Share

Chapter 8 - Ludo dan Catur

Alana memegang pelipisnya yang sedari tadi sangat lelah mengerjakan pekerjaan di kantor yang tak kunjung usai.

Sesekali, di liriknya ponsel, menantikan pesan dari Alan yang tengah berada di apartemen karena tidak enak badan.

Rasa khawatirnya kepada Alan melebihi rasa khawatirnya kepada dirinya sendiri. Terkadang dia berselisih paham dengan pikirannya yang mengharuskannya untuk memikirkan dirinya terlebih dahulu daripada Alan.

Namun dia tetap saja bisa mengalahkan pikirannya itu dan bergegas kembali ke apartemen dengan membawa seluruh pekerjaannya untuk di kerjakan di rumah.

tok... tok... tok...

Alan membuka pintu dengan wajahnya yang terlihat pucat "Al, ini baru jam dua siang, kamu kenapa cepet banget balik dari kantor?" Alan terkejut melihat Alana di depan pintu yang membawa beberapa berkas dan paper bag.

"Kamu gapapa? Udah makan? Udah minum obat?" Alana tak menjawab pertanyaan Alan dan malah berbalik menanyakan keadaan Alan sembari masuk ke dalam apartemen.

"Aku gapapa. Ini aku mau pesen makanan."

"Gak usah pesen. Aku udah bawain kamu sup dan buah-buahan tuh. Habisin, ya!" Alana menunjuk ke arah paper bag yang diletakkannya di meja ruang tamu.

"Iyaaa. Kamu belum jawab pertanyaan aku loh. Kamu kenapa balik kantor secepet ini?"

Alana tidak ingin Alan tahu bahwa dia izin dari kantornya demi menjaga Alan. Jika Alan tahu, dia akan marah besar kepada Alana "Aku udah free sih sampe sore. Kerjaan aku udah beres jadi aku izin pulang."

"Kamu gak main sama temen kamu?" 

"Temen aku masih ada kerjaan yang harus di kerjain. Udah gih makan dulu." Ucap Alana mengalihkan pembicaraan sembari menyiapkan makanan di meja makan beserta dengan obat-obatan Alan.

Setelah menyantap makanan, Alan terlihat masih ingin membaringkan tubuhnya dan bergegas menuju ke kamar. 

Saat Alan ingin ke kamar, Alan melihat Alana di kamarnya yang sedang memfokuskan pandangannya ke layar laptop.

Alan pun menghampiri Alana untuk memastikan keadaan wanita itu "Hei, kamu ngapain?"

"Oh, Hei! Hmm-- lagi ngirim e-mail ke calon karyawan aja, nih." Ucap Alana yang masih fokus pada layar laptopnya tanpa memandang Alan sedikit pun.

"Aku boleh tidur disini? Atau ngeganggu?"

Alana menatap Alan sembari membuka kacamatanya dan memberikan senyum kepada pria itu "Boleh. Aku juga udah kelar, kok. Yaudah tidur gih biar cepet sembuh."

Alan membaringkan dirinya di samping Alana. Pandangannya tak pernah lepas sedikit pun kepada Alana yang tampaknya sedang sibuk menyelesaikan pekerjaannya. 

Sesekali, Alan tertangkap basah memandangi Alana. Alana hanya tersenyum mendapati Alan memandanginya. Alana pun langsung mengelus kepala Alan sembari mengerjakan pekerjaannya.

Saat pekerjaan Alana sudah selesai, dia bergegas menutup laptopnya, membaringkan dirinya di samping Alan, memeluk pria itu, dan menenggelamkan kepalanya di dada Alana. 

Alana menyentuh kening Alan untuk memastikan kondisi pria itu "Alan, kita ke dokter yuk. Badan kamu makin panas."

"Nggak, Bentar lagi juga udah sembuh. Aku udah minum obat dan udah di peluk sama kamu pasti bakalan sembuh. Aku cuma butuh tidur aja."

"Ya udah. Tapi kalo sampe sore badan kamu masih hangat kita ke dokter, ya!"

"Iyaaa, Al." Alan kembali menenggelamkan kepalanya ke dada Alana. Dia tampak nyaman sekali berada di pelukan Alana sampai dia tertidur. Beberapa menit kemudian diikuti oleh Alana.

***

Alana terbangun dari tidur dan mendapati Alan yang masih tertidur pulas di pelukannya. Dia ingin bangun dari ranjang dan melepaskan pelukan Alan dengan perlahan "Kamu mau kemana, Al?" Tanya Alan yang tampaknya terbangun namun masih memejamkan matanya.

