All Chapters of Pernikahan Kontrak Dengan Mantan Pacar Egois: Chapter 11 - Chapter 20
36 Chapters
BAB 11 : TANGGAL PERNIKAHAN
Safira membanting dirinya ke kasur. Ia menutup matanya dengan lengan karena air mata yang terus ingin keluar. Beruntung kedua orangtuanya sedang tak ada, jadi ia tak perlu membuat alasan atau berbohong tentang kenapa dia menangis padahal baru pulang dari rumah Bima.“Sialan kamu, Bim.” Safira menarik napas panjang. Sesaknya sedikit berkurang seiring tangisnya yang sudah mereda.Sebenarnya, ada begitu banyak alasan yang membuat Safira menangis sesenggukan seperti tadi. Dari awal ia masuk ke rumah Bima dan kedatangannya disambut oleh Tante Nina jantungnya sudah ingin meledak. Safira menahan dengan keras agar tangisnya tak segera tumpah. Lalu setelahnya, sambutan Tante Nina yang begitu baik dan hangat seperti biasa. Menganggap semua baik-baik saja dan yang lalu seakan tak pernah terjadi. Menganggap mereka hanyalah dua orang yang sudah lama tak bertemu. Itu memang benar. Namun yang membuat Safira harus lebih menekan perasaannya adalah ketika ia sadar, bahwa tak ada yang baik-baik saja den
Read more
BAB 12 : MALAM PERTAMA(?) NOPE!
Safira tak menyangka jika dua bulan sungguh berlalu begitu cepat. Pernikahannya dengan Bima sungguh dilakukan dan meskipun keduanya kini tengah berada di kamar yang sama, Safira masih enggan untuk percaya sepenuhnya bahwa ia sungguh gila karena menikahi mantan pacarnya yang egoisnya bukan main itu.Begitu selesai mandi, Safira mendapati Bima yang tengah melihat ke arah luar jendela dengan pakaian yang lebih santai. Namun begitu lelaki itu sadar jika Safira sudah berada di belakangnya, Bima berbalik dan berjalan ke arah kamar mandi tanpa sekalipun melirik ke arah wanita yang perhari ini sudah menjadi istrinya.Sadar kalau dirinya diabaikan, Safira hanya mengangkat kedua bahunya. Merasa tak keberatan sama sekali. Beda dari sebelumnya, mereka tentu sudah harus melakukan apapun yang tercantum di atas kontrak. Tidak berbicara hal tak penting. Betul?Jadi setelah mengeringkan rambutnya dengan hair dryer, Safira langsung naik ke atas ranjang. Tidak berniat menunggu Bima selesai mandi, ia lan
Read more
BAB 13 : EGO
Malam pertama? Apa itu malam pertama? Dua orang yang sudah menikah tetapi salah satunya malah memilih untuk pergi ke alam mimpi? Begitu?Iya. Itu jawaban yang Bima temukan di pernikahannya ini.Ya mau bagaimana lagi. Pernikahan yang dijalaninya bersama sang mantan pacar memang bukanlah pernikahan pada umumnya karena mereka hanya menikah di atas kontrak. Hitam di atas putih.Ketika keluar dari kamar mandi tadi, Bima yang awalnya ingin mencoba mengobrol lebih banyak bersama Safira justru menemukan istrinya itu sudah tidur lebih dulu. Memang sih, Bima saja yang konyol karena berpikir seperti itu padahal ya dia sudah tahu kalau ia tak bisa melakukan itu meskipun Safira tidak tidur. Karena di atas kontrak pun tertulis mereka tak akan berbicara satu sama lain jika tak penting.Akhirnya, dengan menyedihkan, membuat lelaki itu sekarang malah berada di rumah Tomi. Ck.“Sumpah lo nggak banget dah, Bim.” Tomi mengeluarkan dua kaleng soda dari lemari es dan memberikan salah satunya kepada Bima. W
Read more
BAB 14 : KESEMPATAN? CIH!
