All Chapters of Rahim 200 Juta sang Tuan Muda: Chapter 11 - Chapter 20
37 Chapters
Bab 11
Deg! Suara bariton dari pria di sampingnya itu terdengar memekakkan telinga. Seorang pria yang berani mengancam orang lain dengan kehilangan pekerjaannya? "Sombong sekali anak tunggal Pak Zahari ini, ayo kita pergi saja!" celetuk salah satu wanita pengunjung rumah sakit itu. "Mas, tidak perlu berlebihan seperti itu, lagian ...." Andrean tidak mendengarkan ucapan Melody, ia menggandeng tangan Melody ke receptionis. "Selamat pagi, apa ada yang bisa saya bantu?" tanya wanita cantik bernama Angel itu. Na yang cantik tertera pada sisi kanan dadanya "Aku ingin tes dan konsultasi tentang program hamil dengan dokter. Apa ada dokter yang bisa pagi ini?" Andrean mulai memasang wajah masamnya lagi, di hadapannya resepsionis itu mulai mengulas senyum tipis. "Ada, Tuan. Silakan Anda menunggu antrian terlebih dahulu," ucap ramah Angel pada Andrean. "Aku tidak bisa menunggu, tolong berikan aku pada dokter VVIP yang ada di sini. Katakan saja Andrean putra Zahari yang ingin berkonsultasi!" uj
Read more
Bab 12
"Hah? Mel, kamu ...?" Dasya masih menerka-nerka apa yang ia dengar. Apa telinganya yang salah atau memang Melody yang salah dengan kalimatnya? "Hahaha, serius banget, neng! Aku hanya bercanda ... Emm, tadi pagi aku mendengar orang membahas program hamil. Aku jadi penasaran itu seperti apa?" Melody terkekeh dengan ekspresi sahabatnya yang sangat lucu.Meskipun ia berbohong pada Dasya, itu sudah menjadi hal yang lebih baik. "Aku hampir serangan jantung kamu bilang bercanda?" tegur Dasya dengan raut wajah yang terlihat menyimpan emosinya mendalam. "Mel, sumpah ya! Aku gak suka kamu bercanda tentang hal seperti ini! Bayangkan saja secara tiba-tiba kamu sudah menikah dengan seseorang lalu ... Aku Sabahat karibmu ini tidak tahu?" Gadis cantik di depan Melody itus udah menggerutu tanpa henti. "Memangnya kenapa kalau aku tiba-tiba sudah dipinang oleh seorang pria? Harusnya kamu senang!" seru Melody antusias. "Apa kau gila?!" Suara Dasya yang menggelegar cempreng itu menyita perhatian ba
Read more
Bab 13
"Mel!" panggil Dasya. Ia mengoyak tubuh Melody dengan kuat, namun gadis itu masih sibuk dengan lamunanya yang entah ke mana. "Mel! Ayo balik ke bilik kerja," ajak Dasya dengan memaksa. Tangan kanannya sudah bersiap menarik tubuh Melody sekuat tenaga. "Apa sih, Sya!" serunya dengan ketus. "Belum balik kah kesadaranmu itu? Ati-ati loh kesambet," hardik Dasya keras. Alih-alih menanggapi Dasya, Melody kini berjalan mendahului sahabatnya. Langkahnya terburu-buru yang secara tiba-tiba terhenti. "Kita udah jam masuk 'kan?" tanya singkatnya dengan kikuk. "Udah, makanya kalau ada orang ngomong itu di denger. Ngelamun terus kaya gak ada kerjaan!" Dasya menggerutu sepanjang langkahnya ke bilik kerja. Sebagai seorang penjahit yang memiliki sifat individualis, berbeda dengan ke duanya yang selalu membutuhkan satu sama lain. "Kamu tau, Sya! Sotonya tadi keasinan seperti kisah cintamu," ledek Melody dengan berlari kebirit-birit. "Awas ya! Masih mending keasinan, dari pada kisah cintamu any
Read more
Bab 14