"Aku mau ke toilet." Ucap Alana sembari mengusap dan mencium kening Alan "Kamu tidur lagi yaaa."

"Iya, jangan lama-lama." Alana tersenyum melihat tingkah Alan yang ternyata sangat manja ketika sakit. Setelah Alana beranjak bangun, dia memasak makanan untuk Alan dan mengerjakan sedikit pekerjaan yang belum di selesaikannya tadi.

Alana terdiam di kursinya dengan laptop yang berada di mejanya. Sesekali dia menoleh ke kamar dan mengamati Alan.

Beberapa menit kemudian…

"Hei…" Tiba-tiba Alan menghampiri Alana dan menyapa wanita itu

Alana pun menoleh ke hadapan Alan "Hei! Udah enakan?" 

"Belum." Alan menunjukkan ekspresi wajah yang murung

"Mukanya jangan sedih begitu." Alana menangkup wajah Alan dan menyentuh keningnya "Tapi kayanya udah gak panas lagi deh."

"Tapi masih belum sembuh." Ucap Alan memastikan.

"Kita ke dokter, ya?" Ajak Alana. 

"Nggak. Katanya kalo lagi demam gini gak usah ke dokter. Ada alternatif pengobatan lain dan bisa langsung sembuh."

"Oh ya? Apa emang?" Alana menatap mata Alan dengan wajah seriusnya

Alan langsung memeluk dan menerkam Alana dengan buas. Dia menggigit dan mencium bibir Alana sampai Alana susah bernapas "Obatnya kita harus…" Ucap Alan dengan memberikan kode dan senyuman yang menggoda

"Astaga dasar lelaki!" Alana tersenyum melihat tingkah Alan sembari menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Aku bercanda, Al. Aku udah sembuh, kok." Jawab Alan sembari mencium kening Alana.

Tepat pukul delapan malam, Alana selesai mengerjakan pekerjaannya yang sempat tertunda. Suasana sendu dan sejuknya malam tampak terlihat dari balkon apartemen mereka. Alana melihat view apartemen di balkonnya sembari memegang secangkir kopi.

Alan mendatanginya dan memeluk Alana dari belakang "Kamu lagi apa sih di luar. Mau hujan loh. Masuk yuk."

"Gapapa. Lagi mau cari angin. Habis aku bosen."

"Hmm-- Nonton serial gimana?"

"Bosen juga." Ucap Alana menghela napas.

"Main ludo atau catur?"

"Boleh. Yang kalah hukumannya minta nomer telepon orang yang ada di basement parkiran sama minta nomer satpam apartemen. Gimana?" Tawar Alana.

"Boleh. Siapa takut." Permainan ludo dan catur adalah salah satu kebiasaan yang dilakukan oleh Alan dan Alana selain menonton serial tv. Dengan sifat jahil Alana, dia tidak segan-segan memberikan hukuman yang memalukan tanpa memandang status Alan sebagai seorang manager

Ya, Alana memang masih kekanak-kanakan dan masih belum bisa meninggalkan kebiasaannya yang sering dia lakukan ketika tengah menjadi mahasiswi dulu. 

Alan dan Alana pun akhirnya memutuskan untuk bermain ludo.

"Yes!!!! Aku menang. Kamu gak akan bisa kalahin aku main ludo." Ucap Alana membanggakan diri "Sekarang kita ke parkiran dan kamu harus minta nomer orang yang ada di parkiran."

Alan selalu saja memenuhi keinginan Alana dan walaupun konyol, tetap saja dia menurutinya. Saat di parkiran, ada salah satu wanita yang keluar dari mobil dan berjalan ke arah mereka berdua. Sontak Alana langsung meminta Alan untuk meminta nomor wanita asing itu.

Alan pun dengan terpaksa berjalan menghampiri wanita tersebut dan meminta nomornya.

Plak!! Wanita itu malah menampar Alan dan Alana membelalakkan matanya ketika melihat Alan di tampar dari jauh.

"Kamu pikir saya wanita murahan apa? Yang bisa dengan mudahnya ngasi nomor ke orang yang gak di kenal? Tampang berwibawa tapi kelakuan norak!" Teriak wanita itu dan langsung bergegas meninggalkan Alan dengan wajah kesal.

Alana pun langsung menghampiri Alan yang masih mematung dengan ekspresi wajahnya yang sangat malu sekali "Alan, aku minta maaf. Sakit ya di tampar?" Alana mengusap pipi Alan dengan wajahnya yang ketakutan.