Safira terbangun sekitar pukul delapan pagi. Ia melihat ke sisi sebelahnya, yang tentu saja Bima tak ada di sana. Semalam ia baru tidur pukul tiga pagi setelah berhasil menenggak setengah botol wine dan itu cukup membuatnya mabuk. Ah.. sejak dulu dia memang tak pandai minum.Ketika mendengar suara seseorang sedang mandi di toilet, Safira sedikit terperanjat. Ia kira Bima belum pulang. Namun nyatanya ‘suami’nya itu sudah kembali yang entah sejak kapan.Sebenarnya yang membuat Safira terbangun padahal ia masih sangat mengantuk adalah karena ia bermimpi yang menurutnya cukup aneh. Sebelum ini, ia tak pernah bermimpi begini sejak ia putus dengan Bima. Tetapi tadi … haaah.. Safira menghela napas panjang. Masa ia bermimpi jika Bima meminta maaf, mengecup keningnya dan dia yang memohon agar lelaki itu tidak pergi?Tanpa sadar gadis itu terkekeh sinis. Mimpi yang sangat absurd menurutnya. Mana mungkin ia bermimpi seperti itu. Cih. Ada-ada saja.“Kenapa ketawa sendiri?”Safira tersedak sampai
Read more
BAB 15 : SARAPAN
Safira tetap bungkam meskipun mereka sudah kembali ke rumah Bima. Sejak pembicaraan di pantai tadi, Safira tak berbicara pada Bima sama sekali baik di rumah orangtuanya maupun rumah orangtua lelaki itu. Bukannya apa, apa yang dikatakan Bima di pantai tadi, cukup membuat Safira terkejut, sedih, kecewa, marah dan perasaan lain yang bercampur sampai ia sendiri tak tahu harus bagaimana. Apa katanya? Bima ingin menebus apa yang telah dilakukannya lima tahun lalu selama setahun ini?Safira sungguh tak mengerti, apakah bagi Bima semuanya memang selalu mudah? Bahkan lelaki itu tak nampak merasa bersalah sama sekali. Dulu hingga sekarang, Bima seperti menganggap semuanya memang baik-baik saja, padahal menurutnya tindakan yang dilakukan Bima sudah cukup berlebihan.Terlebih pernikahan ini.Harusnya Bima bersyukur karena dirinya masih mau diajak menikah, mengorbankan masa depannya, padahal hatinya sudah disakiti seperti itu. Harusnya Bima tahu diri dengan tidak meminta lebih.Tapi apa katanya? D
Read more
BAB 16 : LAKI-LAKI BAIK ITU BERNAMA DITO
Dua bulan lalu di Sky’s Bakery (pertemuan Safira dan Dito setelah sekian lama).Safira mengajak Dito untuk duduk di dalam. Dua kopi instan ia sajikan di atas meja. Mereka duduk berhadapan, situasi canggung sangat Safira rasakan sekarang. Bertemu Dito setelah sekian lama, terlebih pertemuan terakhir mereka adalah tentang pernyataan perasaan pria itu. Sejak dulu bagi Safira, Dito adalah laki-laki baik. Dalam pekerjaan, Dito bisa dibilang sangat mapan. Di usianya yang ke tiga puluh, Dito sudah menjadi kepala koki di sebuah restoran dan ia juga sudah memiliki restoran sendiri. Perangainya sebagai lelaki baik sangat diacungi jempol. Saat bersama Dito, Safira selalu diperlakukan seperti ratu. Dito sosok yang perhatian, peka, dan selalu bisa mengayomi Safira dengan baik. Namun sayang, sebaik apapun Dito memperlakukannya Safira tidak pernah menganggap Dito lebih dari teman. Dito memang baik, tetapi Safira tidak cukup baik untuk Dito. Itu lah yang ada di pikiran Safira.Jadi ketika Safira m
Read more
BAB 17 : PENYESALAN
Merasa bosan di rumah sendirian dan Safira tak kunjung kembali ke rumah meskipun waktu sudah menjelang malam, Bima mengambil jaket beserta kunci mobilnya untuk pergi ke suatu tempat. Sebelumnya, ia sudah membuat janji dengan Tomi agar pria itu juga menyusulnya ke sana.Ya ke mana lagi kalau bukan Bar 69 milik Monic.Sebenarnya Bima juga sedikit merasa bersalah pada perempuan itu karena tak mengundangnya ke pernikahan kemarin. Sebabnya tak usah ditanya, tentu saja karena masa lalu.Sekitar pukul setengah tujuh malam, Bima sampai di Bar 69. Karena masih sore, tentu saja suasana di sini masih sepi. Bima langsung bisa menemukan Monic yang tengah duduk seorang diri dengan laptop yang menyala di hadapannya.“Hai,” sapa Bima. Monic menoleh, ia mendelik karena tiba-tiba menemukan Bima ada di sini.“What the hell? Lo ngapain di sini Abhimana?”“Tolong birnya ya,” kata Bima kepada bartender yang tengan membersihkan gelas, tak jauh dari tempatnya duduk. “Ngapain lagi? Mau minum lah.”“Bahasa lo
