Semua Bab Terjerat Cinta Bos Suami: Bab 11 - Bab 20
34 Bab
11 : Diperdaya
Semenjak mendengar penuturan Cindy siang tadi, Akar merasa bahwa dia benar-benar hanya dimanfaatkan oleh Ranu.“Jika dia masih menjalin hubungan baik pun aku tidak akan marah. Tapi, tidak dengan sembunyi-sembunyi di belakangku ‘kan?” gerutu Akar.Tangan mungilnya sibuk menggeser tongkat pel-pelan ke kanan dan kiri, mulutnya mengerucut, dia jengkel dan sangat marah pada laki-laki yang usianya sudah berakhir. Hingga langkah mundurnya harus menabrak tubuh tinggi menjulang di belakangnya.“Akh— maaf,” sesal Akar. Ia memutar badan dan menyadari bahwa Tirthalah yang berdiri dengan mulut terkunci di ambang pintu pantry.Seperti biasa, Akar akan mengepel pantry dan membersihkan toilet sebelum akhirnya harus kembali ke rumah. Nahasnya, Tirtha selalu saja mengusik keberadaan Akar tanpa jelas apa keinginan sebenarnya.Begitu menyadari tatapannya memelas pada sang bos, Akar lekas menundukkan pandangan. Sementara Tirtha berusaha menahan dagu Akar, tetapi gadis itu lekas melangkah mundur.“Bapak ma
Baca selengkapnya
12 : Fakta Mengejutkan
Tidak biasanya Cahaya bangun saat Akarsana sibuk di dapur. Gadis itu biasanya akan keluar dari kamar setelah jarum jam berada lebih di depan angka lima. Akan tetapi kali ini, ia duduk di kursi memerhatikan sang ibu yang harus ke sana kemari memasak. “Sudah bangun, Ya?” “Setelah ujian selesai, libur panjang. Aku mau ke rumah Mama,” celetuk Cahaya tanpa menghiraukan pertanyaan Akar. Saat itu Akar langsung membisu. Ia menatap dinding di depannya, kendati tangannya sibuk memarinasi daging ayam. “Dengerkan? Atau pura-pura budek? Aku izin karena ini bakalan lama, kurasa kamu akan senang kalau aku tidak di rumah,” papar Cahaya. “Kalau aku tidak izinkan apakah kamu mau menurut, Aya?” “Kamu nggak ada hak untuk melarang aku ketemu Mama, Akarsana.” Panggilan yang tidak seharusnya keluar dari mulut remaja seusia Cahaya. “Aku tidak melarang, Cahaya. Kamu boleh bertemu, tapi tidak dengan menginap,” jelas Akarsana dengan kepala dingin. Masih terlalu dini untuknya mengeluarkan tanduk. Akarsana
Baca selengkapnya
13 : Pergi
Sampai tiba di kantor, Akarsana lekas turun terlebih dulu. “Terima kasih, Pak,” ucap Akar. Kendati, dia kesal tetapi ia tahu bagaimana caranya menghargai kebaikan orang lain.Namun, Tirtha hanya bungkam dan seolah tidak mendengar apa pun yang diucapkan oleh Akarsana. Gadis itu lantas merangsek ke dalam kantor dan membagi pesanan mereka, sekaligus memberikan uang kembalian. Tidak sedikit mereka yang memberikan uang kembalian itu pada Akar setelah tahu permasalahan atas keterlambatannya.“Kenapa lama banget?” sergah Cindy, dia juga sudah kelaparan karena menantikan makanannya tidak kunjung datang.“Sepedaku rewel.”“Terus gimana? Kamu ngojek?” Akar menggeleng.“Aku bareng Pak Tirtha. Nggak tahu beliau mau ke mana,” pungkas Akar sebelum Cindy bertanya lebih lanjut.“Pak Tirtha memang sejak tadi belum ke kantor, jadi kalian bareng gitu?” Akar mengangguk dengan wajah yang masih tampak lelah.“Tumbenan, Pak Bos baik,” celetuk Cindy yang langsung didengar oleh Tirtha.“Jadi maksudmu, biasany
Baca selengkapnya
14 : Permohonan
