All Chapters of Setelah Hujan Bulan Desember: Chapter 51 - Chapter 60
65 Chapters
Tujuh Bulanan
Kehamilan Mahra sudah masuk tujuh bulan selama itu Angga bahkan tidak pernah keluar kota. Dia mempercayai manager-managernya di setiap cabang. Angga selalu memantau perkembangan pembangunan rumah dan perusahaannya. Dia yakin, akan Banda Aceh kota dia menetap terakhir. Kota tersebut yang akan dikenang anak-anaknya sebagai kota kelahiran. Biarlah Bandung hanya kota kelahirannya. Tapi, tidak dengan anaknya. Dia ingin anak-anaknya memiliki pondasi agama yang lebih kuat. Dan Aceh menurutnya, Tempat yang paling tepat untuk membesarkan mereka dengan pondasi syariat islam.Selama kehamilan sang istri dia berusaha semaksimal mungkin untuk merawat Mahra dengan penuh kasih sayang. Apalagi calon dari ibu dari anak-anaknya sangat manja. Dan tidak mau diurus orang lain, selain Angga. Laki-laki yang sedang mempersiapkan diri menjadi seorang ayah tidak merasa kerepotan. Justru sangat senang selalu di sisi sang istri.“Nak yang sabar ya menghadapi Mahra!” Entah berapa kali Bu Meilinda berkata demikian
Read more
Konyol
Lira semakin sering berkunjung ke rumah Pak Muhar. Setiap kali ke Bandung dia selalu ke sana. Bahkan salah satu kamar tamu di rumah megah itu sudah seperti kamarnya. Bahkan dia sengaja meninggalkan barang-barang di sana. Berharap akan berpapasan dengan istri Angga. Tapi, perempuan itu tidak pernah pulang ke sana.“Ayah aku datang!” panggil Lira sembari menuju kamar Pak Muhar.“Maaf Mbak. Tuan sedang tidak ada!” jelas salah satu pelayan yang sedang mengelap guci di dekat kamar Pak Muhar.“Kemana?” tanya Lira penasaran.“Ke Aceh, Mbak.” Pelayan itu hendak melanjutkan pekerjaannya.“Ngapain Ayah setiap bulan ke sana?” tanya Lira dengan raut tidak suka.“Anu Mbak. Istri Mas Angga sudah tujuh bulanan!” jelas Pelayan tersebut. “Wajar lho Mbak. Kan menantu kesayangan!” Pelayan itu sengaja menekan kata kesayangan. Untuk mengejek perempuan di depannya itu.Lira menatap pelayan itu dengan tajam. Tapi, tidak mengatakan apapun. Lalu dia dengan anaknya duduk di ruang tengah. “Ngapain pulak setiap
Read more
Stalker Julid
Semakin sering Lira mengintip kehidupan Angga dan istrinya. Semakin besar pula kebenciannya pada mereka, terutama Mahra. Seakan Mahra adalah pelakor yang merampas kebahagiaannya. Sebenarnya pasangan yang sedang menunggu kelahiran anak pertama mereka. Tidak sesering itu memposting rutintas mereka di sosial media. Bahkan hampir tidak pernah.Terhitung sejak Mahra hami. Angga hanya sekali memposting feed instagram. Dan dua kali di insta stori.Namun, Lira punya tempat paling up to date melihat keseharian merela. Suster yang merawat Pak Muhar. Perempuan itu kerab membagikan momen dimanapun dia berada. Namanya Saleha. Sebenarnya dia masih keluarga jauh Pak Muhar. Karena keterbatasan ekonomi. Setelah SMA dia menjadi suster Pak Muhar. Belum lama. Semenjak Angga menikah. Dia hanya membantu menyiapkan air dan perlengkapan lain ketika hendak mandi. Membantu menyiapkan pakaian. Karena Pak Muhar bukan stroke. Tapi dia hanya lemah fisik. Untuk mandi, makan, pakai baju bisa dilakukan sendiri. Saleha
Read more
Twins
