Semua Bab Prime Time Bersama Mas Polisi: Bab 31 - Bab 40
51 Bab
31. Ketegasan Demitrio.
"Jadi si Rio benar-benar menangkap Ishana, Ki?"Kiran menjauhkan ponsel dari telinga. Suara Alexa yang berteriak di telinganya, membuat pendengarannya berdengung. Saat ini ia sudah berada di rumah. IPTU Rahman telah mengantarnya pulang sekitar dua jam yang lalu. "Iya, Mbak. Saya juga tidak menyangka kalau Om Demit bisa bertindak setegas itu," ujar Kiran sambil menghempaskan pinggulnya ke sofa. Setelahnya ia meraih remote dan menyalakan televisi. Jam-jam seperti ini adalah waktunya menonton berita-berita terupdate di televisi. Kelamaan di rumah, Kiran takut intuisinya sebagai seorang jurnalis akan tumpul. "Saya tadi antara senang, kasihan sama lucu juga melihat Mbak Is digelandang Om Demit ke kantor polisi." Kiran nyengir membayangkan saat Demitrio menangkap Ishana tadi."Senang sudah pastilah. Melihat musuh kita kalah itu, level kepuasaannya tidak terkatakan. Lucu juga okelah. Itu bagian dari kepuasan. Cuma kasihannya ini lho. Nggak pada tempatnya, Ki.""Kasihan karena Mbak Is itu d
Baca selengkapnya
32. Petunjuk Baru.
Kiran menyapu lantai sambil memasang telinga baik-baik. Saat ini Marni tengah bertelepon ria dengan seseorang. Nada suaranya terdengar sangat antusias. "Tidak ada orang di sini kok, Bu. Ibu tidak perlu khawatir. Baiklah, sebentar saya ke kamar dulu." Marni membuka pintu kamar. Setelahnya ia melanjutkan pembicaraan dengan seseorang yang ia panggil dengan sebutan Ibu. Marni tidak sadar kalau pintu kamarnya tidak tertutup dengan sempurna. Sehingga Kiran bisa mendengarnya dengan cukup jelas dari balik pintu."Tenang, Bu. Saya bukan Rani ataupun Lisna yang gampang dikelabuhi oleh Pak Irman. Saya tidak senaif mereka."Berarti Marni tahu kalau Rani dan Lisna diperalat oleh Pak Irman.Kiran semakin merapatkan telinga ke pintu yang sedikit terbuka. "Pokoknya saya akan menjerat Pak Irman dengan segala daya dan pesona. Saya akan merebut semua yang seharusnya menjadi milik saya, dan Ibu harus membantu saya. Setelah puluhan tahun meninggalkan saya di panti asuhan, ini adalah saat yang tepat bagi
Baca selengkapnya
33. Tugas Dari Tuan Besar.
Kiran tengah menikmati makan siang saat ponselnya berbunyi. Andika meneleponnya. Jika Andika menghubunginya, pasti ada berita seru yang ingin ia bagikan. "Hallo, Dik. Ada berita seru apa hari ini?""Coba lihat stasiun televisi kita. Ada demo besar-besaran di Polda Metro Jaya."Polda Metro Jaya? Itu berarti tempat Demitrio bertugas."Mereka demo nuntut apa, Dik?" tanya Kiran penasaran. "Lo liat aja sendiri. Gue mau ngeliput." Ponsel pun dimatikan. Kiran membawa ponsel dan piringnya ke ruang tamu. Ia kemudian menghidupkan televisi. Tampak ratusan massa demonstran memenuhi jalan depan Polda Metro Jaya. Massa juga membawa berbagai poster dan mengepung kantor polisi. Mereka bermaksud menemui Irjenpol Suroto Hardiman selaku pimpinan Polda Metro Jaya. Massa menuding kalau kinerja kepolisian lamban dan tidak profesional. Massa menuntut agar kasus tewasnya Bu Yanti kembali diusut, karena mereka tidak percaya kalau Bu Yanti tewas bunuh diri. Selain itu massa dalam jumlah besar yang terdiri
