Semua Bab Noda di Balik Cadar Aluna: Bab 21 - Bab 30
37 Bab
Diam dan Dingin
"Aku tidak tau, Lun. Aku pun sebenarnya belum siap kehilangan kamu, tapi apa aku mampu mengingat hari ini?" "Demi Allah, aku tidak pernah berselingkuh darimu, Mas!" ucap Aluna sambil memegang kedua belah tangan Hamzah. "Sudah lah, Lun. Jangan terlalu banyak bersumpah. Baiklah, aku akan mencoba untuk kembali mencintaimu, tapi apa kamu bisa membantuku menumbuhkan cinta lagi kepadaku?" Hamzah menatap wanitanya dengan tatapan mata penuh tanya. "Aku akan sabar menemani, Mas. Aku janji." "Tapi ini berat!" Hamzah memaksakan diri untuk tersenyum kepada wanita yang saat ini masih memegangi kedua belah tangannya. "Aku tau, Mas. Tapi aku mohon, aku tidak ingin bercerai, Mas." Aluna kembali memohon kepada suaminya agar dia tidak diceraikan hari itu juga. Ini adalah permohonan yang kedua kalinya. "Sudah lah, sebaiknya besok kita segera pulang ke Jakarta. Di rumah banyak orang, mungkin itu bisa menghilangkan pikiranku untuk terus mengingat tentang itu. Kita juga akan sibuk dengan pekerjaan ma
Baca selengkapnya
Tak Terlalu Buruk
"Tidak Mas, aku jalan-jalan sendiri aja, ke sekitaran sini aja naik bentor, aku liat kemarin banyak bentor di jalanan. Sebelum ke Jakarta, aku pengen keliling Jogja naik becak motor." Aluna berbicara sambil tersenyum kepada suaminya yang tidak melihat ke arahnya sama sekali. "Everything is okay!" bisik Aluna pada dirinya sendiri sambil berjalan ke arah kopernya untuk berganti pakaian. Setelah berganti pakaian, Aluna pun berpamitan kepada Hamzah. Hamzah hanya menjawab sekadarnya saja. Aluna pun keluar kamar hotel dengan langkah yang sedikit gontai. Wanita cantik itu terus berjalan lurus tanpa menengok ke arah belakang sama sekali, ia yakin sekali jika Hamzah tidak mungkin mengejarnya. Aluna masuk ke dalam lift yang kosong, ia baru menyadari jika ternyata ada orang di belakangnya, takut wanita cantik itu tidak menghiraukannya sama sekali. Bahkan ia pun tidak melihat ke arah orang itu, Aluna hanya melihat kakinya saja. Laki-laki itu ternyata tidak sendiri, ada empat orang laki-laki lai
Baca selengkapnya
Karena Beda Keyakinan?
"Kok Mas tiba-tiba ada di sini?" tanya Aluna kaget. Wanita itu tidak merasa diikuti dari tadi sama sekali. Ia pun tidak melihat pengawal Hamzah mengikutinya. "Kenapa? Kamu kaget, ya?" Dari gaya dan nada bicara Hamzah, Aluna sudah faham betul bahwa laki-laki itu sedang marah dan emosi kepadanya. "Ya, nggak papa kaget aja, sih, aku yakin Mas pasti udah salah paham, deh." "Salah paham? Di bagian mana aku salah paham? Aku melihat dengan mata kepalaku sendiri kamu sedang berjalan dengan laki-laki lain, ini salah paham? Apanya lagi yang salah? Apa orang ini pelakunya?" Hamzah mencengkeram kerah baju Brian. "Jangan, Mas! Bukan dia, Mas!" ucap Aluna sambil menghalangi pukulan kepalan tangan Hamzah yang hampir saja melesat ke arah wajah Hamzah. Kali ini Hamzah benar-benar marah kepada Aluna dan Brian. Hamzah berpikir akhirnya Hamzah bisa bertemu dengan laki-laki selingkuhan Aluna dan mengambil kesucian istrinya tanpa pernikahan. "Dia siapa?" teriak Hamzah tepat di samping telinga Aluan.
