All Chapters of Satu Malam Bersama Pengawal Tampan: Chapter 61 - Chapter 70
103 Chapters
Bab 59 - Hari Pertama dengan Hakim
“Maaf aku nggak bisa temani kamu lagi hari ini, Princesss. Aku harus berangkat sekarang,” ujar Dipta seraya memakai sepatu pantofelnya yang sudah cukup lama tidak dipakai hampir tiga minggu belakangan semenjak malam terakhir bertugas menjaga Ela di malam pertunangan Ela dengan Dhanu kala itu. Dipta kembali mengenakan power suit-nya pagi ini. Bukan untuk kembali bekerja dengan Mas Sultan karena masa skorsingnya berakhir. Namun karena ini adalah hari pertama Dipta resmi menjadi kacung dari seorang Hakim Rustam. Ini adalah bayaran yang harus Dipta berikan setelah meminta tolong kepada papanya dan kakaknya untuk membereskan Hendra Dharmawan dan memastikan jika Dipta dan Ela akan menikah tanpa halangan dar
Read more
Bab 60 - Pertemuan dengan Dewi Sastrowilogo
ELA“Ini putrinya Bu Resty Dharmawan?” Ela tersenyum dan mengangguk sopan saat bersalaman pertama kali dengan Ibu Dewi Sastrowilogo. “Iya, Bu. Saya Elaina. Putri kedua Pak Hendra dan Bu Resty, terima kasih sudah mengundang saya bertemu dengan Ibu Dewi dan Mbak Rengganis di sini,” balas Ela setelah mencium pipi kanan dan kiri sang sosialita anggun yang kini duduk di samping Mbak Rengganis. Ibu Dewi datang bersama Mbak Rengganis sepuluh menit setelah Ela sampai terlebih dahulu di restoran The Ambience, satu restoran yang dimiliki oleh keluarga Sastrowilogo. “Hmm…” Hanya itu tanggapan Bu Dewi saat dia sudah duduk di hadapan Ela. Ela meringis sungkan, namun dia tak menanggapi hal tersebut dan memasang senyum terbaiknya. ‘Ingat Ela, kamu di sini ingin menjelaskan yang terbaik agar bisa diterima bekerja di galeri seni milik konglomerat Sastrowilogo.’ Bolak-balik Ela merapal hal tersebut dalam hati agar dia bisa lebih rileks lagi saat berbincang kelak. “Ibu, kemarin aku sudah kirimkan
Read more
Bab 61 - Proses Interview
“Saya tahu jika kemampuan saya saat ini masih terbatas, karena saya baru memiliki pengalaman kerja sekitar dua tahun, Bu Dewi.” Ela menyadari kekurangan dan keterbatasannya, terutama yang berkaitan dengan karirnya yang masih seumur jagung dan pengalamannya yang masih bisa dihitung oleh jari. Tapi tak ada salahnya ‘menjual diri’ agar dia terlihat lebih bernilai di hadapan Bu Dewi Sastrowilogo yang sepertinya masih menjaga jarak kepadanya. “Namun sejak kuliah saya sudah ikut berbagai macam kegiatan volunteer di kampus maupun volunteer di luar kampus atau community. Saya juga beberapa kali mengikuti internship dalam satu semester di salah satu firma digital agency sebelum kembali ke Indonesia for good, Bu.” Ela menjelaskan sebaik mungkin kegiatannya selama ini agar tidak dianggap sebagai perempuan yang hidupnya slow living menghabiskan uang orang tua saja. Well, she enjoyed her life before, dengan uang keluarganya. Tapi bukan berarti dia tak bisa melakukannya sekarang meskipun tanpa d
Read more
Bab 62 - Kekuatan Orang Dalam