“Selamat bayi Bapak dan Ibu kembar!” ucap dokter dengan gembira setelah menampilkan hasil USG di monitor.“Kembar?” pekik Mahra terharu.“Iya, Bu Mahra. Sehat sehat ya. Sampai lahiran!” tambah dokter lagi. Sedangkan Angga masih terpaku, terlena, tidak menyangka.“Mas anak kita kembar!” Mahra menarik tangan suami yang masih terpaku pada monitor. “Mas!” Mahra memanggil suaminya.“Iya, Sayang. Ini beneran nggak sih dok?” Angga masih belum percaya.“Iya. Pak. Calon bayi kalian kembar!” Dokter kembali mengulanginya.Angga seketika melakukan sujud syukur. Hatinya merekah, bagai mendapat emas satu karung.“Alhamdulillah. Bayinya satu laki-laki-laki satu perempuan. Beruntung sekali Bapak dan Ibu!” jelas dokter senior itu lagi.Mereka kembali kegirangan setelah mengetahui gender anak mereka. “Allah maha baik kan sayang!” Angga menggamit tangan sang istri. Di usia mereka yang cukup matang. Dapat kejutan sebesar itu. Bukankah sesuatu yang tak disangka-sangka.Mereka pulang dengan hati gembira. N
Read more
Welcome Twins
Yaa Nabii Salam ‘alaikaYaa Rasul salam ‘alaikaYaa Habib salam ‘alaika shalawatullah alaikaLantunan shalawat terdengar merdu di kamar Mahra. Perempuan itu berselonjor di sofa menghadap jendela yang terbuka. Dia terus mengulang-ulang shalawat tersebut. Di kamarnya, Mahra kadang membaca buku, bershalawat dan membaca alquran. Itu semua rutin dia lakukan ketika kehamilannya sudah enam bulan. Sebelumnya, dia hanya berbaring dan terus berbaring. Semenjak hamil dia tidak menulis sama sekali. Pembawaannya sangat pemalas.Makan minum dibawa ke kamar, harus disuapin suaminya baru mau makan. Memang dia sangat merepotkan saat hamil. Bahkan mandi harus ditemani.“Untunglah kamu dek dapat suami sebaik Angga! Semua dituruti!” seru Bu Mei. “Tapi setelah tujuh bulan kamu harus banyak bergerak, sayang. Agar mudah ketika persalinan nanti!”Mahra tersenyum jahil. “Kapan lagi Mak dimanjain seperti itu. Kalau bukan saat hamil!”“Iya, tapi, ini perutmu sudah besar. Pagi-pagi jalan sekitar komplek sini kan
Read more
Akikah Anak Sultan
Anak kembar Angga dan Mahra baru berusia 3 hari. Tapi, ragam kado sudah sampai di kediaman orang tuanya. Pada hari ketujuh mereka akan mengadakan akikah. Semakin sibuk pula para kerabatnya. Terutama Jamal dan Akmal. Menyusun scedul acara. Mencetak undangn, merencanakan semua makan minum yang akan di sajikan. Bahkan kedua laki-laki itu mencari hewan untuk akikah berdua. Pontang-panting mereka ke Aceh Jaya mencari kambing yang bagus untuk akikah keponakannya.“Ingat ya, kambingnya harus jantan yang sehat, gemuk, nggak boleh cacat!” berulang kali mamak mereka mengingatkan keduanya.“Ah, Mamak. Padahal kita sudah dua kali beli kambing akikah!” gelak Akmal. Dua-duanya sudah punya anak dua tentu mereka sudah sangat berpengalaman.“Jangan pula seperti akikah anakmu dulu Angoh. Sampai bolak balik kesana karena cacat!” Bu Mei mengingatkan kejadian konyol itu.“Iya Mak! Angoh sudah punya anak satu lagi kan. Waktu akikah si adek nggak salah kan!” Akmal tersungut-sungut agar ibunya tidak mengulan
Read more
Madeung
Kedua bayi kembar yang masih merah tidur nyenyak di atas tempat tidurnya. Diamati kedua malaikat kecilnya. Hampiir tidak bisa dibedakan. Wajahnya merah. Hidungnya mancung. Pipinya lembut, bak sutra. Lama dia tatap. “Terima kasih Nak, sudah hadir dalam hidup Bunda!” gumam Mahra. “Terima kasih sudah membuktikan pada dunia kalau Bunda tidak mandul!” tambahnya lagi. Tidak terasa bulir bening menuruni pipinya yang putih.Kedua bayi kembarnya hanya bangun ketika mereka ingin pup dan haus. Dunia perbayian sedamai itu. Mahra mengelus jari-jarinya yang masih sangat mungil. Lalu dia abadikan di ponselnya.“Mahra! Sini minum jamu ini dulu!” ujar neneknya yang susah payah menaiki tangga.“Apa ini nek?” Mahra memperhatikan gelas kecil ditangannya dengan seksama.“Air kunyi, untuk memulihkan perutmu!” ujar sang nenek. Dia melirik sana sini. Dia lihat botol air mineral cukup besar di dekat tempat tidur. Segera dia ambil. “Selama empat puluh empat hari jangan minum banyak-banyak! Makanan juga harus d