Melody terdiam mendengar pertanyaan Andrean, Tidak ada yang salah. Melody sejenak berpikir, siapa yang akan mencintainya dengan sangat dalam nantinya? Setelah tahu ia sudah pernah menikah siri dengan Andrean. "Memang benar, tapi terkadang setelah menikah perasaan seorang laki-laki itu akan berubah 'kan, Mas. Ini kata beberapa orang sih, aku tidak tahu menahu soal itu," jelas Melody dengan penuh ragu. "Lalu, apa yang membuatmu terdiam?" tanya Andrean secara tiba-tiba. "Aku bertanya-tanya siapa yang akan jatuh cinta padaku ...," ucap Melody dengan tatapan penuh kesenduan. "Oh ... Ya, nanti pasti ada, Mel." Singkat padat dan jelas, Andrean tidak merespon ucapan Melody dengan jelas. Hanya sebuah kalimat penenang. CIT! Setelah beberapa menit perjalanan dari butik ke bandara. Tibalah Melody pada bandara internasional terbesar di kota J."Wah, sangat besar ya, Mas," ucap Melody dengan mata yang takjub. Ini pertama kalinya ia menginjakkan kaki di bandara. "Ayo!" seru Andrean dengan me
Read more
Bab 15
Melody kini melipat wajahnya, harapannya langsung pupus begitu saja. Hanya senyum yang bisa ia ulas sebagai jawaban pada Andrean. "Nanti setelah pekerjaanku selesai, kita ke pantai terdekat untuk melihat senja," ucap Andrean lembut. "Mas suami serius?" Melody langsung antusias mendengar ucapan Andrean. Pria di hadapannya hanya menganggukkan kepalanya, setelah itu ia melenggang pergi. Membawa sebuah mobil itu sendiri tanpa sopir. "Mas suami, hati-hati ya!" seru Melody keras. Sepeninggalan Andrean, Melody hanya membaringkan tubuhnya di ranjang. Sampai bosan ia hanya diam tanpa ada kegiatan. "Oh ya, aku bisa memanggil Juminah untuk membuatkan makanan," gumam Melody lirih, ia berjalan meninggalkan kamar dengan riang. "Bu Jum!" serunya lirih. Sayup-sayup wanita paruh baya itu datang menemui Melody, dengan penuh semangat ia mengulas senyum. "Saya, Nona. Apa ada yang bisa saya bantu?" tanya Juminah lembut. "Bu Jum, biasa masak apa saja? Aku sangat lapar sekarang," keluh Melody. "N
Read more
Bab 16
Malam itu berakhir dengan permainan panas ke duanya, kini dekapan hangat Andrean mampu membuat Melody terlelap hingga pagi tiba. Sinar mentari yang pagi itu sudah muncul, membuat sepasang kekasih itu terbangun. "Hoaammm, aku masih sangat mengantuk," keluh Melody dengan menguap. Matanya menatap ke sampingnya, pria yang masih terlelap dengan mata yang tertutup rapat. "Mas, bangun sudah jam 8 pagi, apa hari ini kamu ada kerjaan di luar?" bisik Melody lirih hingga pria itu menggeliat. "Hm ... Aku tidak ada pekerjaan hari ini, eh ... Nanti sore aku harus menemui seseorang," jawabnya. "Mel, kamu baik-baik saja 'kan?" tanya Andrean dengan mata yang masih terpejam. "Aku baik-baik saja, Mas. Kalau mas suami gak ada agenda hari ini, bisa temani aku ke pantai ... Tetapi, kalau mas tidak berkenan aku bisa berangkat sendiri," pungkasnya. Melody menghela nafasnya gusar, tidak ada jawaban dari Andrean. Ia harus mengurungkan niatnya untuk pergi ke pantai. "Ya sudah kalau mas suami tidak mau,
Read more
Bab 17
Lagi-lagi Melody dibuat melayang setinggi langit, kali ini ia tidak ingin berharap banyak pada Andrean. Setelah beberapa kali ia merasa dikecewakan. "Sudah ... Ayo kita berangkat ke pantai saja," Melody mengalihkan perhatian pria itu. Ke duanya memasuki mobil Pajero hitam yang sudah disewa Andrean. Sepanjang perjalanan Melody hanya menikmati pemandangan sekitar. "Mel," panggil lirih Andrean. Dengan menolehkan sedikit kepalanya, ia mampu melihat sosok Andrean dengan jelas. Betapa terkejutnya ia saat melihat tangan kiri Andrean menggenggam erat tangannya. "M ... Mas," pelan, suara itu memecah keheningan. "Ada apa, Mel?" Andrean sempat melirik ke arah Melody, wanita di sampingnya itu salah tingkah. "Ti-tidak apa-apa. I-ini tangan ...," Ia tidak mampu melanjutkan ucapannya. Lembut kecupan melayang pada punggung tangan Melody. Matanya membuka lebar hingga pria di hadapannya terlihat kaget. "Mel, aku pertama kali membawa wanita ke villa itu," ucapnya lirih. Deg! Ucapan Juminah b
