Semua Bab Dibimbing Jadi Istri Dosen Pembimbing: Bab 61 - Bab 70
110 Bab
61. Mega Vs Dinda
Arya menatap tajam pergelangan tangannya yang dicekal dengan sangat erat oleh Mega. "Tolong jauhkan tangan itu dari pergelangan tangan saya!" Kali ini, suara Arya berbeda dari sebelumnya. Sangat berbeda malah, dan itu membuat nyali Mega menciut seketika. "Saya ada perlu, dan itu tidak ada sangkut pautnya dengan siapapun." Arya memutar badannya, dan melihat ke tempat Dinda dan Mita berdiri. Namun sayang, kedua gadis itu sudah tidak lagi berada di tempatnya. "Sial!!" umpat Arya dengan sangat kesal. Ia, dengan langkah lebar hingga nyaris terlihat seperti hendak berlari. menuju area parkir mobil. Hati kecilnya menuntun untuk segera naik ke mobil. Arya turun dari tangga dengan terburu-buru. Dalam benaknya, Dinda sedang merajuk, dan sengaja menjauh atau menghindari dirinya. Kedua sudutnya menangkap gerakan mobil yang tergesa meninggalkan parkiran. Ketika Arya sadar siapa yang berada di dalam mobil sedan itu, ia terlambat. Mobil itu melaju dengan cepat. Di saat dirinya sedang berpikir un
Baca selengkapnya
62. Terlalu Malu Untuk Mengakui
Netra Mega melebar selebar-lebarnya. Pemandangan di depannya sangat menusuk jantung dan hatinya sekaligus. Entah apa yang dirasakan wanita itu. Geram, marah, jengkel, sebal, cemburu, kesal. Semua itu bergabung menjadi satu. Ia berdiri mematung melihat semuanya, menjadi saksi bisu cinta Arya kepada Dinda. Setelah Arya berbisik, Dinda tidak juga memahami ancaman sang dosen. Kepalanya memutar ke kiri, mencari keberadaan Mita, tapi sayang, gerakan itu justru membuatnya merasakan sensasi aneh yang baru pertama kali ini, ia dan Arya rasakan. Bedanya, Dinda tidak siap sedangkan Arya sudah siap sepenuhnya. Pria itu memang sudah merencanakan ini sejak Dinda dan Mita meninggalkannya sendiri bersama Mega. Yang semula hanya terjadi karena sapuan tak sengaja Dinda namun ditunggu Arya, kini berubah menjadi gerakan intens Arya. Sapuan ringan menjadi kecupan ringan. Kecupan ringan menjadi kecupan mendalam, sangat lama dan sedikit menuntut. Jangan tanyakan bagaimana perasaan Dinda kala itu. Gadis
Baca selengkapnya
63. Tidak Punya Cukup Waktu
Mita tiba lebih dulu di rumah Dinda. Ia memarkirkan mobil Arya di tempat biasanya ia memarkir mobilnya bila ia main ke rumah Dinda. Dani yang sedang duduk santai di sofa tamu langsung berdiri dari tempatnya. Suara mesin yang asing di telinganya, membuatnya keluar dari rumah."Mobil baru?" Dani menghampiri Mita, yang baru saja turun dari mobil.Mita menggelengkan kepalanya. "Bukanlah. Duit darimana beli mobil mehong begini.""Trus punya siapa? Calon kamu?""Calon apaan?""Ya calon suami-lah. Masa calon istri.""Calon suami gua mah bukan. Calon suami Dinda, baru betul.""Calon Dinda? Kamu udah ketemu dengan calon Dinda?" Dani terheran-heran. 'Apakah calon suami Dinda seorang mahasiswa yang juga belum lulus kuliah?'Mita mengangguk. Gadis itu duduk di kursi teras seraya melirik ke arah Dani. "Bang. Bagi minuman dong. Haus nih.""Kamu haus? Tuh di kolam airnya banyak. Ambil aja di sana. Gratis. Banyak vitamin lagi." Dani paling sebal dipanggil dengan panggilan bang. Ia merasa menjadi tu
Baca selengkapnya
64. Persiapkan Saja Dirimu
