Semua Bab Istri Best Seller : Bab 51 - Bab 60
100 Bab
Pergi Untuk Menenangkan Diri
Bunga mengemasi pakaian yang ada di lemari, memasukkannya ke dalam tas pakaian yang dibawa olehnya ke rumah itu setelah menikah. Jelita menahannya sejak tadi, tetapi Bunga tidak mau berhenti karena sudah membulat keputusan akan melepaskan dirinya dari hubungan pernikahan bersama Kafkha. "Jangan pergi, Nak ... Mama tau kamu tidak salah," bujuk Jelita."Ma, dia tidak mempercayaiku dan tidak pernah memiliki perasaan cinta padaku. Apa yang harus dipertahankan? Maafkan aku. Selagi bukan dia yang menahan ku, menginginkanku, aku tidak bisa tetap di sini dan bertahan dalam hubungan kami," jelas Bunga dan lanjut berkemas. Jelita berdiri dari jongkok nya, ia menghubungi Kafkha, menyuruh pria itu kembali ke rumah untuk menahan Bunga agar tidak pergi dari rumah itu. "Untuk apa menahannya? Kalau begitu, aku akan kembali untuk mengantar kepergiannya," ucap Kafkha dan memutuskan sambungan telepon. Kafkha berdiri, bergegas meninggalkan ruangannya setelah meruntuhkan sikap tenang yang ada saat berb
Baca selengkapnya
Karena Aku Mencintaimu
Kafkha bergegas meninggalkan rumah sakit. Danar yang berpapasan di lobi rumah sakit mengikutinya tanpa sepengetahuan pria itu. Setelah mendapatkan berita mengenai kepergian Bunga dari Jelita, Kafkha bergegas ke rumah itu. Rasa tidak rela yang disembunyikannya terkuak dari caranya merespons berita itu. Ia baru sadar tidak bisa kehilangan Bunga dalam hidupnya.Setelah mobil berhenti di tepi jalan, di depan rumah Bunga, Kafkha berlari masuk ke pekarangan rumah, menghampiri Jelita dan Willa yang sudah berada di teras rumah dalam kecemasan. “Di ke mana, Ma?” tanya Kafkha. “Setelah dia pergi, baru kamu bertanya di ke mana? Berapa kali Mama jelaskan kepada mu sebelumnya? Kamu masih ingin melepaskan kepergiannya? Kamu menyesal karena tidak melihat dia pergi?” Jelita melayangkan banyak pertanyaan kepada anaknya itu dengan sorot mata teramat marah. “Brengsek!”Hadian datang dan langsung memukuli Kafkha.“Apa yang kamu katakan padanya sampai dia pergi? Tidak cukup dia meninggalkan rumahmu?” “
Baca selengkapnya
Setelah Dua Tahun
Dua Tahun Kemudian ....Kafkha dalam kondisi lemah, wajah pucat dan batuk dan berkesudahan terdengar dari kamar yang gelap. Padahal, saat itu masih siang, cuaca cerah. Cahaya tidak terlalu terang karena gorden menutupi jendela kaca, menghadang cahaya matahari masuk di siang hari. Di atas pangkuannya ada laptop, ia mengetikkan jari jemari di atas keyboard laptop, melanjutkan tulisan Bunga yang terbengkalai setelah belajar kepenulisan satu bulan terakhir. 'Semua menghilang, ego yang tinggi dan ketidakpastian hati melepaskan segalanya. Benar, penyesalan itu berada diakhir, dan kehilangan itu terasa setelah dirinya pergi. Ketika dirinya masuk dalam hidup yang mati ini, ada senyuman dan rasa bahagia yang berbeda. Setelah dirinya pergi, semua kembali mati, bahkan lebih dari itu. Karakter utama pria ingin bertemu karakter utama wanitanya, ia menuliskan takdir di mana mereka bisa kembali lagi, memulai semuanya dari awal.'Semua itu ditulis Kafkha di akhir bab yang ditulisnya. Sebelumnya ia m
Baca selengkapnya
Bertemu Di Ruang Operasi
Bunga terdiam kaku di pintu dapur dengan badan membelakangi Kafkha, perlahan ia memutar badan ke belakag, tersenyum cengengesan. “Saya pernah ke sini dulu. Kebetulan Ibuk yang tinggal di sini pernah mempersilakan saya ke kamar mandi yang ada di dapur ini. Tapi, itu sudah lama, sekitar dua tahun lalu. Ibuk itu di mana? Kelihatannya rumah sunyi,” kata Bunga, menyebut Jelita. “Dia … dia sudah pindah. Kalau begitu kamu bisa lanjut ke kamar mandi,” kata Kafkha dan beralih duduk di sofa, menunggu Bunga yang disangka kurir itu keluar dari rumahnya. Selagi menunggu, Kafkha membuka kotak berukuran sedang yang dibawa oleh Bunga. Ia menemukan beberapa obat demam, seperti sakit kepala dan berhubungan dengan pencernaan dengan mereka biasa yang digunakan olehnya. Kafkha menggeledah isi kotak itu, merasa Bunga orang yang mengirim itu karena tahu dengan obat-obatnya. Kafkha berdiri, berjalan menuju dapur. Kakinya berjalan mondar-mandir di depan pintu kamar mandi, menunggu Bunga di sana. Badannya
Baca selengkapnya
Bisakah Kita Kembali Lagi?