Dua manusia berbeda jenis itu berjalanan beriringan. Tirtha yang merasa kasihan dengan Akar sudah berinisiatif untuk membantu membawa tas jinjing milik wanita itu.“Sudalah, Pak! Lebih baik Bapak pergi, saja! Ngapain ikutin saya sampai rumah juga?” inilah jawaban, Akarsana. Dia menolak mentah-mentah. Dalam pikirannya jelas tahu kalau laki-laki sok baik itu senang dengan kondisinya sekarang.“Niatku baik. Mau minta maaf dan bantuin kamu,” jawab Tirtha dengan sikap semau-maunya.“Saya sudah maafin Bapak. Sekarang silakan Bapak pergi. Saya itu sedang pusing, jangan menambah beban dengan melihat Anda terus membuntuti saya terus. Motif bapak terselubung dan tidak jelas,” tukas Akarsana marah.Langkahnya ia percepat agar Tirtha tertinggal. Akan tetapi, kaki laki-laki yang lebih panjang dari Akarsana membuat langkahnya lebih lebar dari wanita itu.“Mau ke mana sekarang?”“Bukan urusan, Bapak!” sungut Akarsana.“Aku mau menawarkan bantuan. Ini serius.” Tirtha berhenti dan melipat tangan di de
Baca selengkapnya
Bab 15
“Akar! Enggak bawa makan lagi?” tanya salah satu karyawan yang menantikan makan siang dari Akarsana. Gadis itu menggeleng pelan. “Tidak, Bu. Maaf, saya belum sempat,” kilahnya. Sekaranglah semuanya terpikir, bagaimana dia akan memasak untuk jualan, jika kerjanya harus dobel-dobel. Akarsana suka bekerja, dia hobi memasak, tetapi jika harus melakukannya secara bersamaan, mungkin tubuhnya akan roboh. Belum lagi tekanan dari Tirtha yang terkadang membuat dia ketakutan saat melihat wajah sangarnya. “Oh— besok bawa, ya. Kita udah kangen masakan kamu. Harganya naik juga nggak apa-apa. Asalkan nggak lebih dari dua puluh ribu aja, sih,” tukasnya. Akarsana mengangguk tanpa kata, dia melayangkan senyum agar tidak terlihat tak acuh. Beberapa karyawan di lantai satu pun membenarkan penuturan wanita yang mengajak bicara Akarsana. Lebih baik makan buatan Akar ketimbang harus menunggu lama, dan makan dengan rasa pas-pasan hanya karena harganya murah. Akar kembali ke pantry, ia tidak ada kesempat
Baca selengkapnya
Bab 16
"Saya terkadang heran dengan Anda. Sebentar Anda mengejek, mengolok saya sampai tidak terpikir apakah ucapan Anda menyakiti saya atau tidak. Tapi, kemudian Anda terdengar seperti orang benar. Dalam artian, tulus dan sangat ingin membantu saya."Kepala Akarsana masih setia untuk menunduk. Tangannya sibuk meremas ujung baju bermotif bunga kecil dengan warna pink. "Beginilah, aku. Aku tidak bisa menahan diriku. Aku tidak bisa mengerem ucapanku. Jadi, aku harap kamu bisa terbiasa, Akar."Tirtha mematikan saluran televisi. Ia ingin fokus dengan obrolan, yang tengah berlangsung, dengan begini keduanya bisa saling tahu maksud dan tujuan masing-masing. Akarsana yang ikut karena harus membayar utang, sedangkan Tirtha hadir untuk membantu dan berbagai maksud lainnya. Laki-laki selalu punya banyak kedok. "Jadi, apakah Bapak izinkan saya untuk memakai dapur, Anda?" Lagi-lagi Akar menanyakan hal itu. Karena itulah tujuannya menemui pria tersebut. "Boleh. Sebelum itu, aku ingin kamu ceritakan d
Baca selengkapnya
Bab 17
Tepat jam tiga pagi, Akarsana sudah selesai dengan segala persiapannya. Entah jam berapa gadis itu memulai. Pastinya, Akar hanya tidur dua jam. Seperti kebiasaanya di rumah. Akar selalu menyisihkan sebagian masakan itu untuk sarapan anaknya. Namun, kali ini beda. Ia menyisihkan untuk sang bos. Gadis itu juga menyiapkan bekal untuk Tirtha. Ini sudah kesepakatan. Menurut Akar hal ini juga tidak membebaninya. Sudah diizinkan untuk tinggal dan memakai dapur itu, sudah sangat untung baginya. Akar membiarkan kotak-kotak itu terbuka agar dingin sempurna dan bisa bertahan lama. "Buset! Kamu nggak tidur?" Tirtha masih dengan wajah bantal menuju dapur. "Bapak. Mau dibuatkan kopi atau teh?""Teh tawar saja." Akarsana dengan cekatan membuat apa yang diinginkan oleh Tirtha. Sementara pria itu mendekati kulkas dan meneguk air langsung dari botol. "Kelihatan enak banget ini. Kamu pinter masak lho. Kenapa nggak buka warung aja pas nikah sama Ranu?""Buka warung juga butuh modal, Pak. Kami mana a
