All Chapters of SAYUR KENTANG LIMA RIBU: Chapter 11 - Chapter 20
92 Chapters
PERMINTAAN BAPAK
"Apa Mas yang setiap bulan mengirimiku uang?" tanya Rini saat berjalan beriringan bersama Tanto menuju tempat parkir. Meskipun bukan saat yang tepat, tapi kesempatan bertemu anak Bu Riyati itu mungkin takkan terulang dua kali.“Ya,” jawab lelaki itu singkat sembari terus berjalan. "Tapi kenapa? Bukankah kamu tahu aku wanita bersuami? Bisa menimbulkan fitnah jika ada orang lain yang tahu aku menerima uang dari lelaki lain setiap bulan." Rini berhenti dan menoleh pada lelaki berkulit bersih dan berkumis tipis itu."Aku hanya ingin memberi saja," jawab Tanto yang masih menunjukkan wajah datar.Di usianya yang sudah matang tak membuat Tanto berani menghadapi makhluk bernama wanita. Mungkin itulah yang membuatnya betah hidup sendiri hingga sekarang."Aku sudah mengumpulkan uang yang kamu kirimkan, namun ada sebagian yang aku pakai. Besok kukembalikan semua, terima kasih telah membantu kami selama ini," lirih Rini sembari menghentikan langkahnya.Sebenarnya masih banyak hal yang ingin ia
Read more
MENUNGGU
“Bapak kok enggak pernah telepon, Ma?” tanya Bagus sembari sibuk memainkan robot di tangannya. Rini yang tengah sibuk menyetrika hanya menoleh. Entah bagaimana caranya memberitahu pada anak bungsunya jika orang tuanya telah berpisah. Tak pernah mengenal sosok ayah sejak bayi, membuatnya kesulitan membedakan antara berpisah karena tuntutan pekerjaan dengan berpisah karena perceraian.Walaupun sudah berpisah, Seharusnya hubungan ayah dan anak tetap berjalan dengan baik. Tapi sebagian besar lelaki jika sudah menemukan keluarga baru akan lupa pada keluarga lamanya.“Enggak usah tanya-tanya Bapak lagi, anggap aja Bapak sudah mati. Lagian dia enggak bakal ingat kamu!” sahut Ari yang juga tengah duduk di samping Bagus.“Memangnya kenapa, kak?” Sejenak Bagus menghentikan aktivitas bermainnya. Ia beralih memandang Ari seolah meminta penjelasan atas perkataan kakaknya tadi.Berbeda dengan Bagus, anak sulung Rini sudah sangat paham dengan kondisi orang tuanya. Tanpa diceritakan, anak yang baru
Read more
LELAH
[Assalamualaikum Rin, bagaimana kabar Ari dan Bagus? Aku baru saja kirim uang buat jajan mereka, tolong di terima, ya]Tangan Rini bergetar saat sebuah pesan masuk dari nomor yang sudah sangat ia hafal. Alih-alih membalas, Rini malah menghapus pesan itu.[Maafkan aku, Rin. Bisakah kita baik-baik saja demi anak-anak?][Rini?][Ini aku Budi][Aku masih Bapaknya Ari dan Bagus Rin][Kamu dosa jika berniat menjauhkan kami]Rini tersenyum miris membaca pesan yang masuk bertubi-tubi. Sekian lama menghilang, kini tiba-tiba datang dan di bilang baik-baik saja? Benar-benar enggak waras si Budi. Apa dia tahu, betapa sakitnya bertahun-tahun diselingkuhi dan tak diberi nafkah yang cukup? Apa pun alasannya semua sudah tak akan baik-baik saja, bahkan demi anak sekalipun.Rini segera memblokir nomor ponsel Budi. Bagaimanapun juga dia belum siap untuk berhubungan kembali dengan mantan suaminya sekalipun itu demi anak. Ia masih ingin tenang dan menjalani hari-harinya serta fokus mengurus anak-anakny
Read more
GETARAN
