All Chapters of Setelah Hujan Bulan Desember: Chapter 61 - Chapter 69
69 Chapters
Pesta Rakyat
Setelah melihat kedua cucunya tenang. Bu Mei pergi dari kamar mereka. “Mamak masak dulu!” ujarnya segera pergi. Setelah percaya kalau anaknya baru saja mie belepot.“Mak masak lebih. Ayah dan pelayan sudah di Kuala Namu!” pinta Mahra.“Oh , sudah di Kuala Namu? Kok telat kali bilang Mamak nggak belanja tadi!” Bu Mei tercekat.“Nggak apa Mak! Mereka bertujuh sama ayah! Nggak usah repot-repot. Mungkin mereka langsung ke rumah yang di sana!” sahut Angga. Tujuannya agar para pelayan itu bisa istirahat dengan tenang. Karena di rumah mertuanya tidak akan cukup kamar.“Mereka makan apa kalau rumah di sana? Nggak apa. Mamak masak nanti Angga bawa ke sana pakek rantang!” Bu Mei segera pergi.Padahal Angga sedang mau jawab. Mereka bisa beli saja. Tapi, mertuanya selalu bersemangat kalau ada tamu. Entah dia nggak pernah capek. Angga mendekati istrinya, di pangkuannya masih ada Alifa.“Gimana enak nggak mie belepotnya, sayang?” canda Angga.“Apasih, Mas. Garing banget tahu candaannya!” Mahra men
Read more
Tamu Tak Diundang
Lira baru saja mendarat di Banda Sultan Iskandar Muda bersama putri kecilnya, Rea. Dia izin cuti dari kantor empat hari.“Pak izin cuti ya empat hari, boleh?!”pintanya pada peringgi perusahaan tempat dia bekerja.“Lamat amat cutinya?” Laki-laki itu menghentikan pulpennya.“Ada acara keluarga, Pak di Medan!” tambah Lira.“Baiklah! Tidak boleh lebih dari empat hari!” lelaki itu kembali melanjutkan pekerjaannya.Lira segera bergegas untuk menuntaskan misinya. Tidak lupa membawa anak haramnya Rea. Bahkan kini anak balita itu sudah berumur dua tahun. Lira tidak melakukan tes DNA untuk mencari tahu siapa ayahnya. Karena kini harapannya menjadikan Rea alat untuk memuluskan niatnya.Begitu tiba di Banda dia bingung mau kemana. Karena tidak tahu alamat Angga dan Muhar. Akhirnya dia menghubungi mantan mertuanya langusng. Karena kalau hubungi Saleha yang ada nggak dikasih tahu.“Ayah, Lira di Banda mau jumpa Ayah!” seakan dia sudah begitu diharapkan kedatangannya oleh Pak Muhar.“Dimana kamu Na
Read more
Fitnah Terbesar
Setelah turun dari mobil, Angga langsung membantu ayahnya turun lalu kembali naik kursi roda. Teras rumahnya sengaja di buat menurun tidak bertangga. Agar mudah mendorong ayahnya dengan kursi roda. Mereka baru saja meninjau pembangunan perusahaannya yang kini sudah rampung. Tinggal merencanakan grand openingnya. Setelah emoat jam bepergian. Angga berharap kedatangannya di sambut hangat oleh istri dan si kembarnya.Begitu memasuki ruang tamu dia menemukan mantan istri dan anak istrinya. Matanya langsung melotot raut wajahnya masam. Lira begitu menyadari Angga dan Pak Muhar dia cepat-cepat berdiri.“Hei kalian sudah pulang!” Lira mendekat. “Ayo sayang salim sama Eyang dan Papa Angga!”“Untuk pemberitahuan. Jangan ajarkan anakmu memanggilku Papa!” tegas Angga dengan mata menjulur amarah.“Em maaf Mas. Aku hanya….”“Dan siapa yang mengundangmu ke rumah ini?” potong Angga dengan cepat.Pak Muhar pun sangat kesal. Karena dia tahu Angga akan marah kalau Lira ke rumah.“Mas, semalam Rea menan
