All Chapters of Pendekar Kera Sakti: Chapter 61 - Chapter 70
218 Chapters
61. Pedang Naga Kresna dicuri
"Ha ha ha...!" tertawa bergelak Sastrawan Berbudi. "Kau tetap saja tak berubah, Sahabat. Sungguh aku benar-benar kagum kepadamu. Kau sangat pandai merendah. Ha ha ha.... Tahukah kau, Sahabat, sikap merendah itu justru membuat diriku merasa semakin kecil dan tak ada apa-apanya bila dibanding dengan dirimu?.”“Benar! Benar apa yang dikatakan Sastrawan Berbudi," sahut Pendeta Tasbih Terbang. "Aku pun merasa kecil dan tak berarti sama sekali. Sungguh kau memang patut dipuji dan disanjung, Sahabatku Ksatria Seribu Syair. Kau memiliki jiwa besar. Aku tahu riwayat hidupmu. Kau difitnah orang. Kau diburu orang. Namun, kau tetap tabah dan tak mendendam kepada siapa pun....""Ya! Ya!" potong Ksatria Seribu Syair, cepat."Aku telah melupakan perjalanan hidupku di masa muda. Kau tak perlu mengungkit-ungkit lagi, Sahabatku Pendeta Tasbih Terbang...."Melihat air muka Ksatria Seribu Syair yang berubah kelam, Pendeta Tasbih Terbang sedikit kaget. Si pendeta
Read more
62. Baraka tersesat
"Maafkan aku. Aku harus pergi," ujar Ksatria Seribu Syair seraya berkelebat pergi. Cepat sekali gerakan bekas putra mahkota itu. Dia seakan sosok hantu yang dapat menghilang. Sementara, Sastrawan Berbudi dan Pendeta Tasbih Terbang terlihat saling pandang lagi. Mereka mengangkat bahu bersama-sama."Dia kenapa?" tanya Sastrawan Berbudi kemudian,"Aku tak tahu," jawab Pendeta Tasbih Terbang."Tersinggungkah dia?""Kukira tidak.""Lalu?""Barangkali dia teringat pada keponakannya yang hilang ketika masih kecil.""Bukankah keponakannya itu telah lama mati bersama kedua orangtuanya di tangan Wasesa?""Ya. Tapi ku dengar keponakannya itu berhasil lolos.""Mungkinkah Baraka adalah keponakannya?" Pendeta Tasbih Terbang tak menjawab. Dia cuma menarik napas panjang. Sementara, hari telah bergeser ke waktu petang. Keadaan jadi remang-remang."Kita tinggalkan tempat ini," cetus Pendeta Tasbih Terbang. Sastrawan Berbudi mengang
Read more
63. Katak Wasiat Dewa
Si gadis berpakaian bangsawan tersenyum manis. Dia lemparkan kerlingan yang penuh makna."Hmm... jadi benar, kau yang berjuluk Pendekar Kera Sakti...," desis gadis berpakaian bangsawan. "Bila kau ingin tahu namaku, panggil saja Kenanga.""Kenanga?" Bibir Baraka bergetar mengucap nama itu. Sebuah nama yang sama artinya dengan nama salah satu bunga. Kenanga! Kontan Baraka teringat lagi pada sosok Kemuning. “Kemuning juga nama bunga. Apa hubungannya Kemuning dengan Kenanga. Atau, hanya suatu kebetulan bila mereka mempunyai nama yang sama-sama memakai nama bunga"Tanpa sadar, Baraka tersurut mundur selangkah lagi. Kenanga mengerjapkan matanya beberapa kali. Lalu, kakinya melangkah untuk mendekati Baraka. Namun mendadak... tubuh si gadis terhuyung dan hendak jatuh terjerembab!Baraka terkejut. Cepat dia bentangkan kedua tangannya untuk menyambut tubuh Kenanga yang hendak jatuh ke arahnya."Eh! Eh! Kau kenapa?" seru Baraka dengan tangan melingkar d
