Share

Empat

"Kamu lanjutin makan, biar aku yang keluar," sahut Rudi. Lelaki itu berusaha mati-matian agar terlihat biasa saja. Sementara Ambar memilih tak acuh. Jika benar firasatnya, dia tak menjamin bisa mengontrol emosinya pada perempuan jalang tersebut. 

Sikap dingin Ambar membuat Rahayu yakin, jika ada yang tak beres dengan hubungan mereka. Namun, wanita paruh baya itu memilih bungkam, menunggu sampai salah satu dari mereka membuka pembicaraan.

"Bunda, aku sudah selesai. Temani aku yuk," pinta Alif diluar kebiasaannya. Ambar menatap buah hatinya itu dengan tatapan sendu. 

"Ok, Mbak Fitri. Tolong nanti dibereskan ya. Yuk, salim sama Nenek dulu," sahut Ambar sambil tersenyum, sementara tangannya mengelus rambut putranya.

Bocah itu menurut, dia meraih tangan keriput sang nenek, lalu menciumnya dengan takzim. "Alif udah ngantuk?" tanya Rahayu sebelum melepaskan tangan mungil cucunya. Alif hanya mengangguk mengiyakan.

"Waktunya tidur siang, Bu," ucap Ambar dengan suara pelan.

Tak ada tegur atau tanya dari Ambar ketika dia bersimpangan dengan Rudi. Bahkan, menatap pun dia enggan. Rudi yang tak tahu dan tak merasa bersalah juga melakukan hal yang sama. 

"Siapa, Rud?" tanya Rahayu yang masih bisa di dengar oleh Ambar.

"Em, salah satu karyawan kantor, Bu. Em, ada laporan penting yang harus ditandatangani," sahutnya berbohong, membuat bibir Rahayu tersenyum. Rudi lupa dengan siapa dia berbicara, wanita yang telah sembilan bulan mengandungnya, wanita yang selama dua tahun berbagi gizi dan makanan dengannya. Wanita yang sudah hapal tabiat dan karakternya. Dari situ Rahayu tahu, jika putranya sudah tidak jujur.

Rudi tak melanjutkan makannya, dia hanya meneguk sisa air dalam gelasnya.

"Alif tadi mau ke mana ya?" Rudi bergumam, berharap ibunya mendengar dan memberi tahunya hendak ke mana anak dan istrinya tadi.

"Alif minta ditemani tidur, paling mereka ada di kamar Alif," sahut Rahayu. 

Rudi mengangguk, "aku nyusul mereka ya, Bu," ucapnya setelah itu lelaki pemilik alis tebal itu segera beranjak dari tempatnya berdiri.

"Taruh saja di situ, Bu. Nanti biar aku yang nyuci," cegah Fitri saat melihat Rahayu hendak mencuci piring bekasnya.

"Kamu bereskan lainnya. Wong piring bekas sendiri kok ndak mau nyuci."

Fitri hanya bisa nyengir mendengar ocehan Rahayu. Bertetangga semenjak dia lahir membuatnya hapal dengan karakter wanita yang gemar memakai daster batik itu.

"Nanti kalau sudah selesai, kamu istirahat saja di kamar tadi. Maaf loh ya, jadi merepotkan kamu," ucap Rahayu terdengar tulus.

"Halah, Ibu ini ngomong apa sih," sahut Fitri membuat Rahayu terkekeh sambil melangkah meninggalkan Fitri yang sibuk membereskan meja makan.

Lagi-lagi Rudi kecewa karena tidak bisa masuk ke kamar Alif, dia benar-benar frustasi menghadapi sikap istrinya yang sudah sangat berubah. 

"Kenapa, Rud?" tanya Rahayu setelah melihat putranya itu nampak kesal.

"Ndak ada apa-apa, Bu." Rudi urung melangkah setelah terdengar anak kunci diputar.

"Bu, Mas, aku ingin bicara," ucap Ambar membuat ibu dan anak itu menatapnya. "Kita ke kamar saja, karena ini sangat rahasia dan berbahaya." Lagi Ambar berucap. Seperti dikomando, Rahayu dan Rudi beriringan menuju kamar utama di rumah itu.

Setelah mereka sampai dalam kamar Ambar memilih berdiri membelakangi jendela. Sesekali dia bersandar untuk mencari rasa nyaman. Wanita pemilik kulit kuning lansat itu bekali-kali menghela napas, mengumpulkan seluruh keberaniannya agar bisa mengutarakan isi hatinya.

"Bagaimana kerjamu di sana?" tanya Ambar tanpa embel-embel 'Mas' pada Rudi. Tentu saja hal itu semakin membuat suaminya geram. Lelaki yang tadinya memerhatikannya, mengalihkan pandangan.