Read more
Terusir
“Sayang!” Angga mendekati istrinya. Perasaan bersalahnya terhadap kedatangan Lira sangat besar. Mahra memutar badannya kea rah sang suami. “Kenapa Mas?”“Maafin Mas ya!” Angga kembali mengucapkan kalimat itu. “Untuk yang tadi! Kalau seandainya Mas nggak baikin Lira kemarin. Dia nggak akan senekat ini muncul di depan kita”“Memangnya abang kasih dia apa?” tanya Mahra penasaran.Angga menghembus napas kasar. Sangat besar penyesalannya menganggap Lira sebagai kerabat. “Menjelang pernikahan kita, Mas ketemu Lira di Jakarta. Dia jadi sopir taksi online. Anaknya di tarok dalam box di samping. Rupanya dia kabur dari rumah karena orang tuanya memerasnya habis-habisan setelah mereka bangkrut. Dan disitu pula dia tahu, kalau sebenarnya itu bukan orang tua kandung.” Angga mulai bercerita.“Ribet ya Mas!” sahut Mahra.“Terus Mas bincang sama Ayah. Ayah bercerita tentang orang tua Lira yang sudah meninggal, yang merawat dia selama ini, pamannya. Lalu kami menghubunginya. Ayah bercerita banyak hal
Read more
Fitnah Terbesa
Lira berjalan kaki cukup jauh. Sesekali dia mengumpat kesal. Namun, apapun terjadi dia harus menemukan keramaian. Setelah keluar dari jalan sepi. Dia melihat ada becak di sana. Walaupun gengsi dia harus naik becak. Apa boleh buat. Karena ketika memesan ojek taksi online tidak ada yang bisa ditemukan.“Setelah ini lihat saja, kalian akan menyesal sudah membuat aku seperti ini!” geram Lira.Anaknya merengek karena gerah dan lapar. “Sabar ya nak, kita harus berjuang agar bisa membalas dendam pada mereka!” Lira memeluk anaknya. Kini sudah lengkap. Pak Muharpun tak peduli padanya. Hanya Rea yang dia miliki sebagai senjata untuk menghancurkan Mahra dan Angga.Dia dan anaknya naik becak menuju sebuah hotel. “Hotel ini boleh Bu?” tanya tukang becak.“Boleh, Pak!” Lira langsung turun melihat hotel yang lumayan megah menurutnya. Setelah membayar dia langsung chek in. Untuk istirahat karena kacapean dan kecewa. Jauh-jauh hanya untuk diusir. Namun, bukannya menjadi pelajaran. Malah level dendam
Read more
Klarifikasi Refans
“Lho ini kan Mbak Mahra dan Mas Angga? Kok menjadi bahan gossip gini sih?” Saleha yang sedang berselancar di sosial media berdecak kaget.“Ada apa Leha?” Pak Muhar yang sedang asyik membaca buku.Leha segera menunjukkan berita yang sedang seliweran di sosial medianya.Di ruang bagoan belakan para pelayan sedang menonton tv. Mereka semua juga kaget melihat seorang perempuan yang memberi penjelasan yang jelas itu fitnah. Kemudian tampil pula video penegasan dari Lira.“Lho itu Mbak Lira, ngapain dia ngomong gitu?” ujar Rohmah.“Wah fitnah ni!” tambah yang lain.“Tahu gini gue kurung aja di ruang bawah tanah kemarin!” sahut Rohmah geram.Saleha berlari menuju kamar Angga dan Mahra di lantai atas. Setelah Pak Muhar memintanya memberi tahu Angga.Angga dan Mahra sedang asyik bermain dengan bayi kembar mereka di kamar. Sehingga mereka mengabaikan ponselnya. Padahal sudah banyak sekali orang menghujatnya di sosmed. Juga beberapa kawan menghubungi mereka.“Mas, Mbak gawat ni!” Leha berujar sa
Read more
Pencemaran Nama Baik Yang Gagal