Read more
64. Mahisa Birawa, Iblis Seribu Wajah
Terlalu banyak tanda tanya yang menggeluti benak Baraka. Hingga sampai beberapa lama, Baraka Cuma dapat berdiri termenung tanpa menyampaikan keputusannya. Baraka baru tersadar manakala Kenanga menepuk bahunya."Kau terlalu lama berpikir! Aku jadi tak sabaran lagi!" Di ujung kalimatnya, Kenanga menjejak tanah. Cepat sekali tubuhnya berkelebat."Hei! Tunggu!" cegah Baraka, berteriak keras sekali. Tapi, tubuh Kenanga telah hilang menyatu dengan kegelapan malam. Tinggallah Baraka merutuk dan menyesali kebodohannya sendiri -o0o-Penyesalan selalu datang terlambat. Baraka merasakan kebenaran ungkapan itu. Tidakkah lebih baik mengejar Kenanga. Kalau mungkin, malah memaksa gadis itu untuk mengatakan di mana letak Lembah Dewa-Dewi! Bukankah Lembah Dewa-Dewi mempunyai komplotan yang telah terbukti melakukan serangkaian pembunuhan kejam."Astaga!" seru Baraka tiba-tiba, mengarahkan pandangan ke arah hilangnya sosok Kenanga. "Aku dapat mengenali
Read more
65. Cermin Terawang Tempat Lewati Masa
"Cermin ini bernama 'Terawang Tempat Lewati Masa'!" seru Mahisa Birawa lagi. "Lihatlah baik-baik! Kau akan segera tahu apa yang tengah terjadi pada Kemuning!" Usai berkata, Mahisa Birawa menyipitkan kelopak matanya. Sebentar kemudian, dari mulut lelaki tua berwajah pemuda ini keluar suara ceracau tak karuan, mirip sekelompok lebah yang sedang mengamuk.Namun, Baraka bisa menduga bila Mahisa Birawa sedang merapal mantra guna mengeluarkan salah satu ilmu kesaktiannya. "Jahanam itu, sedang merapal mantra, tapi aku tak tahu apa yang akan dilakukannya...," desah Baraka."Aku harus siap siaga...." Terbawa perasaan tegang, Baraka mengalirkan kekuatan tenaga dalam Ilmu Angin Es dan Api ke berbagai tempat penting di tubuhnya. Sementara Mahisa Birawa merapal mantra, perlahan sinar mentari pagi mulai menyembur di ufuk timur. Cahaya Jingga mengusir kegelapan. Mahisa Birawa melebarkan kelopak matanya. Dia tersenyum mengejek ketika tahu Baraka mengeluarkan ilmu pelindung.
Read more
66. Sandi Keselamatan
Namun, sosok Kemuning yang telah mencuri hatinya sanggup mengalahkan kekhawatiran Baraka terhadap kesesatan Mahisa Birawa. Baraka harus dapat menyelamatkan Kemuning! Apalagi, di benak Baraka terbayang peristiwa manis yang pernah dilaluinya bersama Kemuning. Beberapa hari yang lalu, di tengah malam, Baraka pernah merasakan ciuman dan dekapan Kemuning. Dan, hal itu membuat Baraka mengambil keputusan bahwa nyawa Kemuning lebih berharga dari Katak Wasiat Dewa!"Baik! Aku menuruti apa syaratmu!" ujar Baraka kemudian. "Katak Wasiat Dewa akan kuberikan kepadamu, tapi beritahukan lebih dulu di mana letak Lembah Dewa-Dewi!""Kau lemparkan benda di tanganmu itu kepadaku, baru nanti kukatakan tempat Kemuning berada...," tawar Mahisa Birawa."Jahanam! Kau hendak berlaku culas lagi!""Tidak! Aku tak akan mempermainkan mu. Aku benar-benar akan mengatakan di mana letak Lembah Dewa-Dewi kalau Katak Wasiat Dewa telah berada di tanganku!"