Sementara Rahayu masih diam menyimak. Wanita yang paling dihormati di keluarga ini itu berharap bisa menjadi penengah atas apa yang terjadi dengan rumah tangga anaknya. Rahayu berjanji dalam hati, dia akan bersikap adil, siapapun nanti yang dianggap 'bersalah' dialah yang akan mendapatkan ceramah darinya.

"Sebenarnya apa yang terjadi denganmu, Nda? Sikapmu berubah semenjak seminggu yang lalu. Kamu ndak pernah menelpon apalagi mengirim kabar seperti sebelumnya. Sebenarnya apa yang terjadi?" tanya Rudi.

"Kamu ingat-ingat, apa yang terjadi di awal Minggu itu, hingga membuat sikapku berubah. Bukankah mengakui kesalahan itu lebih dianggap pemberani."

"Langsung saja katakan, Nda. Ndak usah muter-muter kayak gitu. Jika aku memang salah, bilang saja, agar aku bisa memperbaiki kesalahan itu," sahut Rudi.

"Sayangnya kamu ndak bisa memperbaiki kesalahan itu," balas Ambar yang semakin membuat Rudi senewen. Begitu juga dengan Rahayu wanita yang tingginya hanya sebatas pundaknya Ambar itu menghela napasnya. 

"Katakan saja, dan jika tuduhanmu itu tidak benar, maka kamu yang harus meminta maaf dan menebus tuduhanmu itu," ancam Rudi geram. Baru kali ini istrinya membuatnya seemosi ini. Ke mana Ambar yang penuh kasih dan sayang dulu.

Ambar melangkah mendekati Rudi. "Jelaskan apa ini?" tanya Ambar sambil menyodorkan ponselnya pada Rudi, terlihat jelas kalau Ambar tengah berjuang untuk tetap kuat. Rudi terperanjat tak percaya dengan apa yang ditunjukkan oleh istrinya. Seketika wajahnya nampak pias.

"Apa itu?" tanya Rahayu penasaran. Tanpa ragu Ambar menunjukkan hasil rekamannya pada mertuanya. Sementara Rudi benar-benar shock, lalaki yang terlihat gagah itu terlihat tak berdaya. Rudi melangkah menjauhi kedua wanita yang sangat berarti di hidupnya. Hancur, semua telah hancur oleh ulahnya sendiri.

"Apa ini, Rud?" tanya Rahayu dengan suara bergetar. Dalam sekejap saja pipi keriput itu sudah dibanjiri air mata. "Rudi ... tega kamu ...." Setelah berucap wanita paruh baya itu ambruk tak sadarkan diri. Tak ada jerit yang keluar dari bibir Ambar, wanita itu segera menahan tubuh mertuanya yang berada di depannya. "Ibu pingsang." Suara bergetar diantara isak tangis.

Rudi menoleh, lekaki yang tengah memakai celana pendek yang dipadukan dengan kaos berkerah itu mendekat. Dia membantu Ambar yang tengah berusaha membaringkan tubuh ibunya di kasur. "Tunggu dulu aku akan menyiapkan mobil," ucap Rudi.

Berapa menit kemudian Rudi kembali, lelaki itu dengan sigap membopong tubuh senja wanita yang tengah melahirkannya. Sementara Ambar bergegas mencari Fitri, setelah mengatakan kalau mertuanya akan dibawa ke rumah sakit dan menitipkan Alif, dia bergegas menyusul Rudi.

***

Sampai di rumah sakit, Rahayu segera mendapatkan perawatan, wanita bertubuh agak subur itu dibawa masuk ke ruang ICU. Di luar ruangan tertutup itu, sepasang suami-istri itu hanya diam, sambil sesekali mengusap sudut matanya masing-masing.

"Tak seharusnya kamu menunjukkan itu pada ibu. Ingat! Jika terjadi sesuatu pada ibuku, aku akan membuat perhitungan denganmu." Di tengah suasana seperti ini, Rudi bahkan sempat-sempatnya mengancam. Bukannya merenungi kesalahannya.

"Namanya bangkai, serapat apapun disimpan, baunya juga tetap tercium," sahut Ambar dengan tenang. Hilang sudah rasa hormatnya pada lelaki yang sudah menghalalkannya itu.

Rudi kehilangan kata-kata, lelaki itu semakin frustasi, setelah beberapa saat termangu dia memilih menjauh. Rudi benar-benar tak mengenal istrinya yang kini berani menjawab perkataannya.

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Bunda Wina
rasain qm Rudi pengkhianatan mu terbongkar ayok Ambar lebih baik qm pisah sama Rudi ambar
goodnovel comment avatar
Isabella
aneh di Rudi itu katanya tak mengenali istrinya siapa yg gak marah jika perbuatan nya itu membuat istrinya berubah dasar wong edan
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status