Read more
Perlahan Memulai Rumah Baru
Angga tersenyum puas menatap gedung nan meugah di depan matanya. Rumah impiannya, jauh sebelum menikah dengan Mahra. Dia ingin punya rumah bercorak gaya eropa. Di sisi kiri kanan punya halaman yang luas. Lalu akan ditanami sejenis tanaman holtikultura dan obat-obatan. Sehingga anak-anaknya akan kegirangan ketika tanamannya berbuah. Lalu di sisi kiri juga dia ingin membangun kolam renang. Di salah satu ruangan di sisi rumah tersebut juga akan di bangun pustaka mini. Dia tersenyum, karena sebentar lagi dia akan mengajak Mahra dan baby twisnnya pindah. Sedikit lagi, akan rampung. Tukang sedang mengecet pagar yang mengelilingi setinggi satu meter perkarangan rumahnya. Bagian depan dekat jalan raya, sengaja di buat lebih rendah. Agar tidak terkesan sombong.“Urusan prabot biar Mahra aja nanti yang pilih!” ujarnya seorang diri.Seorang pengajar Yayasan Mata Hati menghampirinya. “Sudah siap, Pak ya!” sapanya membuat Angga menoleh ke belakang.“Alhamdulillah Ustaz!” Dia tersenyum ramah pada
Read more
Pindah
“Ridwan, Hindun, Rohmah, Nor dan Ramlah ikut saya ke Aceh!” ujar Pak Muhar setelah memanggil semua pelayannya.Semua terdiam.“Apa kalian bersedia?” tanya Pak Muhar lagi.“Siap, Pak!” sahut mereka yang disebut. Siapa yang mau kehilangan kesempatan terbang sejauh itu. Dan siapa yang mau berhenti dari kerja dengan laki-laki kaya raya itu. Gaji mereka lebih besar dari pegawai negeri.“Dan Surti tetap menjadi kepala pelayan di sini. Joko tetap menjadi kepala satpam. Saya titip rumah ini pada kalian ya!” pinta Pak Muhar. “Saya harus tinggal sama Angga. Saya tidak bisa jauh dari anak dan cucu saya!” jelasnya.Semua mendengar dengan kidmat.“Sebentar lagi akan datang adik saya yang akan tinggal di sini bersama keluarganya. Layani mereka sama seperti melayani saya!” tambah Pak Muhar. Para pelayan tahu siapa yang dimaksud. Adik kandung Pak Muhar yang tinggal di dekat perusahaan. Dia kepala gudang di perusahaan mereka. Laki-laki beranak satu itu pembawaan tegas dan cuek. Dia sering berkunjung k
Read more
Tiga Puluh Menit Lipstik Sudah Hilang
Sudah dua kali ke rumah Pak Muhar. Hasilnya cuma berantem sama pelayan. Hidupnya seapes itu sekarang, pikirnya. Jauh-jauh ke Bandung hanya demi menjebak mantan mertuanya gagal total. Lira akhirnya ke rumah Jeni. Dengan perasaan dongkol.“Tumben cepat kali ke sini belum akhir bulan?” tanya Jeni sembari membawa secangkir the manis untuk sahabatnya.“Mau ketemu ayah mertua tapi…” Suara Lira terhenti.“Ayah mertua? Beb. Dia bukan mertuamu lagi!” Jeni mengingatkan kawannya. “Demi apa kamu pengen banget ketemu dia!” “Cuma dia yang gue punya! Tapi, sekarang dia udah pindah ke Aceh karena perempuan sialan itu!” Lira menatap Jeni dengan nanar.Jeni geleng-geleng kepala. “Wajar dong, orang dia menantu, lagipun aku baca di berita kalau Angga sekarang sudah punya anak kembar! So kamu harusnya bisa mempoisisikan diri beb!”“Tapi, gue nggak terima Ayah bahkan nggak ngabarin gue kalau pindah!” Lira sudah hampir menangis.“Gue suka versi lho yang kemarin deh, Beb. Loh bisa memantaskan diri.” Jeni
Read more
PREV
1234567
DMCA.com Protection Status