Read more
Bab 18
Melody terperanjat mendengar suara Andrean, beberapa waktu lalu ia masih sibuk dengan isi kepalanya. "Aku?" beo Melody dengan menatap Andrean penuh tanya. "Kamu baik-baik saja, Mel? Beberapa kali kamu senyum-senyum sendiri, aku khawatir kamu kesambet," jelas Andrean dengan raut wajah cemas yang tercetak. "Aku baik-baik saja, Mas. Kita pulang saja yuk, sudah sangat panas seperti ini," ajaknya sekali lagi. Pria yang kini duduk di samping Melody hanya mengangguk setuju. Terik matahari di kota B memang sangat panas. Pelan langkah Melody beriringan dengan Andrean. 'Jika aku diberi kesempatan untuk lebih lama bersamamu di sini. Aku enggan pulang ke kota tempat kita lahir, Mas! Sikapmu bahkan tata cara bicaramu lebih bisa aku terima, namun, apakah kenyataannya akan seperti itu juga?' gumam Melody dalam batinnya. Selama di kota B, Melody merasa cinta Andrean hanya untuknya. Hal-hal kecil yang menunjukkan pria itu memiliki love language act of service. "Silakan masuk, Nona muda," ucap A
Read more
Bab 19
Andrean terdiam tanpa menjawab pertanyaan Anjela, ia hanya ingin memberikan kabar dengan gembira."Andrean, maksudmu apa menetap di sana? Aduh ..., Nak!" gerutu Anjela membuat Andrean terdiam. "Nanti ibu pasti tahu jawabannya setelah aku menjelaskan berita baik, dengarkan aku terlebih dahulu!" tegas Andrean dengan menekankan kata dengar."Baiklah, apa kabar baiknya?" tanya Anjela sudah kepalang kepo. "M ... Melody mengandung anakku, Bu," Andrean sempat tergagap karena gugup. Tidak ada respon dari ibunya di seberang, kini ingin sekali Andrean menutup telepon itu secara paksa. Namun, tidak mungkin ia mengakhiri percakapan begitu saja. "Andre, apa kamu tidak bohong kali ini? I-ini bukan hanya kalimat penenang saat ibu ingin memiliki cucu 'kan?" todong tanya Anjela dengan tegas. "Aku serius, Ibu. Mana mungkin aku berbohong tentang ini," tutur Andrean lirih. "Ayah ...!" teriakan Anjela yang memekakkan telinga Andrean. "Bu, teleponnya aku tutup ya, Melody bangun," pungkas Andrean. S
Read more
Bab 20
Melody terperanjat saat mendapati sebuah pesan dari Nadea. Begitu kasar dan kata yang ia ucapkan seolah doa buruk untuk dirinya. Tanpa sengaja air mata itu luruh membasahi pipinya. "Apa aku memiliki kesalahan padamu, Nona Nadea?" tanya Melody dengan menggenggam erat ponsel di tangannya. Isak tangisnya semakin menjadi saat isi pesan itu terngiang-ngiang di kepalanya. Begitu buruk penilaian Nadea pada Melody, sampai ia mengatakan kalimat itu di sebuah pesan. "Arghhh!"pekiknya seorang diri. Tok tok tok! "Nona, ada apa?" suara Juminah sayup-sayup terdengar di telinga Melody. "Jum ... Aku tidak apa-apa," jawab Melody dengan berbohong. Susah payah ia menahan tangisnya agar tidak terdengar sampai luar kamar. Hingga sebuah notifikasi telepon masuk ada pada ponselnya. "Halo, Ibu mertua," sapa Melody dengan suara sendu. "Mel, selamat ya. Ibu turut senang dengan kabar baik dari Andre, jaga dirimu baik-baik di sana. Kamu sudah makan, Mel?" ucap Anjela dengan lembut dan penuh kasih. "Sud
Read more
PREV
1234
DMCA.com Protection Status