Semua Bab Tunggu Pembalasanku, Mas!: Bab 51 - Bab 60
64 Bab
51. Nyawa Hampir Melayang
"Mira, Mama kamu sudah siuman. Dari tadi manggil-manggil nama kamu terus, buruan temui mamamu ya," ucap Mbak Nuni begitu aku tiba di depan ruang rawatnya Mama. Beliau ternyata belum pulang dan masih menunggu di sambil mengelus-elus kepala Vino yang sedang tertidur di pangkuannya."Iya, Mbak. Mbak belum pulang?" "Mbak nunggu Sofia. Kalau Sofia udah baikan, baru kami pulang.""Yasudah, aku ke dalam dulu ya, Mbak."Mbak Nuni pun mengangguk.Setibanya di dalam, aku segera memeluk Mama dan mencium tangannya."Alhamdulillah, syukurlah Mama sudah siuman. Aku enggak bisa membayangkan jika terjadi sesuatu sama Mama. Aku sayang Mama, tolong jangan pernah pergi kemanapun tanpa memberitahu aku ya, Ma. Aku tidak mau terjadi hal buruk lagi pada Mama.""Iya, Sayang, Mama janji.""Bagaimana keadaan Mama? Mana yang sakit Ma?"Mama memegangi bagian perutnya yang terkena tusukan. Aku tahu pasti rasanya sakit sekali. Syukurlah lukanya tidak terlalu dalam sehingga Mama masih bisa selamat."Oh ya, Ma, apa
Baca selengkapnya
52. Seseorang Dengan Pakaian Serba Hitam
Tiba-tiba saja, pintu didorong dengan kasar. Wajah Mas Ahmad terlihat panik."Mira, ayo ikut Mas. Sofia mengalami pendarahan. Ada seseorang yang menyelinap ke kamarnya, dia dianiaya dan sekarang kondisinya kritis!""Apa?" Aku kaget sekaligus shock mendengarnya."Mas serius? Mas tidak sedang bercanda, kan?" "Apa wajah Mas terlihat sedang berbohong, Mira?"Aku masih belum yakin, pasalnya baru setengah jam yang lalu aku menjenguknya dan ngobrol panjang lebar dengannya.""Darimana kamu mengetahui hal itu, Mas?" "Barusan ada suster mencari keluarganya Sofia sekaligus memberitahu bagaimana kondisinya.""Mira, sebaiknya kamu pergi sama Nak Ahmad, biar Papa yang menjaga mamamu. Dan kamu juga Zamila, sebaiknya kamu ikut dengan Mira. Menantumu sedang membutuhkanmu, lebih baik kamu lihat kondisinya, sana!" Papa mengusir ibunya Mas Hanif."Jadi kamu mengusirku, Mas?" Ibunya Mas Hanif terlihat tidak terima."Iya, karena aku sudah muak melihat wajahmu itu. Pergi sana," ucap Papa dengan tegas."Mi
Baca selengkapnya
53. Curiga Berat
Aku jadi curiga pada Mas Hanif. Seharusnya ia tidak perlu marah kalau bukan dirinya pelakunya. Sepertinya semua ini ada kaitannya dengan Mas Hanif."Hentikan omong kosongmu itu, Mbak! Jangan Mbak pikir aku tidak berani berbuat kasar. Aku diam bukan berarti takut padamu, Mbak. Aku masih menghargaimu sebagai kakakku. Jika tidak, sudah lama aku membungkam mulutmu itu, Mbak." Tangan Mas Hanif mengepal, wajahnya merah padam menahan amarah. Tatapan matanya tajam, seperti tatapan singa yang siap menerkam mangsanya."Kamu dengar itu, Nuni? Jangan kamu pikir Hanif takut padamu. Hanif bisa berbuat nekat jika dia sudah kehilangan kesabaran. Jadi, stop berbicara yang tidak penting karena itu akan membahayakan dirimu sendiri." Ibunya Mas Hanif malah membenarkan kelakuan anak kesayangannya itu. Sungguh miris!"Kalian ingin mencelakai aku juga? Silakan, aku tidak takut!" Mbak Nuni malah menantang Ibu dan adiknya.Apa maksud ucapan Mbak Nuni ya? Apa jangan-jangan memang benar bahwa Mas Hanif lah yang
Baca selengkapnya
54. Masih Menjadi Misteri