Arya benar-benar menunggu kedatangan Broto dan Sari. Ia memilih untuk menunggu di ruang tamu, sedangkan Dinda masuk ke dalam kamarnya untuk berganti pakaian. Keberadaan Arya akhirnya memancing Dani untuk keluar dari kamarnya. Setelah ia melihat adegan Dinda dan Arya yang berdiri begitu dekat, Dani merasa perlu untuk menginterogasi Arya lebih lanjut. Seingatnya, ia pernah bertemu dengan pria yang sedang berbicara begitu dekat dengan adik semata wayangnya itu. Dani melihat Arya saat ia menuruni anak tangga satu per satu. Pria tampan itu sedang sibuk dengan ponselnya. "Kita pernah bertemu sebelumnya?" Dani memilih untuk bersikap hati-hati. Takut salah menegur orang. Arya tersenyum lebar. Ia langsung berdiri. Meski dilihat dari usia, jelas Dani lebih muda darinya. Arya memilih untuk tetap menjaga sikapnya. Setidaknya ia dapat memberi contoh untuk selalu menjaga sikap dan sopan santun kepada siapa pun, tanpa melihat batasan usia. "Apa kabar?" Arya menyambut uluran tangan Dani, mesk
Baca selengkapnya
65. Meminta Dinda
Arya melepas penatnya sejenak setelah keluar dari mobilnya. Angin sepoi-sepoi yang datang, membuat dirinya mengantuk. Melirik jam di tangan kanannya, Arya bergegas bangkit dari duduknya. Ia memutuskan untuk merebahkan sejenak dirinya di atas kasur. Beragam emosi dari Dinda yang ia lihat seharian ini, membuatnya berpikir untuk mempercepat niatnya. Ia tahu jika gadis itu menyimpan rasa yang sama dengannya, tapi mungkin karena Dinda tipikal gadis yang tidak bisa menunjukkan perasaannya secara bebas seperti Mega, membuat Dinda bersikap seolah ia tidak memiliki perasaan apapun padanya. 'Mengapa sulit sekali membuatnya mengatakan kata itu? Atau ia terlalu malu untuk menunjukkan semua? Apa perlu diajarkan dan dibimbing dulu?' "Kusut banget wajahnya. Ada masalah apa?" Tiba-tiba Fahri masuk ke kamar Arya. Pria yang baru saja tiba dari luar kota itu, ikut berbaring di atas kasur Arya. Keduanya melihat ke langit-langit kamar yang sama. Arya tidak menjawab. Ia tidak tahu harus dimulai darima
Baca selengkapnya
66. Tergantung Dinda
"Meminta Dinda?" Broto mengetukkan telunjuknya di ujung sofa yang ia duduki. " Mama mana?" Dinda sedikit terkejut mendengar pertanyaan Broto. Ia masih terpaku pada perkataan Arya barusan."Eh-Anu, Pa. Itu-Mama sedang keluar sebentar." "Hmmm." Menghadapi Broto yang seperti ini, membuat nyali Arya sempat menciut. Ia baru merasakan wibawa seorang bapak ketika putrinya dilamar seseorang. "Kita tunggu Mama Dinda dulu, meski sebenarnya yang paling berhak memberi jawaban di sini adalah Dinda sendiri." Kepala Dinda semakin menunduk. Rasa panas dan malu mulai merayapi wajahnya. Ia tidak tahu harus menjawab apa jika diminta menjawab permintaan Arya atas dirinya. "Apakah kamu sudah tahu semua sikap buruk Dinda?" Arya terus terang menggeleng. "Hanya tahu beberapa saja, Om. Karena saya belum begitu lama mengenal Dinda." Broto menatap heran Arya." Baru mengenal sebentar tapi sudah berani datang kemari untuk melamar? Apa yang membuatmu melakukan ini semua? Kalau bahasa orang tua, kamu termasu
Baca selengkapnya
67. Honeymoon
Dinda masih berdiri mematung di balkon kamarnya. Semilir angin malam membelai lembut rambutnya yang tadi sore baru saja ia cuci dengan shampo beraroma mawar. Berulang kali ia menghela napas. Hatinya kini galau tapi bukan lagi karena masalah sidang skripsi, melainkan karena pinangan Arya tadi. Pikirannya melanglang buana. Ia tahu jika nanti dirinya tidak akan dapat menikmati hidup enak setelah menikah jika ia mengikuti Arya ke luar negeri. Itu akan sangat berat baginya. Terlebih lagi, selama ini Dinda belum pernah sehari pun jauh dari Sari. Dinda dan keluarganya lebih sering berjalan-jalan, menghabiskan waktu bersama. Kalau pun Broto ingin berlibur, ia pasti mengajak keluarga kecilnya, dan itu sudah menjadi kebiasaan keluarga Broto yang akhirnya menular pada putra-putrinya. Dinda merasa tidak nyaman jika ia harus pergi tanpa keluarganya, terlebih lagi tanpa Sari dan Broto. Ia akan merasa sangat kehilangan. Alasan lain adalah, bahwa ia belum benar-benar mengenal Arya. Ia takut. Ba