Baca selengkapnya
Bab 18
Suasana kantor sudah sunyi. Sementara, Akarsana masih duduk di pantry sendirian. Pak Adul juga sibuk berjaga di pos depan setelah mengambil jatah kopinya.Akarsana tidak tahu harus pulang dengan cara apa. Tololnya baterai ponselnya lenyap. Jika berjalan ke depan Akarsana harus mengerahkan tenaganya. Tidak ada tongkat yang bisa ia gunakan untuk berjalan."Mau nginep?" celetuk Tirtha. Sejak Akarsana bergabung di kantornya, Tirtha lebih sering pulang telat. Entah, rasa penasarannya begitu menggebu pada sosok polos, lugu, dan manis dengan kulit eksotis itu. Akar benar-benar produk lokal yang tidak gagal. Namun, kehidupannya sangat-sangat jauh dibawah kata gagal."Bukan urusan, Bapak, kan?""Heh! Jelas urusanku. Kamu kerja di rumahku. Ini jatahmu masak makan malam buatku. Enak saja bilang bukan urusanku. Aku memperkerjakan kamu biar hemat uang makan," sembur Tirtha. Ia berjalan mendekati di mana Akar duduk."Jangan mendekat, Pak!" cegah, Akarsana. Dia sungguh takut jika pria itu berbuat n
Baca selengkapnya
Bab 19
Setelah menyiapkan pakaian Akarsana di kamar mandi, pria itu lantas kembali keluar dan bersiap memboyong tubuh kurus gadis berambut sebahu itu."Bapak hanya mengambil kesempatan dalam kecelakaan yang aku alami kan?" tukas Akarsana."Pikiranku buruk sekali. Emang semua wanita harus banget aku embat gitu, maksudmu?" Akarsana terdiam. Keduanya tiba di kamar mandi. Tubuh Akar duduk di atas kloset. Tirtha mematung di bawah sorot lampu. Tubuhnya menjulang kian tinggi."Kenapa, Bapak masih di sana?""Lihat boleh nggak?"Akar meraih sabun yang ada di dekatnya dan bersiap untuk melemparnya ke arah pria itu, tetapi, Tirtha lekas keluar dengan tawa yang menyembur keluar.Akarsana menatap ke arah pintu. Dia tidak bisa mengunci pintu, dia juga tidak yakin jika Tirtha tidak mengintip. Dia mata keranjang, dia laki-laki dengan kelakuan bejat terbesar di dunia mana bisa dia anteng begitu saja? gumam Akar dalam batin.Ia mencoba bangkit, melompat sedikit dengan kaki sebelah kanan yang harus terlipat
Baca selengkapnya
Bab 20
Sejak pagi, gadis itu tidak melihat atasannya berniat keluar dari rumah. Bahkan crutch pun, Tirtha membelinya secara online. Pria itu hanya sibuk membaca koran, menatap layar laptop hampir lebih dari dua jam setelah itu sibuk menyimak berita di televisi."Ba— Bapak tidak pergi ke kantor?" tanya Akarsana penasaran. Dia tidak leluasa bertingkah jika ada pria itu di rumah.Seharusnya dia bisa berjalan kesana kemari dengan bantuan kruk itu, untuk belajar. Akan tetapi kehadiran Tirtha membuatnya canggung.Hingga yang ada Akarsana hanya duduk mematung, termenung di sisi Tirtha, karena pria itu selalu mengajaknya ke sana dan ke mari."Kenapa? Ada masalah?" tukasnya, sama sekali tidak menoleh dan sibuk mengunyah kacang telur dari toples. Sesekali melemparnya ke atas dan ia mendongak seraya membuka mulut dan masuklah biji kacang itu ke mulutnya."Tidak, Pak. Hanya saja saya— saya tidak enak berada di rumah bersama Anda. Maaf, Pak," seru Akarsana langsung meminta maaf, takut jika pria itu akan
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234
DMCA.com Protection Status