Semua Bab Nafkah yang Keliru: Bab 71 - Bab 80
107 Bab
Bab 7 [DM]
Sungguh kenapa kejutan demi kejutan terus saja terjadi. 20 mobil bukanlah main-main.“Mobilnya juga mewah-mewah. Sepertinya mereka memang dari orang berada.”“Tujuannya apa mereka datang ramai-ramai begitu, Bun?”“Mau melamar Sofia.”Aku shock bukan main. Sampai-sampai aku yang saat itu sedang menyeruput minuman pun terbatuk dibuatnya.“Ya Allah Musa, makanya kalau diajak ngobrol jangan sambil minum.”Saat itu sebenarnya, meski kami berseberangan aku bisa melihat Sofia tengah melirik ke arahku tepat ketika aku tersedak. Aku yakin dia tahu kalau sedang diperhatikan. Kau tahu, saat itu rasanya waktu seperti berhenti sejenak, mana kala pandangan kami saling beradu. Cukup lama sampai kami hanyut dalam perasaan yang entah.Kenapa wanita penuh teka-teki, sungguh membingungkan. Jika masih cinta kenapa tidak berjuang bersama. Bahkan, tanpa peduli apa yang terjadi denganmu malam itu sama
Baca selengkapnya
Bab 8 [DM]
Aku yang semula hanya bisa menundukkan kepala pun seketika menjadi membusungkan dada karenanya. Meski aku tidak ada apa-apanya dibandingkan pria itu, kenyataannya lamarannya juga sudah pasti ditolak.“Loh, Bapak serius mau nikahin anak Bapak sama pria ini? Anak saya jelas lebih bisa membahagiakan Sofia.”“Sofia sepertinya belum mengenal putra Bapak. Saya saja baru mendengar namanya. Mohon maaf sepertinya sudah terjadi kesalahpahaman. Sofia juga tidak pernah cerita kalau hari ini akan ada keluarga Pak Erik yang akan datang melamar.”“Saya enggak terima loh Pak, dipermainkan seperti ini.”“Loh, saya sendiri saja tidak tahu kalau Bapak dan keluarga akan berkunjung kemari. Bagaimana mungkin saya berniat mempermainkan. Seharusnya yang Bapak pertanyakan itu putra Bapak, Salim. Bagaimana bisa datang meminang perempuan yang sudah jelas-jelas memiliki pasangan? Nak Musa, ke sini dulu sebentar!”“Oh, iya
Baca selengkapnya
Bab 9 [DM]
“Oke kalau itu mau kamu. Aku enggak akan pernah mampir ke rumah lagi.”“Bagus, kalau begitu mulai sekarang aku juga enggak akan mengajar mengaji anak-anak lagi.”“Kamu boleh marah sama aku, tetapi seharusnya kamu cukup bijak. Jangan sampai mengorbankan anak-anak yang masih butuh kamu!”“Mereka bukan anakku. Jadi, bukan tanggung jawabku mendidik mereka. Banyak kok sekolah yang jauh lebih bagus dan tentunya punya tenaga pengajar yang lebih kompeten dibandingkan aku.”“Kok kamu mendadak jadi enggak punya empati begini sih, Sofia?""Aku memang begini kok dari dulu. Kamunya aja yang enggak tahu.”“Kamu tuh berubah banget tahu, kamu bukan lagi Sofi yang aku kenal.”“Terserah kamu mau ngomong apa. Keputusan aku sudah bulat.”“Setidaknya kamu pamitan dulu sama mereka. Apa karena ada aku kamu memutuskan untuk berhenti?”“Enggak k
Baca selengkapnya
Bab 10 [DM]