“Bodoh. Mengapa aku tidak berpikir kalau dia seorang dokter. Keberadaannya di rumah sakit bukan hanya karena sakit, tapi karena profesinya,” celoteh Bunga sambil berjalan menuju ruangan dokter yang menangani Raisa tadi. Setelah mendapatkan ponselnya, Bunga menghubungi Haidan, menyuruh pria itu tidak menunggunya dengan alasan ingin menemui seseorang. “Kamu mau bertemu siapa?” tanya Haidan. “Teman.”“Teman mana lagi?”“Hmm … Willa. Sepertinya aku harus bertemu dengannya. Tidak enak tidak memberitahunya kalau aku ada di sini. Kalau begitu, udah dulu,” kata Bunga dan memutuskan sambungan telepon. “Aku pikir bertemu Kafkha. Baguslah,” kata Haidan dan menyalakan mobil, mengemudikan mobil meninggalkan rumah sakit itu. Mereka sama-sama lupa dengan tas yang ada di mobil itu. Haidan lupa kalau tas Bunga yang berisikan dompet dan uang cash ada di mobilnya, di sampingnya. Begitu juga dengan Bunga, ia lupa tasnya ada di mobil pria itu karena fokusnya pada Kafkha. Hampir satu jam Bunga menung
Baca selengkapnya
Membujuk Untuk Kembali
Bunga menoleh ke belakang, menatap Kafkha yang memasang wajah datar. Ia salah paham karena tas belanjaan di tangan wanita itu, membuatnya berpikir kalau Kafkha memiliki hubungan baik dengan wanita itu hingga dengan santainya wanita itu membawa belanjaan ke sana, terlihat seakan sudah sering. Bunga melanjutkan kaki berjalan keluar dari rumah itu, mengabaikan Risa. Kafkha mengejarnya.“Dokter,” panggil Risa.Kafkha mengabaikan keberadaan Risa, mengutamakan Bunga, menghadang wanita itu agar tidak pergi. Gerbang rumah ditutup Kafkha, dikunci dan memegang kedua bahu Bunga. “Jangan tinggalkan aku. Semua sudah pergi, Mama juga pergi. Aku mohon …,” ucap Kafkha dengan wajah memelas. “Apa perlu aku bersujud? Baik, akan aku lakukan,” kata Kafkha dan bertekuk lutut di hadapan Bunga. “Kamu apa-apaan? Jangan membuatku semakin kesal,” ucap Bunga sambil melangkah mundur. Tingkah Kafkha disaksikan Risa. “Aku bilang sekali lagi, kita tidak bisa bersama lagi. Terima kenyataannya.”“Kenapa?” tanya K
Baca selengkapnya
Aku Mencintaimu, Bunga
Kafkha membuka pintu kamar di mana Raisa berada, ia membiarkan Bunga membawa anak itu meninggalkan rumah meskipun hatinya terasa berat untuk melepaskan mereka pergi. Tahu Bunga mencintai orang lain dan terluka saat bersamanya, ia melepaskan wanita itu dengan rasa kecewa. “Meskipun kamu bersama pria lain, jangan halangi aku bertemu anakku,” kata Kafkha dengan wajah murung, membuat Bunga berhenti melangkah di tengah ruang tamu.“Kamu Ayahnya. Hakmu untuk bertemu dengannya karena dia adalah darah daging mu. Kamu bisa bertemu dengannya kapanpun,” balas Bunga. “Urus perceraian kita secepatnya,” kata Bunga dan melanjutkan kaki meninggalkan rumah itu. Kafkha hancur. Harapan yang sempat menggantung selama dua tahun ini akhirnya jatuh tanpa ada hasilnya. Tangisnya pecah setelah istri dan anaknya itu pergi, ia seperti sebatang pohon di tengah rumput Padang yang tidak memiliki siapapun.Bunga berjalan keluar dari gerbang rumah dalam tangisnya. Hatinya ikut terluka meninggalkan pria itu, tetapi
Baca selengkapnya
Kamu Cemburu?