Aku sangat yakin kalau tas ransel tersebut masih berada di kawasan rumah sakit ini. Aku harus mencarinya di setiap tempat sampah. Terutama tempat sampah di dekat kamar mandi yang berada di dekat ruang rawatnya Sofia. Tempat yang tidak dijangkau oleh Cctv. Aku dan Mas Ahmad kembali ke depan ruang rawatnya Sofia. Mereka semua masih berada di sana. Mas Hanif langsung beranjak dari tempat duduknya begitu melihatku. "Mira, gimana?" tanyanya."Apanya yang gimana?" Aku balik bertanya."Itu, apa kalian sudah tahu siapa pelakunya?" "Harusnya kamu cari tahu sendiri, Mas. Yang jadi suaminya 'kan kamu! Kok' malah enggak peduli gitu sama istri sendiri?""Mira, jangan gitu dong!" Mas Hanif protes."Kamu 'kan tahu Mas cintanya cuma sama kamu. Jadi enggak usah heran jika Mas tidak peduli sama Sofia."Tega sekali Mas Hanif bicara seperti itu terhadap Sofia. Benar-benar enggak punya perasaan.Ditengah-tengah pembicara kami, Mas Ahmad sengaja pergi ke arah kamar mandi untuk memeriksa tong sampah yang
Baca selengkapnya
55. Teka-teki
"Sofia, kamu tidak usah takut. Kami akan melindungimu. Katakan saja, siapa yang kamu takuti?" Aku meraih tangannya agar Sofia semakin yakin jika masih ada orang yang peduli padanya.Bulir bening mengalir begitu saja dari sudut netra wanita yang sedang mengandung itu. Nampaknya ia memang benar-benar tertekan. "Sofia, percayalah, kami tidak akan membiarkan siapapun menyakiti kamu. Sekarang katakan, siapa yang kamu takuti?" Mas Ahmad kembali mencoba membujuk Sofia."A--aku--""Sofia!" Mas Hanif tiba-tiba mendorong pintu dengan kasar, ia menatap Sofia dengan tatapan tajam sehingga membuat Sofia ketakutan. Ah, kenapa Mas Hanif pake muncul saat suasana seperti ini sih! Sekarang Sofia jadi bungkam dan tidak bisa dimintai keterangan lagi. "Mira, dari tadi aku mengawasi kalian dari luar. Kamu kenapa sih memaksa-maksa Sofia? Apa untungnya bagimu? Sofia ini istriku, jadi kalian tidak usah repot-repot mengurusinya. Biarkan aku yang menemaninya di sini. Lebih baik kalian keluar," ucap Mas Hanif
Baca selengkapnya
56. Terungkap
Ternyata dugaanku benar. Rupanya Mas Hanif lah dalang di balik semua ini. Benar-benar tidak bisa dikasih ampun!"Aku yakin, Mbak. Mas Hanif lah pelakunya. Dia juga yang telah mencelakai Tante Diana. Aku tahu semuanya!"Degh! Jantungku berdegup kencang, tanganku mengepal, emosiku serasa naik sampai ke ubun-ubun setelah mendengar ucapan Sofia.Bajingan kamu, Mas Hanif! Benar-benar biadab!"Apa?" tanya Mama, Mama terlihat shock mendengar ucapan Sofia."Semuanya tenang dulu ya. Sekarang kita ke rumah Tante Diana dulu. Kita bicarakan semuanya di sana. Sofia, Mbak Nuni, kalian tidak usah takut. Kami akan melindungi kalian." Mas Ahmad pun kembali melajukan mobilnya.Aku melirik Mbak Nuni, tapi Mbak Nuni tidak membantah sedikitpun. Berarti apa yang dikatakan Sofia itu benar.Sepanjang perjalanan menuju rumah, tidak ada lagi yang bicara di antara kami. Semuanya saling diam. Larut dalam pikiran masing-masing.Dua puluh menit kemudian, akhirnya kami tiba di rumah. Mbok Siti langsung menyambut k
Baca selengkapnya
57. Balasan Setimpal
Polisi langsung membawa surat perintah penangkapan terhadap Mas Hanif dan ibunya setelah kami melaporkan mereka ke kantor polisi. Sebelumnya, Mbak Nuni dan Sofia pulang dulu ke rumah kontrakan mereka untuk mengambil barang bukti berupa sarung tangan milik Mas Hanif yang ia simpan di bawah ranjang. Setelah mendapatkan barang bukti tersebut, Mbak Nuni dan Sofia dijemput oleh Mas Ahmad di depan gang agar tidak ketahuan, lalu membawa mereka ke kantor polisi untuk membuat laporan."Ada apa ini, Pak? Kenapa saya ditangkap? Saya merasa tidak melakukan kejahatan apapun," ucap Mas Hanif kepada anggota polisi yang datang menangkapnya. Ia membela diri."Iya, main tangkap segala. Apa salah kami?" Ibunya Mas Hanif juga menanyakan hal yang sama."Kalian ditangkap atas tuduhan percobaan pembunuhan dan juga penganiayaan. Silakan ikut kami ke kantor," jelas salah seorang diantara mereka."Tidak! Itu fitnah. Siapa yang telah melaporkan kami, Pak? Saya tidak terima!" Mas Hanif protes."Aku, Mas." Sofia
