarjo menyentak napas kasar. "Bisa gila aku lama-lama lihat kelakuan mereka berdua. Sudah dewasa, tapi dua-duanya bodoh!"Pak Bagiyo memutar bola matanya malas. Sudah hal biasa baginya mendengar Sang Istri yang menggerutu dan menghardik putri-putrinya sedemikian kasar. Pria paruh baya itu tidak peduli. Asal ada yang bisa dimakan hari ini.Matanya tiba-tiba menangkap sosok Laela yang berdiri seraya bersedekap dada. "Gak kerja kamu, La?" Suara Pak Bagiyo terdengar sangat tegas. "Jangan malas-malasan ha
Baca selengkapnya
Menuai Karma
"Pak, buka mata!" pekik Dilsah. Untuk pertama kalinya Akbar melihat istrinya itu berteriak dan sangat panik. Wajahnya menegang, bulir-bulir bening mengalir deras dari  kedua matanya yang indah. "Gak, Pak! Bapak gak bisa seperti ini, aku ... aku baru saja menikah, tega sekali Bapak pergi secepat ini." Dilsah berbicara terbata-bata. Dadanya sesak melihat cinta pertamanya pergi di hari yang seharusnya adalah hari bahagia untuk mereka. "Innalilahi wa innailaihi raji'un." Kalimat istirja mengalun rendah dari bibir semua tamu. Banyak dari mereka yang meneteskan air mata melihat betapa pilu tangisan Dilsah dan Bu Mila."Dek, tenang!" bisik Akbar lembut. "Hei, tenang!"Dilsah menoleh. Riasannya yang berantakan tidak lantas membuat wajahnya terlihat buruk. Wanita yang baru saja sah menjadi istri Akbar itu menangis sesenggukan dalam pelukan Sang Suami. Dilsah mencengkeram erat punggung Akbar untuk melampiaskan sesak di dalam dada yang semakin me
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234
DMCA.com Protection Status