Bunga kembali ke kamar Kafkha setelah hari berganti malam, setelah matahari baru terbenam. Wujud Risa sedang menyuapi Kafkha tampak setelah pintu kamar inap pria itu dibuka. Rasa cemburu ngontak hingga ke ubun-ubun ibu satu anak itu, matanya menyipit kesal menonton mereka sampai akhirnya Kafkha memanggilnya.“Bunga.” Kafkha memanggil dengan senyuman lebar. Risa bangkit dari bangku besuk, ia berdiri, mempersilahkan Bunga duduk dengan wajah ramah interaksi. Namun, rasa cemburu membengkokkan perasaan Bunga untuk santai dengan senyuman, ekspresinya berubah dingin. “Terima kasih, Risa,” ucap Kafkha. “Risa? Jangan-jangan, dia dekat dengan wanita itu karena memiliki nama yang sama dengan mendiang istrinya. Toh, selama ini dia dikenal sebagai pria yang dingin dan tidak memiliki kenalan wanita yang cukup dekat dengannya,” kata Bunga, dalam hati. Bunga berjalan masuk, sedangkan Risa meninggalkan ruangan itu dalam balutan seragam perawat yang terpasang di tubuhnya.“Jika kamu sudah makan, ak
Baca selengkapnya
Dulu Dingin, Kini Manja
“Iya? Nanti malam saya bertemu dengan Bapak. Iya, siang ini masih banyak urusan,” jelas Bunga, berbicara melalui sambungan telepon di mana ponselnya itu terselip di telinga dan pundaknya dengan tangan melap meja yang ada di dapur setelah membersihkan semua ruang di rumah itu. Rumah yang telah ditinggal lama olehnya itu, yang tampak tidak terurus, dibersihkan dan dirapikan Bunga seperti semula. Tinggal dapur dan memasak yang belum dilakukan. “Baiklah. Ada pesta juga? Kapan? Baik. Besok saya akan ke sana bersama Haidan. Terima kasih, Pak,” ucap Bunga dan menaruh ponselnya ke atas meja. Baru ponsel itu ditaruh di sana, alat komunikasi jarak jauh itu malah berdering kembali. Bunga menghela napas sedikit kesal karena sejak tadi disibukkan benda itu selain pekerja rumah. Baju daster yang terpasang di tubuhnya sudah dipenuhi keringat dan bau apek karena debu. “Iya, Haidan …?”Orang yang menghubunginya adalah Haidan.“Kamu sudah mendapatkan undangannya? Besok kita harus menghadiri pernikah
Baca selengkapnya
Tetap Bersamaku
Usai mengantar kepergian Kafkha sampai di teras, Bunga kembali masuk ke dalam rumah, bersiap-siap untuk pergi menghadiri pesta pernikahan anak salah satu pemilik penerbit terbesar dan cukup terkenal di kota itu, yang pernah menangani buku pertamanya terbit cetak. Satu jam kemudian, Haidan tiba di rumah itu untuk menjemputnya. Mereka akan pergi bersama ke sana, begitu juga dengan Raisa. Dalam hal itu, Kafkha tidak mengetahuinya karena Bunga tidak menceritakannya. “Kamu akan bersamanya lagi?” tanya Hiadan sambil menyetir mobil. “Entahlah … kadang aku merasa tidak bisa menjauh darinya. Tetapi, mengingat kejadian di masa lalu, sedetik pun rasanya aku tidak bisa berada di dekatnya,” jawab Bunga, berbicara dengan tatapan kosong ke depan.Susana jadi hening, tampak Haidan berada dalam pikirannya sendiri. “Bagaimana kalau kita benar-benar menikah? Bunga, aku pernah mengungkapkannya, aku mencintaimu sejak dulu. Aku akan menjagamu dan Raisa, aku tidak akan menyia-nyiakan kalian,” ucap Haidan
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
45678
...
10
DMCA.com Protection Status