All Chapters of Menjadi Pengantin Miliarder Posesif: Chapter 21 - Chapter 30
30 Chapters
MPMP 21 Kegelisahan
Hari sudah sangat malam ketika Maven kembali. Begitu dia masuk ke rumah, kepala pelayan yang seorang wanita paruh baya segera menghampirinya dengan langkah lebar dan cepat. Namanya Yana.“Anda pulang cukup larut malam ini, Pak.” “Hm.” Maven memberikan jasnya kepada Yana.“Apa Anda ingin makan malam atau kopi?” Yana sudah tahu kebiasaan Maven. Tiap hari Maven pulang, pria ini tidak akan langsung istirahat melainkan mengurung dirinya di ruang kerja seolah pekerjaannya tidak pernah ada habisnya. “Aku sudah makan malam dengan klien. Kopi saja.” Maven kemudian melihat arloji di pergelangan tangannya yang menunjukkan pukul 10 malam lalu bertanya, “Rhea sudah tidur?”“Bu Rhea ada di ruang santai lantai atas, masih bekerja saya rasa.”Maven mengangguk singkat. “Bawakan kopiku ke sana.”Yana tersenyum dan menunduk sopan kepada Maven yang menaiki anak tangga. “Baik.”Di lantai 3, sesuai perkataan Yana, Rhea ada di ruang santai yang posisinya berada di antara kamar Rhea dan kamarnya. Kedua kak
Read more
MPMP 22 Perhatikan ucapanmu
Mobil yang dikendarai Albar melaju dengan kecepatan sedang di jalan raya. Di kursi penumpang bagian belakang, Maven duduk sambil melihat jadwalnya.Matanya kemudian menangkap hari yang tertera di sana, Sabtu. Hari di mana Rhea akan pergi ke kediaman kakeknya.Maven melihat jam tangan yang menunjukkan waktu sore dan bertanya-tanya, apakan Rhea sudah pergi?Lalu tanpa diminta ingatan malam itu, obrolannya bersama Rhea menghampirinya.“Um, Henry itu ... orang yang seperti apa?”“Bagaimana hubungannya dengan istrinya?” Ada kerutan samar di antara alis tebal pria itu. Akhir-akhir ini, Maven selalu memikirkan alasan apa dibalik pertanyaan Rhea.Rhea tidak pernah membuka obrolan tentang keluarganya kepada Maven. Wanita itu juga tidak pernah bertanya tentang Tony ataupun silsilah keluarga Williams. Akan tetapi, dia malah menanyakan orang seperti Henry.“Apa yang dilakukan Henry akhir-akhir ini?” Maven bertanya.“Dia mengunjungi Bu Gemma dan Pak Tony hampir setiap hari setelah pulang bekerja.
Read more
MPMP 23 Apakah suaranya terlalu keras?
Beberapa menit sebelumnya ....Setelah mendengar jawaban Albar, Maven semakin memikirkan pertanyaan Rhea. Kemudian bergulir ke waktu yang lebih lama lagi, di malam ketika mereka makan malam bersama di rumah Tony. Dan sekarang, Maven memahaminya.Maven memejamkan matanya dan menghela napas dingin. Dia memijit pelipisnya lalu bergumam rendah, “Dia benar-benar mencari masalah.”Albar melirik ke belakang karena tidak bisa mendengar dengan jelas perkataan bosnya. “Sir?”Maven membuka matanya menampilkan tatapan dingin dan gelap. “Ke rumah kakek.”“... Bagaimana dengan pertemuan selanjutnya?”“Atur ulang jadwal hari ini. Jika dia menolak, lupakan saja kerja samanya.”Tidak menunggu waktu lama, Albar segera mengangguk. Dia segera berbelok menuju ke arah sebaliknya lalu menghubungi sekretaris Pak Lukman untuk membatalkan pertemuan mereka sebentar lagi. Begitu dia tiba. Benar saja apa yang firasatnya perkirakan. Henry sungguh berani mendekati istrinya.Kembali ke masa sekarang, raut wajah Hen
Read more
MPMP 24 Tidak melepaskan mangsa