“Wulan!” panggil Rini yang masih duduk di atas motor.Wanita yang sedang mengobrol sambil mengunyah bakwan itu langsung menoleh diikuti oleh beberapa ibu-ibu yang lain.“Hay, Rin. Sini dulu.” Wulan melambaikan tangan mengisyaratkan agar Rini turun terlebih dahulu.Dengan ragu Rini perlahan turun dan menghampiri beberapa ibu-ibu yang tengah menatapnya serius.“Rini apa kabar?” tanya seorang wanita berdaster kuning yang berdiri tepat di samping kanan Wulan.“Ba-baik, Bu RT. Ibu-ibu semua apa kabar?” Rini menyalami satu persatu ibu-ibu mantan tetangganya.“Wah, Janda memang beda, ya?” celetuk seorang lagi wanita yang baru saja keluar sambil membawa semangkuk besar sayur kentang.“Rini, apa kabar? Lama enggak ketemu, ya?” tanya wanita yang memakai celemek hijau di tubuhnya.“Ba-baik, Mbak Sari. Mbak Sari apa kabar?”“Ya, seperti yang kamu lihat, aku baik-baik juga.” Sari tersenyum sebelum kembali fokus pada dagangannya.Kalo saja tak ingin bertemu Wulan, Rini tak ingin lagi ke kampung ini
Read more
LARANGAN
“Doakan aku, Mbak.” Tanto yang baru saja datang langsung duduk di samping kakak pertamanya yang sedang fokus bermain ponsel.“Kamu kesambet?” tanya Eka tanpa menoleh.“Beneran, Mbak. Aku mau ketemu seseorang.”“Cewek apa cowok?”“Cewek, Mbak!”Sedetik kemudian Eka langsung menoleh memandang wajah adiknya yang jarang memiliki ekspresi seraya melemparkan ponselnya yang masih menyala ke atas meja.“Beneran?” Eka mengguncangkan bahu Tanto.“I-iya, Mbak.”“Ya ampun, akhirnya... Terima kasih ya Alloh,” ucap Eka sembari menengadahkan tangan. Jangan tanya bagaimana perasaannya, yang jelas luar biasa. Adik yang selalu ia khawatirkan masalah jodohnya akhirnya menemukan tambatan hati.“Wi, Dwi...!” panggil Eka pada adik perempuannya.“Apa, Mbak? Jangan keras-keras! Anakku mau tidur,” bisik Dwi yang sedang menggendong anak balitanya.“Sini-sini, ada kabar gembira.” Eka melambaikan tangan, mengisyaratkan Dwi untuk menunduk.“Tadi Tanto minta doa, katanya dia mau ketemu cewek. Masya Alloh, mimpi
Read more
PERTEMUAN
“Rin, ini uang yang Bapak janjikan,” ucap Bapak sembari meletakkan setumpuk uang berwarna biru yang masih diikat dengan pita berlogo bank milik negara beserta beberapa lembar uang berwarna merah di atasnya.“Coba hitung dulu, kira-kira cuku apa enggak. Kalo kurang nanti Bapak tambahin lagi,” imbuhnya.Tanpa menjawab, Rini dengan cepat menyambar uang tersebut dan mulai menghitungnya. Sesekali ia melirik pada Bapaknya yang dengan saksama memperhatikannya. “Cukup, Pak!” Rini merapikan kembali uang tersebut dan mengikatnya dengan karet.“Ya sudah, apa kamu sudah mencari informasi tentang Tanto?”Rini mengangguk.“Apa Bapak perlu turun tangan?” tanya Bapak serius. “Ja-jangan dulu, Pak! Semoga aku bisa mengatasi hal ini sendiri.” Rini tetap belum berani mengatakan siapa Tanto yang sebenarnya pada orang tuanya. Selain karena tak mau Bapaknya salah paham, ia juga belum tahu akan seperti apa pertemuannya dengan anak mantan tetangganya nanti.Begitu juga dengan Bapak yang juga memberikan kes
Read more
KESEMPATAN
Semenjak pertemuan mereka kala itu membuat banyak perubahan dalam hidup Rini dan Tanto. Meskipun dipisahkan oleh jarak, tak menjadi halangan bagi keduanya untuk lebih dekat. Ponsel Rini yang awalnya dibeli hanya untuk mendukung usahanya kini beralih fungsi menjadi alat penghubung dengan lelaki yang kini berhasil mewarnai hari-harinya. [Selamat pagi...]Sembari mengucek mata, Rini membaca pesan yang rutin Tanto kirimkan setiap pagi. Walaupun dengan kata yang sama, tetap saja menimbulkan getaran aneh di hatinya.[Pagi juga, jangan lupa sarapan.]Dengan cepat Rini membalas pesan tersebut sebelum ia beranjak dari tempat tidur. Seperti itulah rutinitas mereka setiap hari yang tak pernah melewatkan sedetik pun waktu untuk saling berbalas pesan. Mungkin ini terlalu berlebihan, mengingat usia mereka yang tak lagi muda, namun tak ada satu pun hal yang bisa menghalangi perasaan cinta yang tumbuh dan berkembang dengan sendirinya di hati mereka.“Rin, jangan hapean terus, itu anakmu udah nungg