Read more
67. Menembus Laut Bernapas Dalam air
"Hei! Siapa kau?" teriak Baraka. Tapi, si pengejar Mahisa Birawa yang sebenarnya adalah lelaki bertopeng baja putih, tak menghiraukan teriakan Baraka, Namun, lamat-lamat Baraka mendengar sebuah bisikan yang disampaikan dengan ilmu pengirim suara jarak jauh."Suatu saat nanti, aku pasti akan menemuimu. Ada banyak hal yang ingin kuketahui tentang jati dirimu. Namun, agar kau tak penasaran, kau bisa mengingat ku dengan sebutan Ksatria Topeng Putih."Mendengar bisikan itu, untuk beberapa lama Baraka terpaku di tempatnya. "Ksatria Topeng Putih....Ksatria Topeng Putih...," desisnya. "Siapa dia? Apakah dia berada di pihakku. Hmmm.... Siapa pun dia, yang pasti dia mempunyai urusan dengan Mahisa Birawa. Mudah-mudahan dia bisa menyelamatkan Katak Wasiat Dewa agar tidak disalahgunakan oleh Mahisa Birawa...."Baraka menatap sang mentari yang telah naik sejengkal dari garis cakrawala timur. Teringat akan persoalan pelik yang dihadapinya, Jalan pikirannya jadi buntu
Read more
68. Batu mustika
"Batu mustika?" ujar Baraka, semakin tak mengerti. "Aku tidak membawa batu mustika! Aku memegangi perutku karena aku merasa lapar....""Jahanam!" geram Iblis Perenggut Roh. "Kau pasti menyimpan batu mustika 'Menembus Laut Bernapas Dalam Air' karena kau terus menyebut-nyebut nama batu milik Raja Penyasar Sukma itu!"Mendengar tuduhan Dua Iblis dari Gunung Batur yang datang silih berganti, lama-kelamaan Baraka jadi tahu duduk persoalannya. "Hmmm.... Aku tahu sekarang...," katanya dalam hati. "Kedua kakek itu menyangka aku membawa sebuah batu mustika bernama 'Menembus Laut Bernapas Dalam Air' milik seseorang yang berjuluk Raja Penyasar Sukma. Jadi..., kiranya kata sandi dari Mahisa Birawa itu berupa nama sebuah batu mustika...."Mendadak, Baraka bersorak girang. Setitik jalan terang untuk memecahkan sandi 'Menembus Laut Bernapas Dalam Air' sudah dapat ditemukannya tanpa sengaja."Terima kasih, Kek.... Terima kasih, Kek...," ujar Baraka seraya membungkuk horm
Read more
69. Gamabunta
"Mahisa Birawa keparat...!" dengus Ksatria Topeng Putih."Ha ha ha...!" tawa gelak pemuda berpakaian serba merah yang memang Mahisa Birawa atau Iblis Seribu Wajah. "Bentuk tubuhmu bagus, bahan pakaianmu pun cukup enak dipandang mata, tapi aku tak tahu kenapa wajahmu kau tutup dengan topeng. Siapa kau? Apa hubunganmu dengan pemuda bernama Pendekar Kera Sakti itu? Kenapa kau mengejarku?"Mahisa Birawa mengeluarkan rentetan kalimat panjang. Telapak tangan kanannya tak henti mengelus katak raksasa yang tengah didudukinya. Sementara, satwa setinggi sepuluh tombak lebih itu senantiasa membuka mulut. Lidahnya yang berwarna merah berkilat tampak melelet-lelet."Aku mengejarmu karena ada banyak urusan yang harus kuselesaikan denganmu!" seru Ksatria Topeng Putih."Kau belum sepenuhnya menjawab pertanyaanku, Lelaki Bertopeng!" sahut Iblis Seribu Wajah. "Siapa kau? Apa hubunganmu dengan Pendekar Kera Sakti, sehingga kau bersusah payah mengejarku sampai ke Bukit Prata
Read more
70. Ksatria Topeng Putih vs Gamabunta
"Aku belum kalah!" seru Ksatria Topeng Putih lagi bibirnya tetap tak bergerak."Hmmm.... Kau memang keras kepala, Ksatria Se....""Aku belum kalah!" Ksatria Topeng Putih berseru kembali, memotong kalimat Mahisa Birawa."Aku tak mau membuang tenaga percuma! Membunuh orang yang sudah luka parah sepertimu, aku tak memperoleh keuntungan apa-apa!" ujar Iblis Seribu Wajah, jumawa. "Untuk meladeni kekerasan kepalamu, kau hadapi saja Lidah Maut satwa tunggangan ku ini!" Usai berkata, Iblis Seribu Wajah menepuk leher Gamabunta."Khrokkk...! Khrokkk...!"Katak raksasa berkulit kasar seperti tonjolan batu itu membuka mulutnya lebar-lebar. Timbul tiupan angin kencang. Beberapa bongkah batu besar jatuh menggelinding ke kaki bukit. Sementara, gumpalan tanah bercampur kerikil dan patahan ranting pohon jati tampak beterbangan hendak menghajar tubuh Ksatria Topeng Putih!"Aku belum kalah!"Ksatria Topeng Putih mengulang lagi kalimatnya. Dia tak berbua
Read more
PREV
1
...
56789
...
22
DMCA.com Protection Status