Baca selengkapnya
Hanya Pelampiasan
"Mas mau apa, sih? Igh!" Aluna mendorong tubuh Hamzah dengan sekuat tenaga, tapi Hamzah hanya bergerak mundur satu langkah saja. "Bukankah kamu sudah biasa melayani laki-laki itu? Kenapa kamu menolak denganku, bukankah aku suamimu?" Hamzah memegang tangan sebelah kanan Aluna dengan cengkraman yang sangat keras. Aluna tidak pernah membayangkan jika dia akan direncanakan seperti itu hanya karena dia tidak berkata jujur tentang keadaan dirinya yang sebenranya. "Mas, tolong jangan begini!" Aluna memohon kepada suaminya agar bertingkah lebih lembut dan baisa saja. Hamzah menarik cadar Aluna hingga benar-benar terlepas. Perempuan itu pun mulai menangis, dan terus memohon kepada suaminya agar berhenti. Namun, sepertinya rengekan Aluna itu tidak dihiraukan sama sekali oleh Hamzah. Ia seperti orang lain, jauh sekali dari Hamzah yang dikenal oleh Aluna saat ini. Kelembutan, kesopanan, dan rasa hormat kepada perempuan, kini telah hilang dari diri Hamzah. Aluna tau, jika Hamzah memang sudah k
Baca selengkapnya
Belum Ada Titik Terang
"Apa kamu ragu padaku?" tanya Sofia sambil menggenggam tangan Aluna. Gadis itu sepertinya sangat mengerti jika keadaan Aluna saat ini sedang tidak baik-baik saja. "Tidak, tapi aku hanya butuh waktu untuk tidak membicarakan tentang itu, Sof. Aku harap kamu mengerti," ucap Aluna lirih sambil meneteskan air matanya. "Iyah, aku bisa mengerti!" Sofiyah memeluk Aluna. "Ingat, kamu tidak sendiri, ya! Kamu orang yang sangat baik, semua pasti akan baik-baik saja." Sofiyah mengecup kedua telapak tangan Kaka iparnya. "Terima kasih!" Aluna tersenyum menahan sakit di dalam hatinya. Saat ini ia merasa seperti sedang berdiri di dalam kegelapan tanpa cahaya dan ia hanya berjalan sendiri di tepi jurang. "Jika kamu mau, aku bisa mengantarmu!" "Tidak perlu, aku bisa diantar sopir, kok. Ya udah aku berangkat dulu, ya!" Aluna berpamitan kepada Sofia untuk segera berangkat ke kantor Umar. Sampai saat ini dia masih bekerja di tempat itu. Setelah menikah, Aluna selalu diawasi oleh pengawal Hamzah tanpa s
Baca selengkapnya
Makan Siang di Mall
"Apa kalian digaji di sini untuk bergosip?" tanya Umar sambil melipat kedua belah tangannya di depan dada. Beberapa kariawan di sana saling menatap dan berbisik satu sama lain, mereka saling menerka-nerka kira-kira setelah ini apa yang akan terjadi kepada Mira dan Aluna. Akan tetapi, karyawan yang sudah lama bekerja di sana mengatakan bahwa, tidak akan terjadi apa pun kepada dua perempuan itu. Semua itu tentu saja karena Mira dan Aluna bukan hanya sekedar karyawan baisa. "Maaf, Bos, kami kelepasan karena saking bahagianya!" ucap Aluna sambil mendongak ke atas, melihat ke arah Hamzah berdiri. Laki-laki itu berdiri tepat di samping kanan meja Aluna. "Untuk hukumannya, setelah jam istirahat, kalian harus ikut sama aku!" "Siapa?" tanya Aluna dengan nada bicara sedikit di tekan. "Kalian berdua, lah. Pagi-pagi udah gibah!" ucap Umar. Pagi itu Aluna di UK bekerja dan dibantu oleh Mira, saat itu Mira menang tidak banyak pekerjaan, tidak semangat pekerjaan Aluna yang menumpuk karena libur
Baca selengkapnya
Mau Bercerai?