“Nah gitu atuh bro, jangan mikirin cewek mulu! Nanti kalau kita udah punya segalanya mau cari model bagaimana juga dapet. Timbang cewek yang udah nolak mentah-mentah. Ngapain sih, kayak di dunia ini enggak ada cewek lain aja?” tanya Arya.Dia juga temanku di pabrik. Arya sudah menjalani kuliah sambil bekerja 3 tahun, sedangkan Tobi baru semester awal. Arya berencana untuk keluar dari pabrik setelah ia lulus kuliah dan menemukan pekerjaan yang lebih baik. Sejujurnya nasibnya juga tak kalah tragis denganku.Pacarnya dijodohkan dengan anak Tuan Tanah di kampung, padahal ia sudah menjalani hubungan dengan wanita itu bertahun-tahun lalu. Sehingga, lihatlah sekarang! Arya menjadi orang yang ambisius. Tak hanya giat bekerja, ia juga giat menempuh pendidikan yang lebih tinggi.Aku menyukai semangat dan ambisinya.~Kami tinggal di satu kos yang sama. Setelah melakukan pendaftaran, kami menyempatkan diri makan di sekitar kampus. Namun, karena Arya
Baca selengkapnya
Bab 11 [DM]
Aku berlari sekencang yang aku bisa. Mencoba membangunkan Sofia, sayangnya gagal. Meski aku sudah memanggilnya berkali-kali, juga sedikit menepuk wajahnya ia masih saja tak sadarkan diri.“Bunda buka gerbangnya!” teriakku.Tak lama Bunda lantas membuka gerbangnya dengan panik, hampir saja ia memarahiku. Namun, ketika melihat Sofia yang tak sadarkan diri di pangkuanku. Wanita itu tak banyak bertanya.“Aku bawa ke dalam dulu, ya! Boleh ‘kan?”“Ya, bolehlah! Ayo bawa!”Syukurlah Bunda tak banyak bertanya, karena sejujurnya aku masih bingung kenapa Sofia bisa tidak sadarkan diri. Aku meletakkan Sofia di kamarku. “Atuh kenapa dibawa ke kamar kamu? Kenapa engga di kamar Bunda aja yang deket?”Sebenarnya kamar Bunda yang paling dekat dengan ruang tamu.“Aku panik Bun, maaf.”“Aku cuma nyenggol Bun, beneran! Enggak bohong.”&ldqu
Baca selengkapnya
Bab 12 [DM]
Bunda yang panik bercampur bingung pun lantas hanya bisa memeluk gadis itu. Sejenak ia biarkan Sofia “Kamu kenapa Sofia, kalau ada apa-apa itu cerita Sayang! Jangan dipendam sendiri terus! Enggak semua masalah akan selesai kalau terus dibiarkan berlalu begitu saja.” “Aku baik-baik aja kok, Bun.”“Maafin aku ya, udah nyakitin anak Bunda. Aku cuma merasa enggak pantas nikah sama Musa. Dia terlalu baik buat aku, hiks. Makasih buat semuanya Bunda, Sofi permisi dulu.”Tanpa basa basi setelah mengucap terima kasih Sofia malah melarikan diri.“Aku susul Sofia dulu!”Bunda hanya sedikit menggerakkan kepalanya. Lantas, aku buru-buru mengejar gadis itu. Bukan apa-apa hanya saja aku khawatir jika dugaan kami benar, maka seharusnya ia pasti masih sangat kesakitan.“Sofia, tunggu!” pintaku.Benar saja begitu sampai halaman depa rumahku, Sofia sudah berhenti melangk
Baca selengkapnya
Bab 13 [DM]
Detik itu juga kami langsung mendatangi rumah Pak Zul dan mulai menceritakan apa yang terjadi di hari kemarin. Bu Yeni sendiri bahkan sampai shock.“Ibu udah nyangka sebenarnya kalau terjadi sesuatu sama Sofia pada dia camping, tapi anak itu memilih buat nutupin kejadiannya sama kita, hiks.”“Sabar, Bu. Ini juga kita lagi usaha biar Sofia bisa ketemu,” ucap Pak Zul.“Bu, maaf kalau benar Sofia sedang hamil dan kemungkinan keguguran. Bukannya harusnya dia sedang di rumah sakit ya sekarang? Bagaimana kalau kita pergi ke rumah sakit tempat kami periksa kemarin. Barangkali saja Sofia sedang melakukan tindakan kuretase hari ini,” ucap Bunda.Aku sendiri masih bingung entah apa yang harus kukatakan, kalau sampai bayinya kenapa-kenapa akulah orang yang pantas disalahkan. Aku yang membuat Sofia jatuh hingga pendarahan.“Benar juga, ayo kita ke sana Pak. Ya Allah kasihan sekali anak kita, Pak hiks.