Baca selengkapnya
58. Bisa Bernafas Lega
Alhamdulillah … aku lega karena orang yang mencelakai mamaku dan juga Sofia sudah diamankan polisi. Semoga saja mereka segera bertaubat dan menyadari semua kesalahan yang mereka perbuat."Sofia, Mbak Nuni, aku pamit ya, soalnya Mama menungguku di rumah.""Iya, Mbak, hati-hati ya," ucap Sofia."Kamu hati-hati ya, Mir," pesan Mbak Nuni.Baru saja aku menghidupkan mesin mobil dan hendak meninggalkan tempat tersebut, tiba-tiba saja seorang wanita paruh baya menghampiri mereka sambil marah-marah. Aku kembali mematikan mesin mobil, berniat untuk mencari tahu ada apa sebenarnya."Maaf, ini ada apa? Kenapa Ibu marah-marah pada mereka?" tanyaku penuh selidik."Mbak enggak usah ikut campur. Ini urusan saya dengan mereka!" Beliau malah membentakku, padahal aku bertanya baik-baik."Hey kalian, ayo bayar uang sewa kontrakan sekarang juga! Jika tidak sanggup membayar sewa, lebih baik kalian tinggalkan rumah ini. Lagian, saya sudah tidak sudi rumah kontrakan saya dihuni oleh kalian. Saya tahu kejah
Baca selengkapnya
59. Menepati Janji
Sungguh, aku kasihan sekali mendengarnya. Hati sanubariku tersentuh. Aku lebih mampu dari mereka, jadi aku akan menolong mereka.Seminggu yang lalu sahabatku yang mengelola butik berhenti karena ia mau menikah dan akan tinggal di luar kota. Kurasa mereka akan mau jika ditawari untuk tunggal di butik. Ya, aku bisa menolong mereka dengan cara memberikan tempat tinggal dan juga pekerjaan."Mbak, Sofia, apa kalian mau tinggal di butik? Kebetulan sahabatku yang selama ini mengelola butik tersebut berhenti karena sudah menemukan jodohnya dan diajak pindah keluar kota oleh suaminya. Aku memang berencana ingin mencari orang untuk mengelola butik tersebut. Jika kalian bersedia, kalian bisa tinggal di sana sekalian mengelola butik tersebut. Tapi tempatnya tidak terlalu luas. Gimana?""Mbak Mira serius?" tanya Sofia."Iya, kamu serius, Mir? Apa enggak ngerepotin? Kami sudah banyak merepotkanmu, Mir. Mbak jadi enggak enak.""Serius, dan aku tidak merasa direpotkan. Sebelumnya, pegawai yang lama j
Baca selengkapnya
60. Dilamar
Setelah selesai makan malam, kami pun duduk di ruang tamu. Mas Ahmad memulai pembicaraan dengan mengutarakan maksud dan tujuannya. Mas Ahmad bercerita panjang lebar tentang masa lalunya. Ternyata ia memiliki masa lalu yang kelam. Mas Ahmad pernah mengonsumsi obat-obatan terlarang. Bahkan sempai ketergantungan. Satu hal lagi yang berhasil membuatku terkejut, ternyata Mas Ahmad sudah pernah menikah dan sudah pisah dari istrinya. Tepatnya dua tahun lalu lalu. Istrinya menggugat cerai Mas Ahmad karena tidak pernah memberi nafkah. Semua gaji Mas Ahmad ia gunakan untuk membeli obat-obatan terlarang. Ia sama sekali tidak memikirkan istrinya. Itu sebabnya istrinya meninggalkan Mas Ahmad.Setelah istrinya pergi, Mas Ahmad baru menyadari kesalahannya. Kebetulan ia bertemu dengan seorang guru ngaji, dan orang tersebut lah yang membimbing Mas Ahmad. Mas Ahmad mulai meninggalkan kebiasaannya, ia bertaubat dan mulai memperdalam ilmu agama. Butuh waktu yang lama untuk meninggalkan kebiasaan buruk
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234567
DMCA.com Protection Status