Aluna hampir saja tersedak mendengar ucapan Hamzah. Umar yang menyadari ketidak nyamanan Aluna pun langsung mencoba untuk menenangkan keadaan. Setelah kejadian itu, Hamzah memang selalu saja menaruh curiga kepada laki-laki mana pun yang kenal dengan Aluna. Dia menjadi tidak memiliki rasa percaya dan over protektif kepada Aluna. "Bukan, orang yang ada janji makan siang sama aku tiba-tiba ada kepentingan keluarga yang sangat urgent, so aku malu jika harus menghubungi Raflesia dan mengatakan bahwa seseorang sudah membatalkan janji temu denganku." Umar yang takut jika sesuatu yang buruk akan terjadi pada Aluna pun berbohong. "Oh, begitu. Kok malu segala, bukanya kalian punya hubungan khusus? Kenapa malu?" Hamzah yang tidak percaya kepada Umar pun mencoba mendesak laki-laki itu. "Sudah lah, itu tidak terlalu penting. Oya, aku sudah selesai makan siang. Aku pamit dulu lanjut ada meeting dengan PT Baja Sejah Tera." Umar berpamitan kepada Hamzah, setelah itu ia pun pergi meninggal Hamzah da
Baca selengkapnya
Rencana Pemecatan
"Terserah aku tidak peduli!" ucap Aluna kepada suaminya. Aluna bangkit dari tempat duduk dan pergi meninggalkan Hamzah begitu saja. Laki-laki itu merasa sangat kesal dan membanting sumpit di atas meja. Hal itu tentu saja membuat beberapa pengunjung di restoran cepat itu melihat ke arahnya. Setalah itu, ia pun langsung pergi meninggalkan kantornya. Namun, dia tidak mengejar Aluna sama sekali, ia membiarkan istrinya kembali ke tempat kerjanya. Di dalam mobil, di parkiran, Hamzah memukul kemudi mobilnya. Ia merasa sangat kesal kepada istrinya yang menurutnya sulit untuk diatur. Kali ini ia berpikir bahwa Aluna sudah sangat berubah kepadanya. ***"Hai Lun! Is Everything good?" Mira meletakan tiga lembar kertas yang berisi data penjualan bulan ini kepada Aluna. "Yah, tentu saja." Hembusan napas panjang membuat Mira tidak terlalu percaya dengan pernyataan Aluna. Namun, gadis itu pun tidak mau terlalu ikut campur dengan urusan keluarga Aluna dengan Hamzah. Keadaannya akan serba salah jika
Baca selengkapnya
Teman Bicara
"Tidak, aku tidak akan mempertimbangkannya lagi, aku sudah bulat dengan keputusanku. Aku tidak memiliki alasan untuk mempertimbangkan apa pun untuk masalah ini." Umar tersenyum kaku kepada Mira yang masih menatap tajam tak percaya kepada Umar. Gadis itu masih tidak habis pikir bagaimana bisa sahabatnya itu mengambil keputusan konyol yang tidak masuk akal. "Keputusan yang bodoh!" hardik Mira kepada Umar. Perempuan itu kembali duduk di atas sofa, kemudian meneguk air mineral dingin yang ia ambil dari lemari es beberapa menit yang lalu. "Di mana letak kebodohan dari keputusan yang aku ambil?" Umar masih berdiri memunggungi Mira, laki-laki itu menerawang jauh ke luar jendela. "Apa kamu tidak sadar, Aluna adalah mata tombak di perusahaan ini, dia adalah orang yang bisa dibilang sangat penting, mungkin tanpa kamu, kalau ada dia, perusahan akan tetap berjalan dengan baik. Yang ke dua, apa kamu tidak memiliki rasa kemanusiaan? Di saat dia kacau, dia butuh tempat untuk sejenak melupakan masa
Baca selengkapnya
Keputusan yang Sudah Bulat
"Aku baik-baik saja, Mir. Tidak ada sesuatu yang buruk yang terjadi kepada kami." "Aku tidak bodoh, Lun. Aku sangat mengenalmu. Kita kenal bukan setahun atau dua tahun, Lun. Puluhan tahun. Kamu tidak seceria dulu." Mira mencoba menyadarkan Aluna agar perempuan itu bisa berbicara dengan jujur kepadanya. Namun sepertinya, usahanya ini gagal karena Aluna tetap saja tidak mau berbicara apa pun tentang urusan rumah tangganya. "Aku sudah selesai makan, aku harus segera pulang sekarang sebelum magrib!" Aluna meminta ijin kepada Mira untuk segera pulang. Ia tidak mau jika akan ada masalah lagi hanya karena ia terlambat pulang. "Maaf, ya, aku tidak bisa menemanimu ke rumah sakit. Aku titip salam untuk adikmu, semoga dia lekas sembuh dan tetap semangat." Aluna memeluk Mira sesaat sebelum ia pergi. Aluna keluar restoran cepat saji itu, di belakangnya berjalan dua laki-laki bertubuh tegap mengikutinya. Aluna sadar jika dia memang diawasi oleh orang-orang suruhan Hamzah. "Nyonya, maaf! Tuan me
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234
DMCA.com Protection Status