Baca selengkapnya
34. Diintai Saat Bertugas.
Kiran melambaikan tangan tatkala melihat kehadiran Mega dan Arman di pintu masuk bandara. Ya, Bisma memberinya team Mega dan Arman. Mega yang memiliki nenek berkebangsaan Amerika Latin, mampu berbahasa Soanyol dengan baik. Demi profesionalitas, Kiran menerima teamnya dengan senang hati. Pun akhir-akhir ini sikap Mega dan Arman semakin membaik padanya. Kiran merasa tidak masalah bekerjasama dengan keduanya. Di punggung Mega dan Arman masing-masing menyandang sebuah tas ransel. Tas travel berukuran sedang ada di tangan mereka masing-masing. Bawaan keduanya sama persis dengannya. "Selamat pagi, semuanya," sapa Mega dan Arman sambil berjalan sembari menghampiri Kiran, yang berdiri bersisian dengan ibunya dan Demitrio. Mereka berdua telah melakukan check in online masing-masing sebelum ke bandara. Hanya tinggal melakukan Security Check Point 1 atau pemeriksaan Keamanan 1, check in bagasi, cek paspor imigrasi, dan SCP 2, untuk bisa duduk di ruang tunggu."Pagi," sahut Kiran, Cia dan Demit
Baca selengkapnya
35. Antara Hidup dan Mati.
"Cuacanya tidak bagus malam ini ya, Mbak?" Sembari berjalan menuju ruang tunggu, Kiran memandang titik-titik hujan di kaca di sepanjang jalan. Malam ini langit tampak kelam. Hujat lebat dibarengi angin bertiup kencang. Sesekali terlihat petir yang memecah gelapnya malam. Saat ini mereka tengah berjalan bersama penumpang lainnya menuju ruang tunggu keberangkatan ke Iquitos. Menurut jadwal yang ia baca di papan kedatangan, sekitar dua puluh menit lagi pesawat mereka akan berangkat."Iya, Ki. Gue sebenernya juga agak ngeri dengan cuaca yang ekstrim begini. Hujan lebat, angin kencang, petir, rasanya kok horor sekali ya?" Mega juga merasakan hal yang sama."Eh lo bawa apaan itu?" Mega melirik Kiran yang memasukkan bungkusan di dalam tas ransel."Ini biskuit dan permen kopi yang saya beli tadi, Mbak. Lumayan buat cemilan di perjalanan," kata Kiran seraya menarik resleting tas ranselnya. "Lo berdua nggak perlu paranoid begitu. Kalo memang penerbangan dianggap berbahaya, pihak maskapai past
Baca selengkapnya
36. Pejuangan di Hutan Hujan.
Jakarta, Indonesia.Kesibukan tampak di rumah keluarga Bima Sakti Raffardan di pagi buta. Ada enam unit mobil terparkir rapat di halaman rumah, selain dua mobil milik keluarga Raffardan sendiri. Enam unit mobil tamu tersebut masing-masing adalah milik sahabat-sahabat Bima sedari muda. Raven Artharwa Al Rasyid, Airlangga Putra Dewangga, Narendra Ajisaka Prahasta, Radja Halomoan Girsang dan Bayu Saputra. Bayu Saputra selain sahabat, juga merupakan adik iparnya. Bayu menikahi Intan, adik semata wayang Bima. Sementara satu unit mobil lagi adalah milik Demitrio Atmanegara. Demitrio datang bersama dengan kedua orang tuanya. Mereka semua datang untuk mensupport Bima dan Cia. Semalaman mereka tidak bisa memejamkan mata. Kabar bahwa pesawat yang ditumpangi Kiran dan rekan-rekan hilang kontak dengan petugas Air Traffic Controller atau ATC di Lima, membuat Bima dan Cia ketakutan. Belum lagi issue yang menyatakan bahwa kemungkinan pesawat dibajak, membuat kekhawatiran keluarga semakin menjadi-ja
Baca selengkapnya
37. Harapan Terakhir.
Kiran tidak tahu berapa lama ia tertidur. Yang pasti setelah terbangun ia merasa sangat kehausan. Matahari sudah tinggi. Terhuyung-huyung Kiran melanjutkan perjalanan. Kiran tahu ia harus berpacu dengan waktu. Jikalau sampai malam hari ia belum berhasil keluar dari hutan, ia akan kembali bermalam dengan segala bahayanya. Belum lagi luka-lukanya yang kemungkinan akan infeksi. Saat ini saja lukanya sudah berdenyut-denyut dan suhu tubuhnya memanas. Kiran mulai demam.Kiran memaksakan diri berjalan, hingga langkahnya terhenti tiba-tiba. Beberapa meter di hadapannya tampak patahan kabin dan deretan kursi pesawat. Kiran bergegas mendekat. Siapa tahu ada Mega dan Arman di sana. Saat tiba di deretan kursi pesawat, Kiran membeku. Sebagai seorang jurnalis, is sudah terbiasa melihat mayat dalam keadaan seburuk-buruknya. Namun kali ini tubuhnya bergetar hebat melihat pemandangan yang mengerikan di depan matanya. Ia melihat enam jenazah bergelimpangan di reruntuhan dengan posisi tubuh tidak wajar.