Baca selengkapnya
68. Biarkan Seperti Ini
"Honeymoon?" ucap Dinda setengah berbisik. "Kenapa bisa honeymoon?" "Bukankah saya sudah mengatakannya kemarin? Besok mama dan papa datang ke rumah kamu. Setelah lamaran resmi besok, minggu depan kita nikah. "Eh, begitu?" "Begitu. Dan hari ini kamu harus menemani saya ujian S-2." Dinda lupa, jika dirinya belum tahu alasan Arya mengajaknya pergi hari ini. Ia pikir mereka akan berkonsultasi di hari-hari terakhir sebelum sidang skripsi digelar. Ia tidak tahu jika hari ini, pria idamannya akan bertarung memperebutkan satu tiket beasiswa S2 ke luar negeri. Belum hilang rasa kaget Dinda, Arya kembali mengatakan hal yang membuat jantungnya jempalitan. "Saya ingin kamu menjadi saksi perjuangan saya dan menjadi yang pertama tahu hasil ujian itu." Dinda melayang saat itu juga, mendengar ucapan Arya. Ia merasa tersanjung. Kalimat Arya terdengar begitu manis di telinganya. Ia lantas terkekeh sendiri. "Jangan becanda deh, Pak Arya. Mentang-mentang saya lugu begini, ngegombal terus bicara
Baca selengkapnya
69. Lamaran
"Bagaimana kalau nanti saya ketagihan?" Dinda berteriak sekeras-kerasnya di atas bantal tidurnya. Kegilaan apa yang sudah merasuki otaknya hingga menggerakkan bibirnya, mengucap kata yang membuatnya harus merasakan kecupan Arya untuk kesekian kalinya hari itu. Setelah mendengar pengakuan Dinda yang tidak direncanakan gadis itu, Arya kembali menghadiahi Dinda sebuah ciuman yang tidak ringan. Ciuman yang lebih berat dari sebelumnya, karena dilakukan Arya dengan sepenuh hati. Pria itu mencurahkan semua perasaannya saat itu, dan berhasil membuat Dinda hanyut meski sesaat. Jika bukan karena telpon dari Mita, mungkin saja mereka masih bertukar saliva selama lima menit lamanya. "See. Baru begini saja kamu sudah ketagihan. Belum yang lainnya." Arya begitu percaya diri menjauhkan wajahnya dari Dinda. Wajah Arya begitu bahagia. Setidaknya, keraguan yang sempat membayanginya sirna sudah. Ia sudah mendapat jawaban Dinda, dan baginya, itu sangat berharga. Dinda mati kutu. Kejujuran yang tida
Baca selengkapnya
70. Mega atau Mona?
"Siapa dia?" "Dia ... Kakak iparmu. Sekarang sedang patah hati. Ia sedang mencari calon istri pengganti." "Hah?" Dinda tidak paham dengan apa yang dikatakan Arya barusan. Arya menghela napasnya. "Sebenarnya, .... " "Din!" Mita memanggil Dinda, menyela ucapan Arya yang belum selesai. Mita sekarang di depan meja yang masih penuh dengan aneka makanan. Dinda menoleh ke arah Mita dan Fahri. Dinda secara tidak sengaja justru terus menatap wajah Fahri. Ada sesuatu yang menggelitiknya saat melihat senyum yang mengembang di wajah Fahri. Tatapan Fahri pun menurutnya sedikit aneh. Ada sesuatu yang berbicara di sana. "Mau makan?" Dinda buru-buru mengalihkan pandangannya dari Fahri ketika pria itu mengedipkan mata sebelah kanannya ke Dinda. "Ayo. Katering yang dipilih mama keliatannya baru. Perlu kita coba." Arya berjalan sembari menggenggam tangan Dinda. Kini, ia jadi lebih leluasa menunjukkan perasaannya terhadap Dinda. Fahri terus menempel Mita yang juga terus menempel Dinda. Mita
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
56789
...
11
DMCA.com Protection Status