Alan memegang tangan Alana yang berada di pipinya dan memberikan senyum kepada Alana "Udah lupain aja. Hari ini terakhir ya kayak gini. Besok aku gak mau lagi hukumannya kaya gini. Mending cium dinding deh kaya kemaren." Ucap Alan sambil tertawa kecil

Alana pun menyandarkan dirinya ke dada Alan "Haaa, aku pikir kamu bakal marah. Yaudah kali ini terakhir deh. Anggap aja tadi kamu di tampar sama cewe itu hukumannya."

"Iya. Sekarang kita lanjut main catur ya." Ucap Alan.

Mereka berdua kembali ke apartemennya yang berada di lantai lima belas. Tak lupa Alana membeli es kopi susu kesukaannya yang berada di gedung apartemennya sebelum memutuskan untuk kembali ke apartemen mereka.

Saat mereka bermain. Alana berhasil di kalahkan oleh Alan. Memang, Alana tidak pernah berhasil mengalahkan Alan dalam permainan catur ini. "Kamu kalah nih. Sekarang giliran kamu minta nomer orang yang ada di parkiran ya." Ucap Alan lembut dan masih saja setiap perkataan yang di keluarkannya selalu dengan gaya yang sangat berwibawa.

"Lah, kok minta nomer? Tadi katanya terakhir hukumannya kaya begitu. Aku cium dinding aja."

"Jangan curang dan jangan memanipulasi kata-kata deh kamu. Aku bilangnya hari ini terakhir, bukan tadi yang terakhir." 

"I-iya sih." Ucap Alana kikuk. Alana salah orang untuk mengelabui seorang Alan yang jelas lebih cerdas darinya.

"Yaudah yuk kita turun!" Ucap Alan bersemangat.

Saat mereka turun, Alan meminta Alana untuk meminta nomor pria yang sedang asik memegang ponselnya di dekat mobil. Alana pun mendekatinya. Namun tidak di sangka, pria itu adalah Bagas. 

Sontak langkah Alana terhenti dan bertanya-tanya apa yang sedang di lakukan Bagas di sini. Seingat Alana, Bagas tidak memiliki saudara maupun teman yang tinggal di apartemen itu.

Alan menghampiri Alana dan menyadarkannya dari lamunan "Kamu kenapa?"

"Bisa ganti orang aja, gak?"

"Lah emang dia kenapa?"

"Dia Bagas." Ucap Alana datar

Alan merapikan rambut Alana yang terlihat wajahnya tampak berubah setelah melihat Bagas "Kita balik aja, yuk. Gak usah ganti orang. Sebagai gantinya kita balik ke apartemen naik tangga darurat."

"Ih nggak ---"

Alan pun memotong pembicaraan Alana yang pastinya pernyataan tidak setuju dari wanita itu untuk naik tangga darurat menuju lantai lima belas "Hitung-hitung olahraga. Ayuk!!!" Alan menarik tangan Alana dan meninggalkan Bagas yang terlihat sangat serius dengan ponselnya. Alana tampak tidak memperdulikan Bagas lagi karena hatinya sudah sepenuhnya diberikan oleh Alan.

*** 

Cahaya mentari pagi sudah menampakkan wujudnya di balik jendela kamar Alana yang membuatnya terbangun. Sementara Alan sudah tidak ada di ranjangnya.

Alana bergegas bangun dan mencari di seluruh ruangan apartemennya namun Alan tidak berada disana. Alana mencari ponselnya dan berencana untuk menelpon Alan.

(WazzApp Notification)

"Al, aku lagi di groceries nih. Beli perlengakapan apartemen. Tadi aku mau ajak kamu tapi kayanya kamu tidurnya nyenyak banget. I'll be there soon."

Alana senang melihat perlakuan Alan seperti ini. Dari hari ke hari Alana semakin sayang kepada Alan. Alana merasa bahwa dia harus bertanya kepada Alan dan memutuskan untuk bertanya akan hubungan dia dengan Alan yang kelihatannya sudah semakin serius.

Alana sudah menunggunya dengan sabar selama ini. Bagaimana pun juga, Alana berpikir bahwa dia selalu ada di samping Alan hingga segala masalahnya usai.

Dari cara Alana menatap Alan saat dia tertidur di pelukan Alana membuatnya merasa bahwa dia telah di anggap sebagai rumah oleh Alan.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status