Baca selengkapnya
38. Selamat Datang Kembali!
Demitrio meremas-remas kedua tangannya. Saat ini sebagian korban kecelakaan Peruvian Airlines telah dibawa ke ruang autopsi. Segera bergiliran pihak keluarga dipanggil untuk proses identifikasi bagi jenazah yang masih utuh. Sedangkan yang hanya berupa potongan-potongan tubuh, akan diidentifikasi pihak rumah sakit terlebih dahulu baru diserahkan pada keluarga."Dios mio. No puedo creer esto!" (Tuhan, aku tidak percaya semua ini!)Sepasang suami istri paruh baya, keluar dari ruang otopsi dengan teriakan histeris. Demitrio menduga, kalau mereka mengenali jenazah yang baru saja ditemukan.Demitrio mendadak mual. Bayangan bahwa ia juga harus mengenali Kiran dalam bentuk jenazah, membuatnya berkeringat dingin.Semoga saja tidak ada Kiran di antara jenazah-jenazah itu. Aamiin.Demitrio memindai sekeliling. Para anggota keluarga korban yang lain, tampak sama nervousnya dengan dirinya. Ada yang menangis, berdoa, atau memandangi photo dalam ponsel. Wajah-wajah mereka memperlihatkan ketakutan se
Baca selengkapnya
39. Berselisih Pendapat.
"Jadi sudah pasti kalau tiga orang pembajak itu mantan anak buah kakaknya Tangguh ya, Om?" Demitrio berbisik pelan pada Om Bima. Kiran baru saja tertidur setelah menangis histeris saat mengetahui tewasnya Mega dan Arman. Kiran merasa bersalah karena hanya dirinya yang selamat di antara 157 penumpang yang menjadi korban. Untung saja Tante Cia yang sudah menyusul ke Lima, berhasil menenangkan Kiran."Iya, Yo. Tangguh bilang mereka bernama Felipe, Rudolfo dan Hector. Pada mulanya mereka bekerja pada Juan Lopez, paman Geraldo. Setelah Juan Lopez di penjara, mereka bekerja dengan Geraldo. Otomatis mereka pun jadi sering ikut Geraldo yang bolak-balik Mexico Jakarta. Karena Soraya, istri Geraldo berasal dari Jakarta. Lama-lama mereka jadi lumayan fasih berbahasa Indonesia. Tak disangka, ketiga orang ini malah diam-diam memasok Narkob* pada gembong tanah air. Makanya Geraldo memecat ketiganya dua tahun lalu.""Saya garis bawahi kata gembong tanah airnya. Karena itu artinya ada PR besar lagi
Baca selengkapnya
40. Bukti Baru.
Jakarta, Indonesia.Kiran menyusun bukti-bukti yang sudah ia dapatkan selama ini dalam sebuah file. Setelah pulang dari Lima kemarin, Kiran terus bekerja. Ia mengumpulkan bukti-bukti mulai dari tewasnya Bu Yanti, Lisna hingga Rani. Ia merangkum kejanggalan-kejanggalan kematian ketiganya dalam satu file. Dalam file lain, Kiran mengumpulkan bukti-bukti tentang kemungkinan terlibatnya Pak Irman dalam file terpisah. Dalam file itu Kiran menyimpan video pengacara Harry Soebarja di rumah Pak Irman. Hubungan tidak wajar antara Pak Irman dengan Marni dan juga orang dipanggil ibu oleh Marni. Kiran merangkum semuanya dengan detail.Kiran menghentikan pekerjaannya saat mendengar suara langkah-langkah kaki yang mendekat. Pasti mamanya yang datang. Kiran hapal irama kaki sang mama. Sejurus kemudian pintu kamar dibuka perlahan. Tebakannya benar. Mamanya sudah berdiri di ambang pintu."Ki, ada anak atasanmu di ruang tamu. Sana, temui dulu." Kata-kata sang Mama membuat Kinan refleks memindai jam dind
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
DMCA.com Protection Status