“Wah kocak deh. Demi apa Mama dia playing victim gitu!”“Dari matanya terlihat banget, udah menyesal kehilangan istri dipermalukan lagi sama Maknya. Kasian banget si!”“Itulah laki-laki setelah talak baru sadar!”“Eh itu kan bos Refans yang dulu pengusaha di Bandung. Istrinya sering dimaki-maki depan orang ketika mereka di Bandung!”“Orang gila mana yang ngefitnah mantan menantu malah mempermalukan diri sendiri!.”“Ya ampun Bude kelakuanmu? Demi apa masih ngefitnah mantan menantu? Heran!”“Gue udah feeling sih. Kalau Mahra tu nggak mungkin selingkuh. Karen ague udah baca bukunya yang baru terbit. Gue yakin buku itu kisahnya!”“Halah bilang ya mantan mertuanya sirik karena Mahra udah dapat sultan!”“Ingat umur Bude! Bukannya taubat malah tebar fitnah!”“Untung anaknya klarifikasi! Kalau nggak udahlah pasangan itu dihujat seindonesi!”“Memang dasar pengen terkenal aja tu mak-mak makanya ngefitnah!”“Memangnya demi apa mereka ngefitnah penulis sehebat Mahra dan pengusaha setajir Angga Ku
Read more
Kebahagiaan Yang Tertunda
Nama Mahra dan Angga kembali bersih. Kini justru nama Resa, Lala dan Lira yang dihujat netizen. Lala tidak sempat menutup akunnya, sehingga mereka diseret ke penjara. Berbagai komentar hujat-hujatan ditulis di kolom komentarnya.Sedangkan nama Mahra dan Angga semakin diagung-agungkan. Meskipu kedua pasangan ini tidak melihat sosial media. Mereka merasa tidak perlu mengklarifikasi apapun. Atau memposting apapun. Karena mereka bukan artis. Bukan public figure yang harus membagi segala momen di sosial media.Mahra semakin sibuk mengurus bayi kembarnya. Bahkan untuk menulis saja dia cuti hingga anak-anaknya sudah berumur tiga tahun. Meskipun ada karyanya yang sudah mengkrak di laptop. Namun, kini dia ingin membesarkan buah hati terlebih dahulu.Selama ini sudah menerbit banyak buku, bahkan kini terus dicetak ulang. Royaltinya cukup untuk perkembangan yayasannya. Kini seluruh waktunya hanya dihabiskan untuk mengurus suami dan bayinya.Setiap pagi, rutinitasnya sudah berbeda. Mandi sebel
Read more
Sakinah Bersama
Sepuluh tahun kemudian.“Alifa, Alif, ayo cepat Papa sudah menunggu di depan Nak!” Mahra berdiri di depan pintu kamar si kembar sambil memegang perutnya yang sudah enam bulan. Mereka mengambil tas masing-masing lalu beranjak.“Mama kan sudah bilang, waktu sarapan tasnya langsung di bawa turun ke bawah!” Mahra membelai kepala kedua anak kembarnya.“Iya, Ma. Kita pikir akan diambil sama pelayan!” seru Alif. Setelah mencium tangan ibunya.Mahra susah payah mensejajarkan tubuh dengan anak laki-lakinya itu. “Nak jangan selalu bergantungan sama pelayan. Kalau untuk bawa turun tas sendiri bisa kan?”“Tapi, Mama. Mereka kan bekerja untuk kita? Begitu kata Mbak Rohmah!” sahut Alifa yang mengikat kuncir rambutnya dengan pita pink. Sangat menggemaskan.“Iya, tapi, nggak boleh manja. Kita harus mengurus diri sendiri. Nggak boleh bergantungan sama mereka. Gimana kalau mereka pulang kampung? Kan kita harus bisa mengerjaka sendiri!” Mahra kini memegang kedua bahu anak perempuannya.“Iya, Mama!” sahu
Read more
PREV
1234567
DMCA.com Protection Status