Keluar dari kamar, Rhea menahan Maven membuat pria itu menatapnya.“Kamu yakin suaraku tidak terlalu nyaring tadi? Pasti banyak yang mendengarnya saat melewati kamar.”“Percaya padaku. Tidak ada yang mendengarnya.”“Lalu kenapa kakek berkata seperti tadi?”“Apalagi yang akan kamu pikirkan ketika sepasang suami-istri mengurung diri mereka di dalam kamar cukup lama?”“Uhm ... itu ....” Anggap saja apa yang Maven katakan benar, tetap saja dia malu. “Bagaimana kalau kakek menggodaku di depan para pelayan?”Maven tersenyum tipis ketika mendengar suara kecil istrinya. Dia mengamit tangan Rhea lalu berkata, “Tenang saja. Apa yang kita lakukan itu hal yang normal dalam pernikahan. Kita ini suami istri. Mereka tidak mungkin membicarakan kita yang aneh-aneh di belakang.”Rhea mendengus pelan. “Kamu seorang pria, tidak tahu bagaimana para wanita bergosip kalau sudah berkumpul.”Maven mengeluarkan kekehan hangat. Dia menggenggam jemari halus dan rapuh Rhea lalu mengajaknya berjalan. “Kamu terlalu
Read more
MPMP 25 Pameran
Tibalah hari pameran tersebut. Rhea berjalan lambat sambil memeriksa lukisan demi lukisan dari pelukis X.III. Rhea tidak tahu apakah itu inisial namanya atau tanggal lahirnya, tapi yang jelas orang ini merupakan pelukis yang sangat mengagumkan.Melihat satu lukisan tampak miring, Rhea segera mendekat dan mengembalikan posisinya dengan sempurna. Dia menghela napas, untung saja dia masih menggunakan sarung tangan.Dia kemudian mundur dan memperhatikan posisi lukisan tersebut sekali lagi hingga suara di belakangnya mengganggunya.“Mrs. Williams?”Secara naluriah Rhea membalikkan tubuhnya. “Yes?”Setelah melihat Maven yang berdiri di sana, Rhea tersenyum.***“Ini kedua kalinya beliau ingin memajang karyanya di sini. Pertama itu dua tahun yang lalu. Dan cukup mendapatkan apresiasi yang tinggi.” Rhea menjelaskan sang pelukis sambil mereka melihat-lihat lukisannya. “Tidak ada yang tahu siapa dia, karena dia benar-benar menyembunyikan jati dirinya. Omong-omong, bukankah karya-karyanya ini sa
Read more
MPMP 26 Kedatangan seorang penyanyi
“Oh astaga. Pantas saja kau tidak mau membicarakan tentang suamimu ketika kami berkumpul dan bergosip.”Rhea tersentak kaget dan menoleh ke belakang di mana Ayu dan Dania menatapnya dengan tatapan jahil.Selain Rhea, Andini pun kaget. Dia dengan cepat memperbaiki raut wajahnya sebelum menoleh ke arah kedua wanita yang menghampiri mereka.“Melihat interaksi Andini dan suamimu, Rhea, ternyata kalian sedekat itu ya, An?”Andini ingin sekali mengangguk dan membusungkan dadanya dengan bangga, jika dia tidak melihat kemesraan singkat yang sepasang suami-istri itu lakukan di depan mata kepalanya sendiri. Belum lagi bagaimana Dania menatapnya dengan tatapan aneh. Oh tentu saja, Andini tahu arti dari tatapan wanita itu. Dia pasti bertanya-tanya apakah Andini tidak canggung melihat kemesraan di depan matanya langsung tadi. Jelas sekali bukan jawabannya?Menanggapi ucapan Ayu, Andini hanya tersenyum singkat lalu membuang wajahnya.Kembali pada Rhea, Ayu berseru, “Kau benar-benar rakus, Rhea. Bis
Read more
MPMP 27 Klub Miliarder
Rhea tersenyum menatap Naomi. “Thanks. Jika tidak ada kau, mungkin mereka akan tetap mengerumuniku.”Naomi tersenyum miring. Mereka bersandar di dinding bersama dan memperhatikan Joaquin.“Jadi, dia kekasihmu?”Naomi mengangguk santai. “Hmm.”Jawaban ringan itu sungguh membuat Rhea kaget. Dia pikir Naomi bercanda tentang mencium seorang selebriti. Tapi ternyata, orang itu memang kekasihnya?!“Sepertinya hanya aku saja di sini yang tidak tahu. Maafkan aku.”“Tidak ada yang tahu.” Naomi menoleh sekilas. “Hanya saja, karena mereka tahunya aku yang suka bercanda, jadi mereka tidak pernah menganggap serius perkataanku ketika aku tidak berbohong.”Rhea terkekeh pelan. Dia menatap Joaquin yang berfoto dengan Dania dan Ayu. Kemudian banyak wanita yang menyadari kehadirannya pun ikut mendekatinya hingga dia kewalahan. Rhea mengasihani pria itu. Naomi sungguh kejam menggunakan kekasihnya hanya untuk membebaskan Rhea dari Ayu dan Dania.Joaquin yang dikerumuni dan berfoto dengan fans, menatap Na