Baca selengkapnya
Bab 14 [DM]
Tok tok.“Musa! Kamu belum tidur?”Sudah pukul 2 dini hari kenapa juga Bunda sampai mengetuk pintu kamarku.“Bunda boleh masuk enggak?”“Sebentar, Bun!”Aku membuka pintu, setelah sebelumnya mengusap wajah dengan kasar. Melihatku yang kacau, Bunda malah menatapku dengan pandangan yang khawatir.“Kenapa Bun, tumben bangunin malem-malem?”“Bunda tahu kamu pasti belum tidur.”“Kata siapa, ini udah tidur malah kebangun.”“Jangan bohong, Bunda tahu kamu enggak akan pernah tenang. Pasti kepikiran terus soal Sofia ‘kan?”“Ya kepikiran sih pasti. Cuma kalau waktunya tidur ya tidur aja Bun, hehe.”“Mata kamu enggak bisa bohong. Nah itu kertas apa yang di tangan kamu?”“Oh bukan apa-apa kok.”“Coba Bunda lihat!”“Jangan Bun, ini enggak penting?”
Baca selengkapnya
Bab 15 [DM]
Di pabrik, sembari menikmati makan malam kau melihat postingan Salim yang ramai hujatan.“Lihat apa sih? Sampai segitunya?” tanya Tobi.Kebetulan kami memang satu shift. Ia lantas mendekat dan langsung mengintip layar ponselku di mana Salim sedang meminta ampun dengan celana yang basah.“Kerjaaan kamu?”“Gak tahu.”“Alah, paham banget aku Musa.”“Ya udah sih.”“Dendam ya kamu gara-gara Sofia direbut?”“Gak bisa dibilang direbut, orang dia aja ditolak lamarannya.”“Eh, serius?”“Ya, ke mana aja kamu.”“Berarti bener ‘kan dugaan aku, Sofia emang cewek baik-baik. Enggak kayak dugaan kamu yang suka mandang harta.”“Ah, sudahlah. Lupakan saja!”“Cewek banyak juga move on kenapa sih? Tuh Sabrina di kampus juga ngejar-ngejar terus. Parah, malah dicue
Baca selengkapnya
Bab 16 [DM]
“Musa kenapa? kok malah pulang, tanggung juga mau salat isya?”Saat hendak pulang aku malah bertemu ayah di jalan. Rupanya ia hendak pergi ke musala.“Ayah, aku mau bicarain soal kasus dugaan pembunuhan temannya Sofia yang ikut dilecehkan juga.”“Boleh aja, tapi mendingan kamu salat dulu. Kita bahas abis selesai salat isya.”“Bener Ayah?”“Iya. Azan gih! Udah masuk waktunya.”“Ayah aku kayaknya gak bisa.”“Gak bisa azan?”“Iya.”“Tapi, salat jamaah bisa ‘kan.”Aku hanya mengangguk, entahlah pikiranku kacau.“Musa, kita punya Allah. Satu-satunya dzat yang mampu kita andalkan di saat seperti ini.”“Aku tahu Ayah, hanya saja semakin aku mencoba untuk pura-pura lupa. Aku jadi semakin merasa bersalah?”“Kamu masih merasa bersalah, karena tak sengaja membuat
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
67891011
DMCA.com Protection Status