Read more
PENYELAMAT
“Nduk, besok kamu pergi-pergi apa tidak?” tanya Bapak yang tiba-tiba masuk ke dalam kamar. Rini yang tadinya sedang berbicara dengan Tanto lewat telepon dengan sigap segera membalikkan ponselnya dan meletakkan sembarang di atas bantal. Ia takut mendapat banyak pertanyaan dari Bapak saat memergoki dia berbicara dengan seorang lelaki.“E-enggak, Pak. Ada apa, ya?” jawab Rini.“Laki-laki yang nanyain kamu waktu itu, besok mau datang. Sekiranya mau menolak, kamu bisa bilang sendiri sama dia.”“Kenapa enggak Bapak aja yang menolak? Bilang aku belum siap, atau enggak diperbolehkan anak kan bisa.”Rini memberengut kesal. Ia geram, sebenarnya siapa lelaki yang telah lancang ikut menambah masalah hidupnya. “Bisa, tapi kalo nanti tiba-tiba kamu nggandeng lelaki lain, mau ditaruh mana muka Bapak? Kalo kamu bicara sendiri kan enak.”“Sebenarnya dia siapa sih, Pak?” tanya Rini penasaran.“Teman sekolah kamu dulu, sama dengan kamu, dia duda beranak dua. Istrinya meninggal lima tahu yang lalu saa
Read more
TERLEWATI
Rini sudah bangun sejak dua jam yang lalu, padahal ini masih jam empat kurang padahal biasa setiap ia bangun jam lima saja masih meminta waktu tambahan lima menit untuk kembali terpejam atau sekedar menggeliat kan badan. Untuk membuang waktu, memutuskan dan membersihkan rumah.“Temanmu jadi ke sini, Rin?” tanya lelaki yang sudah rapi memakai sarung dan peci dan bersiap berangkat ke masjid.“I-iya, Pak. Lagi di jalan.”Tanto sudah berada dalam perjalanan sejak semalam, ia mengirim pesan setiap dua jam untuk mengabarkan posisi terakhirnya.Matahari sudah semakin terik saat Rini tengah sibuk mondar-mandir di kamarnya. Sesekali ia mematut dirinya di depan cermin untuk memindai penampilannya. Sepuluh menit yang lalu Tanto baru saja mengirim pesan jika ia akan sampai setengah jam lagi.Dada Rini berdegup lebih kencang saat mendengar deru mobil masuk ke halaman rumah. Ia langsung menengok melalu jendela kamarnya dan melihat sebuah mobil yang sudah pernah ia lihat sebelumnya. Rini memindai p
Read more
TAHAN
“Rini!” Seorang wanita yang menenteng tas belanjaan menatap tajam pada Rini yang tengah asyik mencoba beberapa macam perhiasan. “Hay, Mbak Farida, mau belanja, ya? Sila enggak ikut, Mbak?”“Enggak, males bawa ke pasar. Jajannya banyak. Eh kamu lagi ngapain? Nemenin Ranti lagi?” Farida celingukan mencari kakak Rini.“Enggak, Mbak. Aku Cuma mau beli cincin, kok.” Rini menunjukkan sebuah cincin bermata putih yang bertengger di jari manisnya yang otomatis membuat Farida menelan ludah. Sebagai wanita yang biasa membeli perhiasan emas, Farida pasti tahu kelas dan harga cincin yang Rini pakai.Hari ini Tanto mengajak Rini membeli cincin sebagai simbol jika ia telah mengikat Rini sebagai calon istri. Nanti malam keluarga Tanto akan datang untuk melamar secara resmi kepada keluarga Rini sebelum mereka semua kembali ke kota. Sebenarnya bukan lamaran, hanya pertemuan dan perkenalan dua keluarga. Juga untuk membicarakan pernikahan yang akan digelar sekitar tiga bulan lagi. Tak berniat mengulur
Read more
PREV
123456
...
10
DMCA.com Protection Status