Rengganis menatap wajah Bu Dewi sekali lagi, menunggu aba-aba dari pengelola yayasan Sastrowilogo tersebut. Sebuah anggukan kecil dari Bu Dewi sukses membuat Rengganis terpekik senang dan langsung menepuk tangannya dengan bahagia. “Terima kasih Bu Dewi, Mbak Rengganis karena telah mempercayakan saya–” ujar Ela dengan ringan hati. “Ibu masih belum terlalu percaya, you need to prove yourself! Three months! Yes?” Bu Dewi memberikan tantangan kepada Ela. Sekali lagi, Ela menyanggupinya. Ini adalah batu pijakan yang harus Ela lewati demi mendapatkan kepercayaan penuh dari pengelola yayasan galeri seni yang digadang-gadang sebagai salah satu pusat seni yang menjadi rujukan seniman, kurator, hingga seluruh stakeholders yang berkaitan dengan seni dan budaya Indonesia. “Okay, Bu. Tiga bulan.” “Ya sudah kita makan dulu.” Sepertinya masa kritis telah dilewati karena kini Bu Dewi mempersilakan mereka untuk menikmati hidangan yang telah tersaji secara apik di depan meja mereka. “Jadi sekara
Read more
Bab 63 - Kacung Kampret
DIPTA Kacung kampret. Itu adalah kiasan peyoratif yang tepat menggambarkan keadaan Dipta saat ini ketika dia bekerja bersama abangnya seharian penuh. Setelah habis dibentak-bentak saat rapat tadi pagi, kini Bang Hakim mulai mengujinya dengan berbagai macam kegiatan receh seperti mencetak dan menyalin dokumen, membuat notulen rapat yang tentu saja hasilnya dibawah ekspektasi karena Dipta tak pernah melakukannya. Hampir dua puluh tahun pekerjaannya, sebagian besar dilakukan di lapangan sebagai pengawal. Pekerjaan di belakang meja yang sifatnya paperwork hanya sesekali dia lakukan, itu pun dengan penuh rasa keberatan dan protes besar kepada Mas Sultan atau atasannya sebelumnya. Dan yang terakhir adalah ke sana kemari antar divisi seperti setrikaan mengecek laporan yang akan dikirimkan kepada Bang Hakim. Dipta diminta untuk menyortir dokumen tersebut dari yang terpenting hingga tak terpenting. “Saya butuh bantuan–Pak, secara dasar untuk memastikan bagian mana yang menurutmu pent
Read more
Bab 64 - Rilis Pers Keluarga Rustam
Bang Hakim mengecek sebuah brief yang dibuat oleh tim PR yang dipekerjakan khusus untuk memoles citra keluarga Rustam di depan publik. Tim ini berhasil mengubah citra urakan dan kebal hukum Jeremy Rustam dan Hakim Rustam–yang secara negatif dipersepsikan oleh publik menjadi citra preman insyaf yang kini membantu penghidupan banyak orang lewat banyaknya usaha yang dikembangkan oleh perusahaan milik papanya. Apakah banyak yang terkecoh? Tentu saja! Persona Bang Hakim adalah persona penerus keluarga Rustam yang menyayangi keluarga dan kedua anaknya yang masih kecil. Istri dan anak bahagia, Hakim yang dermawan serta gemar membantu rakyat yang kesulitan. Banyak kasus viral yang dibantu oleh Bang Hakim penyelesaiannya sehingga citranya terangkat seperti seorang malaikat yang baik hati dan menggunakan uangnya dengan benar. Bahkan beberapa narasi yang mengatakan jika Bang Hakim layak masuk ke dalam bursa legislatif atau bahkan eksekutif yang lagi-lagi dilempar tim PR-nya, cukup berbuah m
Read more
Bab 65 - Progress Investigasi
Dipta menyipitkan matanya ketika mendapati rambut Mas Sultan yang berantakan, serta bagaimana terburu-burunya pria itu dalam memakai kembali kaus katunnya sesaat sebelum membuka pintu untuk Dipta. Jangan bilang jika Dipta mengganggu kegiatan dewasa Mas Sultan–Dia menggelengkan kepalanya, tak ingin memikirkan itu lebih jauh lagi. “Lo lagi sibuk, Mas?” tanya Dipta basa-basi. “Sibuk, tapi kayaknya lo waktu di telepon urgent banget,” balas Mas Sultan sambil membuka pintunya lebar-lebar. Mengindikasikan kesediaannya agar Dipta bisa masuk ke dalam ruang privatnya. “Kalau lo ngerasa keberatan gue ke sini, gue bisa datang lagi lain waktu–” Dipta berhenti dan mendadak ragu dengan jawaban atasannya–atau lebih tepatnya, mantan atasannya tersebut. “Masuk aja, kayak sama siapa aja sih, sungkan begitu,” balas Mas Sultan seraya mendorong bahunya agar masuk sepenuhnya ke dalam apartemen besar yang terletak di tengah jantung kota Jakarta. Dipta baru saja berjalan sebentar menuju island dapur un