Read more
MPMP 28 Klub Miliarder II
Rhea menggamit lengan Maven untuk menarik perhatian pria itu. Lalu berkata dengan suara manis, “Aku akan memesan minuman di sana.”Tiba-tiba saja Cade tertawa dan seketika suasana kaku menghilang. Dia menyadari maksud Rhea agar ketegangan di sana terputus dengan kehadirannya. “Jangan pedulikan para pria tua ini. Hal seperti ini sudah biasa terjadi.”Rhea tersenyum bagaimana ramahnya Cade. “Aku akan mengingatnya.” Maven mengajak Rhea mendekati bartender. Kemudian dia menarik kursi untuk istrinya.Rhea menggumamkan terima kasih untuk Maven lalu memesan mocktail. “Tunggu di sini sebentar. Aku tidak akan lama.”Rhea mengangguk dan memperhatikan Maven yang mendekati Zade kembali.“Ada yang ingin aku tanyakan.”Zade bersandar di meja billiard. Tatapannya yang memang tajam masih ada, namun tidak seperti sebelumnya.“Cade bilang, kau mengenal Pak Lukman Ameesh.”Zade mengerutkan dahinya samar. “Lukman Ameesh? Pemilik maskapai penerbangan itu?”Maven mengangguk.“Ya, beliau teman main ayahku.
Read more
MPMP 29 Makan malam bersama
Tidak langsung pulang, Maven mengajak Rhea untuk makan di hotel tersebut. Seorang pelayan datang untuk mencatat pesanan mereka. Pelayan pria tersebut bersikap sopan ketika menyapa mereka berdua. Tidak seperti Maven yang tidak menjawab, Rhea mencoba membalas sikap sopannya dengan singkat.“Apa signature menu di sini pasta?” tanya Rhea ketika membuka menu.“Bukan, Bu.” Pelayan tersebut dengan sigap menjawab dan menjelaskan menu unggulan mereka.“... Anda bisa menambahkan citrus soya sauce with grated radish chili, atau extra virgin olive oil.”“I see.” Setelah berpikir singkat, Rhea menggeleng. “Tapi, saya ingin memesan pasta saja.”“Kami memiliki ....” Pelayan tersebut lagi-lagi menjelaskan jenis menu pasta mereka secara rinci.“Baiklah, saya akan memesan itu saja.” Membiarkan pelayan mencatat pesanannya, Rhea menatap Maven. “Apa yang ingin kamu pesan?”“Samakan saja.”Rhea mengangguk dan menyampaikannya kepada pelayan.“Baiklah, mohon tunggu sebentar. Kami akan menyiapkan makanannya s
Read more
MPMP 30 Menjadi gila
“T-tunggu sebentar, Mav—” Sebuah erangan lolos dari mulutnya yang kecil. Kepala Rhea tersentak ke belakang ketika Maven mendorong ketebalannya di dalam Rhea.Pria itu mendesah nyaman. Selalu menyenangkan berada di dalam kehangatannya. Perasaan itu sungguh mengagumkan. “Kita sedang di dalam mobil.” Rhea mengingatkannya.Jika dia masih ingat, sekarang bukan jam mereka berhubungan intim.“Memangnya kenapa? Aku sudah tidak tahan, kenapa kita tidak bisa melakukannya di mobil?”“Bagaimana jika banyak orang yang melihat?Maven menggeram pelan ketika Rhea tiba-tiba mengepalkan miliknya di bawah sana. “Istriku mesum juga ternyata. Apa kamu sangat semangat tentang kita yang dilihat ketika melakukan ini?”Rhea secara refleks menggeleng. Dia menegang dan panik. “Kita pulang dulu, ya. Atau pesan kamar di sini.”“Tidak akan ada yang memperhatikan kita karena jendela mobil cukup gelap. Jadi, bergeraklah.” “Maven ....” Rhea menatapnya memohon. Dan bukannya menyetujui permintaan istrinya, Maven mala
Read more
PREV
123
DMCA.com Protection Status