Read more
BAB 18 : RUMAH IBU
“Gimana? Keberatan?” Safira bertanya lagi karena Bima tak kunjung menjawab. Ia mengerti jika pria pasti terkejut dengan permintaannya ini, jadi dia memutuskan untuk menunggu. Bima pasti sedang berpikir.“Penyesalan terbesar?” Bima seperti sedang kepayahan ketika mengulang ucapan Safira. “Kehilangan ayah, itu jadi salah satu penyesalan terbesar lo?”“Iya.” Safira meletakkan botol airnya di atas mini bar. Ia tersenyum tipis. “Kamu nggak tahu, kan?”“Jadi itu yang buat lo nangis segitunya di makam bokap?”Safira menghela napas, menatap ‘suami’nya lekat. “Sebelum pacaran sama kamu, aku lebih dulu sahabatan sama Lusi, Abhimana. Jadi sebelum pacaran sama kamu, kamu juga pasti tahu kalau aku lebih dulu kenal orangtua kamu. Kamu … nggak lupa soal itu, kan?”Bima diam.“Buatku, ayah dan ibumu itu sudah seperti orangtua kedua. Aku sangat menyayangi mereka sama seperti aku menyayangi ayah dan ibuku sendiri. Setiap ngeliat Om Arhan, aku sama seperti melihat ayahku. Jadi, gimana aku nggak sedih,
Read more
BAB 19 : KEMARAHAN LUSI
Safira sampai di rumah Bima sekitar pukul sebelas siang. Ketika sampai, wanita itu melihar Lusi yang tengah duduk di depan rumah seraya membaca novel. Safira tak langsung menghampiri, sampai ketika mata mereka bertemu, Safira tersenyum ke arah Lusi. Sedangkan Lusi hanya balas menatap, tanpa ada senyum sama sekali.Sejauh itukah jarak di antara mereka sekarang?Lusi masuk begitu saja ke rumah, namun ia tak sengaja berpapasan dengan Bima yang juga mengarah ke pintu. Bahu mereka bertabrakan, tetapi Lusi tetap meneruskan langkahnya untuk kembali ke kamar.“Udah datang.” Bima melihat Safira yang berjalan mendekat. Wanita itu membawa satu keranjang buah serta satu rantang makanan yang segera Bima alihkan ke tangannya sendiri.“Ibu?” tanya Safira.“Di dalam. Nonton tv kayaknya. Gue udah bilang kok kalau lo mau ke sini juga.”Safira mengangguk saja. Ia mengekori Bima untuk masuk ke rumah dan menemukan Tante Nina yang tengah menonton sinetron di ruang tengah. Safira tersenyum dan menghampiri w
Read more
BAB 20 : YANG DIPENDAM
Lusi duduk cukup lama di kafe itu. Dua cangkir vanila latte dan soft chewy cookies sudah ia habiskan. Perutnya sudah kenyang bahkan ia belum makan nasi siang ini. Tanpa sadar, ternyata di luar sedang hujan cukup deras. Lusi baru sadar karena ia duduk cukup jauh dari jendela dan sejak tadi ia mengenakan earpods.Saat matanya tak sengaja melihat ke arah bar counter kafe, Lusi dibuat terkejut karena pemandangan yang cukup asing. Di sana berdiri seorang wanita dengan sosok laki-laki di sebelahnya. Dua orang itu, meskipun Lusi hanya melihat dari belakang, tetapi ia langsung mengenali siapa mereka berdua.Namun yang membuat Lusi merasa asing, karena tangan lelaki itu yang memeluk pundak sang wanita.Tunggu … sejak kapan mereka saling mengenal? Dan … apa mereka sekarang punya hubungan khusus? Lalu Safira ... apa Safira tahu tentang ini?Persis ketika dua sejoli itu balik badan, refleks Lusi kembali menatap laptopnya meskipun sesekali ia melirik ke arah tempat duduk yang ia syukuri dua orang
Read more
PREV
1234
DMCA.com Protection Status