Read more
Bab 66 - Munculnya Berita
ELAKecupan lembut di dahinya membuat Ela terbangun singkat dari tidurnya. “Kok nggak tidur di kamar? Sakit nanti punggungnya.” Suara dalam yang Ela dan dia rindukan membuatnya terjaga dan sedikit disorientasi karena terbangun tiba-tiba. “Mas Dipta?” Ela memastikan sekali lagi. “Iya, aku baru saja pulang. Maaf ya membangunkanmu seperti ini. Tapi kita pindah dulu yuk ke kamar,” ujar Dipta menanggapi seraya merengkuh tubuh Ela dalam pelukannya dan membopongnya menaiki tangga menuju kamar Ela. “Kok baru pulang, Mas? Malem banget lho!” tanya Ela dengan suaranya yang serak. Harum tubuh Dipta membuat Ela refleks melekatkan kepalanya di dada Dipta sekaligus tanpa tahu malu menghidu aroma khas Dipta yang kini semakin familiar bagi indra penciumannya. “Iya, maaf ya ada hal penting yang harus kubereskan dulu tadi,” balas Dipta sambil terkekeh pelan. Sepertinya menyadari tingkah konyol setengah sadar Ela tadi. “Aku keterima kerja lho!” Maka, untuk menutupi rasa malunya, Ela membagikan
Read more
Bab 67 - Rumor Has It
Curiosity kills the cat. Mungkin itu adalah peribahasa yang tepat untuk menyadarkan Ela akan situasi yang dialaminya sekarang di dalam powder room galeri saat jam makan siang. Ela tak bisa menahan rasa penasarannya sejak Dipta menjatuhkan ‘bom informasi’ pagi tadi. Setelah melewati pertimbangan konyol yang berputar-putar di dalam benaknya–akhirnya Ela memberanikan diri untuk membuka pesan yang berasal dari papa dan Mbak Deshinta. Langkah konyol selanjutnya setelah itu adalah mengurus, atau… kepo lebih tepatnya, mengenai berita tentang rencana pernikahannya dengan Dipta yang telah dibagikan oleh Hakim Rustam semalam. Dipta pun enggan dan mewanti-wanti Ela agar tak mempedulikan berita tentang mereka berdua yang tersebar di jagat maya pada saat ini. Pria itu memintanya untuk fokus dalam menjalankan hari pertamanya bekerja di Galeria Fine Art di bawah arahan Mbak Rengganis. She was indeed in her element. Di mata Ela, Mbak Rengganis terlihat begitu keren sejak tadi pagi. Dengan saba
Read more
Bab 68 - Rendezvous Cafe
Dengan gamang Ela duduk di Rendezvous Cafe sambil memandang ke luar lewat jendela besar yang membingkai hampir seluruh sudut kafe ini. Kafe cantik besutan Mbak Rengganis yang terletak di dalam kompleks galeri dengan gaya elegan minimalis dilingkupi dengan pencahayaan yang terang serta kaca-kaca dan tanaman estetik yang membuat para pengunjungnya cukup betah bertahan, melipir dari sengatan sinar matahari siang ini. Ela memasukkan kembali ponselnya ke dalam medium tote bag putih Alaia yang senada dengan high-waisted cigarette trousers dari Alexander Mcqueen serta off white sleeveless blouse dari merk lokal Bali based bernama Padukani. Semuanya serba putih. Hanya rambut hitamnya saja yang di blow sejak pagi tadi yang menjadi kontras dalam palet warna wardrobe-nya di hari pertamanya kerja. Ah, well… sepatunya juga memberikan sedikit rona warna, slingback kitten pump Gianvito Rossi berwarna nude agar memberikan kesan tubuhnya semakin jenjang. Setelah berhasil menenangkan diri hampir lim
Read more
PREV
1
...
56789
...
11
DMCA.com Protection Status